Selasa, 25 September 2012

GOSPEL SHARING

Para suster mengadakan Gospel Sharing, dengan metode Lectio Devina, dalam kesempatan rekoleksi bersama pada hari Minggu, 23 September 2012. 
Pada bulan Kitab Suci, para suster  dikerahkan untuk semakin mencintai Sabda Tuhan, yang  adalah  sumber Kehidupan kita.  Para suster menyadari, bahwa   mujizat Tuhan  selalu terjadi dalam hidup kita. ***hm

Wajah  ceria penuh sukacita dengan senyum  manis  di bibir menghias  arakan keempat aspiran: Esti, Debrith, Petra dan Maria yang hendak menerima busana postulan. Meski baru  sebagai langkah awal untuk meniti hidup membiara, toh langkah penuh keyakinan mengisyaratkan keberanian mereka untuk melangkah maju dengan satu harapan, sekali maju tidak akan mundur.  Mereka telah menjalani masa aspiran  selama kurang lebih setahun di komunitas  St.Yosep dan komunitas  St.Theresia.  Pengalaman  hidup bersama para suster dalam komunitas  karya, menjadi masa indah yang telah mengantar mereka berani melangkah setapak lagi dalam masa pembinaan, menuju harapan dan cita-cita luhur.
RD.Pramodo yang memimpin Perayaan Ekaristi sore itu, 15 Agustus 2012  menyatakan turut gembira dan bersukacita bahwa di tengah hiruk pikuk dunia ini masih ada putri-putri yang bersedia mengikuti Kristus. “Segala yang baik dimulai dengan langkah kecil yang sederhana. Meski belum disapa suster, tapi busana putih sudah menjadi tanda yang membedakan dengan para gadis lainnya.Apa yang dicita-citakan perlahan-lahan terwujud melalui proses dan mesti diterima dengan gembira. Kalau tidak bisa merasa gembira dan bahagia, lebih baik tidak usah jadi suster. Menjawab panggilan Tuhan yang merupakan misteri, dengan tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui, semuanya merupakan proses di mana Tuhan sendiri membentuk setiap pribadi untuk semakin sesuai dengan kehendak-Nya”, demikian ungkapnya dalam  homili yang sarat dengan guyon. Dalam Perayaan Ekaristi ini  juga, ada  upacara pembaharuan niat Sr.Marsella dan Pembaharuan kaul  Sr. Mariana, KKS.
Tidak ada acara digelar, hanya makan malam bersama. Namun, sebagaimana sudah tradisi bagi anak muda masa kini. Makanan  terasa hambar  kalau mata tidak dimanja dengan tontonan. Secara spontan masing-masing maju membawakan lagu, tarian  yang membuat suasana makan  malam dipenuhi dengan gelak tawa yang menggembirakan. Proficiat.***hm


“Bagaikan Bertemu Tuhan“


Minggu, 5 Agustus 2012, berkat kasih melimpah untuk segenap umat Keuskupan Pangkalpinang  khususnya  di Pangkalpinang – Bangka.Pasalnya perayaan syukur akbar dwi-HUT Mgr.Hilarius Moa Nurak, SVD dirayakan secara meriah. Hadir dalam  perayaan ini, 18 Uskup dari seluruh Indonesia, satu uskup dari Singapura dan tak ketinggalan yang mulia Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr. Antonio Guido Filipazzi.
Kegembiraan para  suster di biara pusat, tak terkira. Tidak hanya boleh merayakan pesta akbar bersama ribuan umat  di halaman SMA St.Yosep Pangkalpinang, tetapi keciprat berkat khusus  dari yang mulia nuncio Mgr. Antonio Guido Filipazzi. Yang mulia berkenan merayakan Perayaan Ekaristi  hari Minggu pagi di kapela biara Pusat pukul 07.00 WIB dan istirahat sejenak  sebelum acara  misa syukur Pesta dimulai.
Perasaan gembira  saat mendengar berita  dari Keuskupan bahwa Nuncio berkenan mengunjungi biara Pusat dan mau mengadakan misa bersama. Wah… luar biasa, banyak orang merindukannya, tapi para suster yang mengalaminya. Menatap wajahnya yang sangat tenang, teduh penuh pancaran kasih, membuat hati sangat nyaman. Apalagi ketika Nuncio tersenyum dan berkenan berbicara. Meskipun umumnya para suster tidak fasih berbahasa Inggris  apalagi Italia, namun cukup berdiri, duduk manis, dengan senyum manis dan wajah berseri juga merupaka bahasa kasih yang tidak terkira.  Ekaristi dipersembahkan pukul 07.00 WIB. Diawali dengan bahasa Inggris, yang kemudian sejak epistola Mgr. berkenan merayakan dalam bahasa Indonesia  dengan artikulasi yang sangat jelas. Homili singkat  yang sangat memikat dalam bahasa Inggris  yang sederhana dan mudah ditangkap para suster, bagaikan siraman air surgawi yang menyejukan hati. 
Usai misa, Nuncio yang ditemani oleh Sekjen Keuskupan Pangkalpinang RD.Bernardus Somi Balun, sarapan pagi bersama para suster. Menunggu waktu yang cukup lama sampai pukul 09.30 WIB baru dijemput menuju SMU St.Yosep, Nuncio berkenan istirahat di biara Pusat. Kesempatan emas ini digunakan  par asuster  untuk mengabadikan momen indah bersama Nuncio dengan berpose bersama.  Hadir dalam Perayaan Ekaristi pagi itu, para suster dari komunitas Siti Anna, komunitas Nasaret dan komunitas  St.Theresia. Semua berkesempatan berpose bersama sekomunitas  dan perorangan. Persis sebagai seorang Bapa yang penuh kasih, tanpa bergerak hanya berdiri di tempat, dengan wajah terukir senyum penuh simpati, melayani para suster yang bergantian berpose. 
“Rasanya benar-benar bahagia hari ini, seperti bertemu Yesus sendiri yang sungguh hidup dan mengunjung rumah kita,”ujar seorang suster. Yach… semua bahagia dan bergembira. Bertemu, bersalaman, berbicara dengan Nuncio yang dipercaya sebagai wakil SriPaus untuk Indonesia saja, begitu bahagia, apalagi benar-benar bertemu Tuhan. Tuhan selalu bisa  ditemui kapan dan di mana saja, ketika  cinta kasih hadir  di sana. Persis seperti  inti homili Nuncio  pagi itu, bahwa Ekaristi adalah saat sangat istimewa  untuk bertemu dengan Tuhan sendiri  bukan bertemu manusia, tapi Tuhan maka harus sungguh mengimani kehadiran Kristus dalam Ekaristi.*** hm

BILA


Bila engkau berdoa, masuklah dalam keheningan dirimu
Engkau akan mengenal dirimu yang sesungguhnya
Bila engkau berdoa, hadirlah dengan sepenuh hatimu
Engkau akan tahu, betapa agungnya Tuhanmu

Bila engkau berdoa, janganlah terburu-buru
Seperti orang yang sedang memburu waktu
Sebab engkau akan insyaf bahwa Tuhanmu adalah pemilik waktu

Bila engkau berdoa, tinggalkanlah semua yang tidak perlu
Sebab engkau akan sadar bahwa  di hadapan Allahmu
Tak ada yang lebih berharga selain dirimu

Bila engkau berdoa, janganlah menghitung-hitung
Sebab Tuhanmu bukanlah pedagang atau ahli ekonomi

Bila engkau berdoa, jangan terlalu banyak berbicara
Sebab  Tuhanmu bukanlah sekadar pendengar setiamu

Bila engkau berdoa, jangan memaksakan kehendakmu,
Sebab Tuhanmu tidak sekadar  
seperti ayah atau ibumu di dunia ini

Tetapi
Bila engkau berdoa, 
Diamlah….
Tenanglah….
Dengarlah….
Dan lakukanlah….
Maka engkau akan tahu, 
Bahwa doamu  berbuah dalam hidupmu.***hm

Jalan Pelayanan St.Yosep



Kita sudah merenungkan dalam edisi sebelumnya, jalan keheningan dan jalan penderitaan St.Yosep, Bapa Pelindung Keluarga Kudus Nasaret. Baik sekali kita merenungkan pula  jalan pelayanan St.Yosep dalam seluruh masa hidupnya  terutama ketika terpilih sebagai kepala keluarga Kudus, yang melindungi Maria dan Yesus Putera Allah. Setiap kita dapat merenungkan dan mengkontemplasikan, apa yang bisa kita temukan dalam diri St.Yosep yang  bekerja  dengan susah payah. Apa yang mendasari atau melandasi  motivasi dan menyemangatinya sehingga begitu setia sampai akhir  hayatnya?
Sejak kecil kita tahu, bahwa Yosep  berprofesi sebagai tukang kayu. Banyak kisah dengan berbagai versi baik melalui cerita maupun dalam film memperlihatkan kepada kita bahwa sebagai seorang kepala keluarga, Yosep sungguh bekerja keras, mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Suatu kewajiban umum yang harus dipikul oleh seorang pria yang telah menjadi suami bagi sang istri dan ayah bagi Sang Anak. Sebagaimana para bapak kepala keluarga lainnya, Yosep bekerja  keras dengan seluruh kemampuannya. Yang hendak kita renungkan lebih dalam dalam refleksi spiritualitas St.Yosep ini, bukan sekadar profesinya sebagai tukang kayu, namun kita mau mendalami  apa dan bagaimana serta makna jalan pelayanan St.Yosep.

Bekerja melayani Tuhan
Bekerja bagi St. Yosep adalah hal wajar dan biasa.Orang yang hidup harus bekerja.Kalau tidak bekerja janganlah ia makan, demikian St.Paulus mengingatkan kita akan pentingnya bekerja dengan keras dalam dunia ini. Secara istimewa dari berbagai sumber  dinyatakan bahwa Yosep tidak hanya sekedar mencari nafkah tetapi Yosep sungguh melayani  Allah dalam segala hal dengan seluruh kekuatan  jiwa dan raganya. Suatu pelayanan yang tidak mudah karena bukan hanya untuk memenuhi rasa lapar dan haus ragawi tetapi juga melayani Allah yang hadir dan hidup di tengah keluarganya.
Dikisahkan dalam buku Kisah Kehidupan St.Yosep, Yosep bergumul  dengan dirinya sendiri dalam derita sekaligus  sukacita besar, karena diperkenankan untuk bekerja keras “memberi makan, minum, perlindungan, tempat  tinggal yang layak” bagi Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia yang ada dalam keluarganya. Kalau bekerja seperti  kebanyakan orang lainnya, tidak menjadi persoalan. Tetapi bekerja  dalam konteks melayani Tuhan, adalah sebuah penghormatan khusus bagi Yosep yang tulus hati dan sederhana ini.
Yosep menyadari sejak awal, ketika dalam mimpi diteguhkan oleh malaikat untuk tidak takut mengambil Maria sebagai istri karena anak yang dalam kandungannya berasal dari Roh Kudus, seluruh pola hidup dan pola kerja Yosep berubah menjadi sebuah bentuk pelayanan luar biasa kepada Allah yang hidup. Maka dengan penuh sukacita sekaligus  sering dengan penderitaan besar karena sebagai manusia kadang kuatir,apakah yang dilakukannya sungguh berkenan untuk  Tuhannya yang hidup dan ada di tengah keluarganya? Kekuatiran Yosep atas ketidaklayakan dirinya untuk melayani Allah, menjadikannya semakin berelasi dekat dengan Tuhan sendiri.Yosep dengan rendah hati selalu bertanya dalam keheningan batinnya, meminta petunjuk untuk memastikan apakah yang dilakukan  ini layak dipersembahkan untuk Tuhan? Dan dalam banyak hal dalam setiap pekerjaan dan pelayanannya Yosep mengalami selalu saja diteguhkan dengan rahmat berlimpah dari Tuhan sehingga pelayanannya mendatangkan sukacita besar bagi jiwanya. Sering kali Yosep bekerja sangat keras, bahkan kadang tidak ingin untuk istirahat karena menyadari, betapa bahagianya boleh melayani Tuhan.
Dikisahkan pula, betapa menderitanya Yosep ketika  berada dalam pengungsian di  Mesir, pada masa awal di tempat  asing, sulit untuk mencari pekerjaan. Bahkan oleh imanjinasi penulis cerita dalam film The Holy Family, dilukiskan Yosep hampir  tidak memiliki pekerjaan. Untung dia memiliki ketrampilan sebagai tukang kayu, namun di tempat asing, siapakah yang mengenalnya? Dengan susah payah Yosep berusaha memperkenalkan  ketrampilannya dengan menawarkan jasa membuat alat sederhana atau memperbaiki sesuatu yang rusak tanpa upah. Atas belaskasihan orang baik, Yosep diberi upah untuk dapat makan sehari bersama Maria dan Yesus. Bahkan lebih menyedihkan hati Yosep sebagai kepala keluarga karena pada saat itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Bunda Maria juga bekerja rumah tangga, mengambil upah cuci sambil mengasuh Yesus kecil. Suatu gambaran  nyata sebagaimana dialami setiap rumah tangga dan keluarga di bumi ini dalam kesukaran sehari-hari. Namun seiring berlalunya waktu, atas kemurahan Allah, ketekunan dan kerja kerasnya, Allah berkenan memberkati setiap  tetes keringatnya. Apa yang dilakukannya  selalu yang terbaik, terbagus dan terindah. Tidak cuma itu, Yosep menggunakan setiap waktu hidupnya dalam berelasi dengan pelanggannya sebagai kesempatan untuk melayani mereka dengan sangat baik seperti ia melayani Yesus dan Maria.

Mewariskan semangat pelayanan kepada Yesus
Dalam Litani Keluarga Kudus kita temukan  untaian kalimat yang bagus sekali. Keluarga Kudus yang bapanya merupakan teladan pelayanan, ibunya merupakan teladan kesabaran dan Putera Ilahinya merupakan teladan ketaatan. Benar adanya, Yosep merupakan teladan pelayanan. Dengan segala cara, segenap tenaga, dengan tangannya sendiri, dikerahkan pikiran, dan tenaganya untuk melayani keluarganya. Dalam pelayanan ini,  Yosep  yang saleh dan tulus hati, tidak pernah mengeluh karena harus bekerja sendirian, tidak merasa terbeban karena bersusahpayah. Yang ada dalam pikiran dan hatinya adalah asalkan Maria dan Yesus sehat, bahagia dan penuh sukacita. Meski semakin lama kekuatan fisiknya semakin menurun, namun semangat kerjanya tetap tinggi. Patut  kita catat dalam hati kita, bahwa apa yang dilakukan oleh Yosep dengan semangat kerja dan pelayanan yang tidak kenal lelah, dilihat, diamati dan dialami oleh Yesus sendiri. Tanpa banyak kata, tapi tindakan kerja kerasnya, telah tertular kepada Yesus  yang dalam masa dewasanya kita kenal sebagai seorang manusia yang berkeliling sambil berbuat baik, yang melayani orang banyak yang datang kepada-Nya. Bahkan Injil mencatat, karena semangat pelayanan ini, makan  dan istirahat pun Yesus tidak sempat.
 Bagi Yosep, bekerja merupakan panggilan.Bekerja juga merupakan rahmat, karenanya dikerjakan penuh rasa syukur dalam persatuan dengan Tuhan, Sang Pencipta yang bekerja terus sampai sekarang.Bekerja penuh kegembiraan,sebagai ungkapan syukur, memiliki sesuatu dalam hidup untuk menghidupi keluarganya dan mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang bermartabat dan suami serta ayah yang bertanggungjawab.
Menjadi suatu kebahagiaan besar bagi Yosep ketika menyadari Yesus kecil yang telah beranjak remaja berkenan membantunya di bengkel kayu. Tanpa  diminta dan disuruh.Mengikuti teladan ayahNya Yesus  sama trampilnya dengan Yosep. Bahkan dalam hal semangat Yesus muda, jauh lebih bersemangat dari Yusuf yang kekuatannya berangsur  surut. Seperti kebanyakan ayah di bumi ini, mereka akan sangat bahagia menyaksikan anaknya sudah bisa bekerja sendiri bahkan melanjutkan usaha ayahnya. Namun, lebih dari sekadar bekerja, Yusuf jauh lebih berbahagia ketika menyadari bahwa tidak hanya dia yang melayani Tuhan, Tuhan juga berkenan melayani dan membantunya.
Berbahagialah kita yang menyadari dengan sungguh bahwa Allah sungguh turut bekerja, membantu kita dalam setiap usaha kita. Ketika kita bekerja dengan sungguh-sungguh, melayani dengan sepenuh hati dan cinta, apa yang kurang, disempurnakan oleh Tuhan sendiri. Demikian, sudah dialami oleh Yusuf  dalam masa hidupnya bersama Yesus dan Maria di Nasaret. Bahkan Yusuf secara diam-diam belajar dari cara Yesus melakukan sesuatu yang baru dari kreativitasnya. Pelayanan Yusuf menjadi sempurna ketika Tuhan sendiri yang turut campur tangan di dalamnya.

Menyusuri jalan pelayanan St.Yosep
Yesus  belajar bekerja dan melayani dari ayah-Nya St.Yosep  sang pekerja keras. Yesus meniru  dan terlibat membantu St.Yosep. Yesus bertanya kepada Yosep, apakah yang dilakukan dan dikerjakan-Nya sudah cukup bagus? Yosep   mengajarkan segala yang baik dan perlu Yesus pelajari sebagai tukang kayu dengan lemah lembut dan penuh kasih. Manakah anak yang tidak akan rajin mengikuti ayahnya bekerja kalau ayahnya dapat mengajarkan kepadanya segala hal bahkan mempercayakan beberapa hal untuk coba dilakukan? Demikian  juga Yesus. Yesus  belajar bekerja dengan tangan-Nya dengan keringat bercucuran dan  memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan ayahnya.
Terkandung berbagai keutamaan dalam bekerja yang diteladankan St.Yosep antara lain, sabar, teliti, tekun, rajin, tabah. Kalau gagal, berani diulangi dan dicoba lagi. Dalam bekerja juga termuat proses belajar, dari yang sederhana menjadi   semakin mahir. Dari bekerja lamban menjadi  lebih cepat dan trampil.  Bahkan belajar untuk berkomunikasi yang baik  dengan sesama khususnya pengguna jasa pertukangan.
Yesus belajar  bekerja dari ayah-Nya  segalanya. Dalam proses itulah  Yesus bertumbuh dan berkembang sangat pesat sebagai manusia yang disukai Allah dan manusia. Belajar dari St.Yosep, Yesus memahami dengan baik bahwa orang hidup harus bekerja yang secara ekonomi  untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja secara sosial, ikut serta membangun kehidupan sesama dan peradaban manusia. Secara rohani, dengan bekerja berarti memuliakan Tuhan. Secara nyata, Yesus  belajar hidup sebagai seorang manusia yang bertanggung jawab, yang suka melayani, yang memiliki hati berbelas kasih dari ayah-Nya. Sebab, selama bekerja sebagai tukang kayu, Yosep tidak pernah menetapkan harga untuk setiap barang yang dilakukan. Yosep tidak menargetkan berapa upah yang harus dibayar dan memperhitungkan secara ekonomis, untung rugi. Cukup bagi Yosep untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berbahagialah kita, yang menyadari bahwa bekerja dan melayani adalah bagian dari hidup dan karenanya dengan penuh semangat bergiat melakukan apapun yang layak untuk hidup sendiri dan sesama. Berbahagialah kita yang mau meniru semangat kerja dari St.Yosep, pelindung para pekerja, yang tidak terlalu memfokuskan diri pada upah dan menuntut berlebihan dari yang layak kita terima bahkan dengan sedikit mengerahkan tenaga.Berbahagialah kita, yang tidak bermalas-malasan dan menunda-nunda waktu  untuk bekerja dan melayani. Yesus telah belajar yang baik dari ayah-Nya yang berbudi luhur.Yesus bertumbuh menjadi pribadi yang melayani Allah dalam ketaatan yang sempurna sampai wafat di kayu Salib. Secara manusiawi, kita boleh merenungkan bahwa semuanya terbentuk dari  pola hidup dalam keluarga Kudus sejak masa kecil-Nya yang melakukan segalanya dengan semangat kasih yang besar kepada Allah dan kepada keluarga mereka.
Jalan pelayanan St.Yosep ini, sangat indah untuk direnungkan, minimal menginspirasi kita untuk tetap bersemangat  ketika mengalami kelelahan, kegagalan dan ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu. Kita bisa belajar banyak dari St.Yosep dalam banyak hal untuk menjadi pekerja dan pelayan Allah yang baik. Ketulusan, kejujuran, semangat, bergiat, ketekunan, kesabaran, kemurahan hati, kebaikan dan segalanya. Buah-buah Roh, tak mustahil dapat kita miliki dari sebuah proses  kerja dan melayani hari demi hari, dengan satu semangat dasar, ketergantungan yang penuh pada Allah dan keterarahan hati untuk belajar dari Allah yang selalu melayani dan memenuhi kebutuhan hidup kita, sampai selama-lamanya.***hm

MELAYANI TUHAN DENGAN BERDOA



 Hanya  manusia sebagai makluk yang paling mulia  di dunia ini yang selain memiliki akal budi, kehendak bebas juga hati nurani yang di dalamnya tertanam hasrat untuk  mampu berelasi dengan penciptanya. Binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai makluk hidup mungkin dengan caranya sendiri  memuliakan Tuhan. Meskipun  masih juga terdapat penghuni bumi ini yang tidak mengakui adanya Tuhan, entah karena  terlalu terfokus pada yang ilmiah dan logika alam, atau karena sengaja tidak mau mengakuinya, atau mungkin saja karena belum mengenal Tuhan dan siapa itu Tuhan, tapi semua  manusia pasti dalam hatinya dapat merasakan bahwa ada suatu ‘kuasa” lain yang lebih besar  dari dirinya.
Bagi kita orang beriman yang sejak awal mengenal Tuhan, tidak begitu sulit untuk menerima bahwa memang  Tuhan sungguh ada, berperan penuh dalam kehidupan kita. Banyak cara dan jalan untuk menghormati, melayani dan memuliakan Tuhan sebagai pencipta dan pencinta kita. Dengan cara hidup dan tata acara peribadatan bersama, sesuai tradisi budaya dan warisan iman tertentu. Berdoa atau sembahyang atau apapun namanya adalah salah satu bentuk berkomunikasi , berelasi dengan Sang Yang maha tinggi.

Tidak sekadar memohon
Berdoa  tidak sekadar untuk memohon, meminta dan memaksa Tuhan untuk memberikan apa yang  dibutuhkan dengan sesegera mungkin. Banyak dari antara kita memahami doa seperti itu.Maka dalam proses doa semua isi doa adalah permohonan. Memang tidak salah jika dalam berdoa kita  memohon sesuatu. Karena memang  kita yakin, permohonan kita akan dikabulkan oleh Tuhan. Hanya amat disayangkan kalau pemahaman kita  tentang berdoa  hanya sampai di situ. Padahal doa seperti yang kita tahu memiliki arti yang sangat luas dan mendalam.Karena dalam doa kita berelasi dengan Sang sumber hidup, asal sekaligus tujuan hidup kita. Bukankah ini sangat istimewa? Bagaimana mungkin kalau hanya sekadar memohon? Apa yang  sebenarnya dapat kita berikan kepada Sang sumber hidup? Meski kita sadar, kita tak mampu beri apapun karena Tuhan kita adalah Allah yang kaya raya dalam segala rahmat dan berkat, yang bahkan tanpa kita memohon akan dianugerahkan secara cuma-cuma? Apa yang dapat  kita lakukan di hadapan Allah kita yang maha murah, maha pengasih dan penyayang? Kita hampir tidak punya apapun untuk dilakukan karena ternyata  Allah sendiri telah melakukan, mengerjakan segalanya  dengan amat rapi, indah dan teratur? Tapi apakah dengan kesadaran itu kita tidak perlu berbuat sesuatu dan menunggu saja Tuhan mengerjakannya untuk kita?
Kita semua insyaf sejak awal dan dapat menjawab dengan mudah semua pertanyaan itu. Tidak. Kita dapat melakukan apapun untuk Tuhan, kalau kita mau.Kita dapat melayani Tuhan dengan berbagai cara dengan memperkembangkan seluruh daya yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita: akal budi, kehendak bebas, hati nurani, kesadaran diri, daya imajinasi. Yang paling terkenal kita tahu : ora et labora atau berdoa dan bekerja. Keduanya  tidak bisa mewakili salah satunya sebagai bentuk pelayanan cinta kepada Tuhan dan memuliakan keagungan karya kasih-Nya. Tidak cukup hanya berdoa, tidak cukup hanya bekerja. Harus berdoa dan bekerja. Kali ini kita menfokuskan permenungan pada bagaimana melayani Tuhan dengan berdoa.

Berdoa dengan Segenap,…
Berdoa selalu mudah dilakukan, kapan saja dan di mana saja. Meskipun secara liturgis ada waktu, aturan dan tata cara tertentu. Apapun itu, maksudnya hanya satu, kita memuliakan Tuhan dengan segenap akal budi, kehendak hati, kebebasan berekspresi, segenap tenaga, segenap kekuatan dan segenap jiwa. Yang menjadi persoalan adalah benarkah atau mampukah kita memuliakan Tuhan kita dengan segenap…segenap…dan segenap…itu? Karena  Tuhan memang menghendaki demikian seperti yang dinyatakan Yesus sendiri dalam hukum cinta kasih. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dengan segenap jiwamu dengan segenap tenagamu, dengan segenap kekuatanmu. ( Mrk 12 : 29)” Kita melayani Tuhan dengan segenap hati baik dalam doa maupun dalam karya.
Kelihatannya lebih mungkin bagi kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh karena kita dapat menikmati hasil kerja; mendapat upah, pujian, penghargaan, pangkat, nama baik, status hidup social kita.Apa yang dilakukan kita dapat menikmati hasilnya bahkan bisa dinikmati orang lain dan keluarga yang dicintai. Bagaimana dengan doa? Apakah kita bersungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan? Maksudnya hati sungguh terarah pada Tuhan, dengan rasa syukur yang besar, berani berlama-lama dengan kasih yang besar? Bukankah dalam realita terlalu sering agak  tergesa-gesa, tidak tenang, pikiran penuh dengan rencana usaha manusiawi, hati penuh keraguan bahkan bibir tidak berhenti berbicara? Kalau memang benar demikian, mungkin baik kita merefleksi lebih dalam, apakah sungguh sudah melayani Tuhan dalam doa dengan usaha yang sudah sedemikian besar, seperti yang diupayakan  dalam dunia kerja untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Untuk berhasil dengan baik dalam dunia kerja, para orang tua  tidak tanggung-tanggung sejak dini menyekolahkan anaknya pada sekolah  favorit yang tentu mahal, ditambah lagi dengan pelajaran les tambahan berbagai bahasa, seni, logika. Untuk bisa diterima dalam dunia kerja yang kompetitif, tidak sedikit orang rela menimba ilmu setinggi mungkin untuk mencapai gelar tertinggi bahkan studi sampai di luar negeri.Semuanya baik adanya, yang menunjukkan bahwa manusia sungguh berupaya sekuat kemampuan demi memperkembangkan diri serta kemampuan yang sudah dianugerahkan Tuhan. Namun kalau dibandingkan dalam konteks  berelasi dengan Tuhan dalam doa, apakah sudah ada usaha yang luar biasa besar seperti dalam dunia kerja?
Beberapa orang mungkin berusaha keras, bahkan menghabiskan banyak waktu untuk merenung sabda Tuhan. Ada yang mengabdikan seumur hidupnya dalam keheningan di tempat sunyi  untuk berdoa dan bersemedi. Ada berani berziarah ke luar negeri, napak tilas di tanah suci dengan tujuan bersentuhan langsung dengan historisitas imannya, mengalami sentuhan secara personal sehingga bisa semakin memperteguh imannya. Sekarang, hampir dalam semua agama berlomba-lomba mengembangkan cara, model dan metode doa yang membantu  penganutnya  untuk dengan segenap hati, budi, kehendak, kekuatan mengarahkan diri pada Tuhan dengan penuh cinta. Yang kelihatannya seperti buang waktu, tetapi diyakini sebagai suatu persembahan waktu yang berharga untuk Tuhan yang dicintai.

Pelayanan pertama dan utama terhadap Tuhan
Apapun caranya, diimani bahwa doa merupakan bentuk pelayanan terindah kepada Tuhan bahkan harus yang pertama dan utama.Orang selalu bisa melayani sesamanya kapan dan di mana saja bahkan dengan penuh cintakasih dan pengorbanan besar. Bahkan secara kristiani pula disadari bahwa melayani sesame merupakan wujud nyata melayani Tuhan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Yohanes rasul terkasih Tuhan : Tidak mungkin orang mengasihi Tuhan, jika dia tidak mengasihi sesame yang dilihatnya.” Menjadi perjadi sebuah pertanyaan pula, apakah sungguh kita sadar bahwa ketika kita melayani sesame kita melayani Tuhan, sehingga pelayanan ini merupakan suatu pelayanan bernilai imani, yakni karena cinta akan Tuhan maka saya melayani sesama. Atau kalau hanya sekadar kewajiban semata, apalagi dengan motif mengharapkan imbalan misalnya kalau saya sudah melayaninya, suatu waktu dia juga harus melayani saya. Ini  baru sampai pada dimensi manusiawi.
Kalau kita bisa berdoa dengan baik, sepenuh hati dan seterusnya, tidak sekadar  bahwa memang sudah seharusnya sebagai makluk ciptaan Tuhan. Alangkah indahnya kalau semua itu dilakukan atas dasar kesadaran bahwa Tuhan sendiri menghendaki demikian dan mengundang kita untuk selalu ada bersama-Nya, dekat pada-Nya bahkan berdiam dalam hadirat-Nya. “ Barangsiapa tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak. Jikalau kamu tinggal dalam Aku dan  firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya.(Yoh. 15: 5,7)”. Luar biasa menjanjikan, undangan Tuhan ini. Bukan bualam tapi jaminan. Bahkan di dalamnya memuat syarat, kalau kita sudah sungguh berada dalam hadirat kasih-Nya, bersatu dengan-Nya, apapun yang kita butuhkan, akan diberikan pada saatnya. Ora et labora. Tidak dibalik, labora et ora. Artinya, untuk dan terhadap Tuhan, dinomorsatukan, baru untuk sesama. Berkat  dari Tuhan akan tercurah atas seluruh usaha manusiawi kita.

Buah melayani Tuhan
 Aneh tapi nyata dalam realita sehari-hari kita alami, bahwa  pemahaman yang cukup tentang doa, belum tentu menjamin kita bisa berelasi  secara baik dan segenap dengan Tuhan. Bahkan lebih celaka, tidak sedikit para pengajar, pewarta, pemimpin agama atau apapun namanya yang seharusnya menjadi barisan terdepan dalam kedekatan dengan Tuhan, ternyata  tidak jauh beda dengan orang biasa yang tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya berelasi dengan Tuhan. Tidak dipungkiri juga orang sederhana bahkan buta huruf yang tidak mengerti Kitab Suci, namun mengandalkan pendengarannya melalui pewartaaan Sabda, menjadi orang yang sungguh dekat berelasi dengan Tuhan. Tidak ada jaminan bahwa status hidup, tingginya pendidikan, pilihan hidup, menjadi  tanda kedekatan orang dengan Tuhan. Yang menjadi jaminan sekaligus  signalnya adalah apakah relasi dengan Tuhan itu menghasilkan buah. Buah doa adalah ketekunan. Bertekun dalam cinta kasih yang besar kepada Tuhan dan sesama. Buahnya adalah orang semakin rendah hati,sederhana, siap sedia melayani, tidak banyak komplein, menggerutu atau mengeluh baik saat suka, gembira maupun kala derita dan kekecewaan dialami.
Buah melayani Allah melalui doa, permenungan Sabda-Nya, menghasilkan sukacita terdalam yang terpancar dari raut wajah  polos, sederhana, nyaman dan menarik orang pada Tuhan untuk ikut bersyukur dan memuliakan Tuhan. Buah doa akan nampak dalam sikap penyerahan diri yang total pada rencana dan kehendak Allah, senang untuk bertobat, beramal dan berbuat baik tanpa mengharapkan apapun dan tanpa syarat. Buah doa sebagai pelayanan pertama dan utama kepada Allah, dapat  dinikmati dalam kedamaian hati yang menginspirasi hidup orang lain. Tidak menghendaki yang tidak berkenan di mata Tuhan.
Nyatalah kebenaran firman Tuhan ini, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya  itu akan ditambahkan kepadamu. ( Luk. 12 : 31)”.  Banyak kesaksian iman kita alami sepanjang usia kita, bahwa tanpa doa, tanpa kedekatan dengan Tuhan, nampak apapun sia-sia. Meski hidup bergelimang harta dan nama semakin panjang dengan deretan gelar, selalu ada yang merasa kurang dalam hidup ini. Suatu dahaga jiwa yang tak terpuaskan, karena kita belum sampai menyelam pada sumbernya yakni Tuhan sendiri yang telah melimpahkan segala anugerah.

Terlalu banyak kesempatan dan kemungkin yang sama  bagi setiap kita untuk  melayani Allah dengan cara hidup kita masing-masing. Melakukan sesuatu untuk Tuhan beda dengan melakukan sesuatu dalam  dan bersama Tuhan. Yang diharapkan dari kita sebagai insan beriman adalah melakukan segala sesuatu dalam dan bersama Tuhan. Dari situ mengalir suatu yang indah yang bisa  dibagikan untuk sesama. Kalau Tuhan sudah nomor satu, yang lainnya pasti beres. Kalau Tuhan sudah ditempatkan di atas segalanya dalam hidup kita, segalanya  akan baik-baik saja. Kalau kita berani melayani Tuhan sebagai yang pertama dan utama dalam hidup, segala kebutuhan kita akan terpenuhi tanpa kita memintanya.
Tuhan sungguh baik, bahkan terlalu baik.Kebaikannya tak terbatas. Tuhan juga tidak minta banyak, pun tidak menuntut.Tuhan  hanya berharap dengan pengharapan Ilahi bahwa anak-anak yang dicintai-Nya ini selalu dalam rangkulan kasih-Nya, tidak akan jauh-jauh dari-Nya dan tidak akan binasa. Kalau selama ini, prioritas hidup kita untuk melayani Tuhan dengan doa dan Sabda-Nya masih menempati porsi yang sedikit atau tidak sampai 5 atau 10 persen, kita dapat mengubahnya. Dunia ini selalu bisa berubah, dan kitalah insani pengubah hidup kita. Dalam dunia bisnis, ekonomi kita berani mengubah haluan, demi keuntungan yang lebih besar dan memenangkan persaingan. Kiranya sama dalam dunia imani, kita dapat mengubah prosentase hidup kita, untuk Tuhan  mungkin tidak sebesar  seperti mereka yang memang khusus  terpanggil untuk melayani Tuhan dengan doa yang tiada putus. Sedikitnya menambah beberapa porsen secara perlahan-lahan.Tuhan tahu dan pasti akan memperhitungkan semuanya. Ini tentu, demi  kebahagiaan hidup kita nanti kelak di surga. Tuhan secara ajaib bahkan bisa mengubah hidup kita  secara sangat spektakuler dengan mujizat-Nya, tetapi untuk apa jika tidak menambah iman kita kepada-Nya. Tuhan lebih ingin bahkan senang kalau semua itu tumbuh dari hati kita untuk selalu kembali kepada-Nya. Berniat  saja, sudah menyenangkan hati-Nya, apalagi sungguh dikonkretkan dan kita sudah berada dalam hadirat-Nya. Segalanya tentu lebih indah dari yang kita bayangkan selama ini. Siapa berani mencoba?***hm