Minggu, 03 Oktober 2010

Pesta 25th Sr. Gabriella, KKS


 

Bukan karena  enggan  merepotkan sesama.Bukan pula karena kurang  tepat waktunya yang  mepet  baru  selesai retret. Juga  bukan karena tidak memiliki banyak  teman di luar  sana. Sr. Gabriella,  memilih untuk  merayakan   pesta perak hidup membiara, tanpa   mengundang siapa-siapa.Sungguh hanya   tiga  keluarga yang mendapat  kehormatan khusus  diundang  untuk turut  bersyukur. Namun, baginya  pesta  tidak  begitu penting, yang terpenting  adalah  bersyukur.Merayakan  suatu kenangan istimewa  yang  terbaik  adalah bersyukur dalam Perayaan Ekaristi meriah. Karena Ekaristi  adalah  kurban syukur, kurban penebusan  dari Kristus  Sang  Junjungan.

Persis  dalam retret  yang baru selesai tema sentralnya adalah  misteri  Perayaan Ekaristi sebagai misteri penebusan Kristus bagi keselamatan manusia. Dalam Ekaristi  tercakup  semua  yang  menjadi  sumber  sukacita  penebusan dan pengharapan, sumber  dan puncak  hidup beriman. Misteri  Ekaristi  merupakan misteri  pemberian diri Kristus yang teristimewa  dan tak terbatas. Misteri  Ekaristi menghendaki pula agar semua  yang  terlibat mengambil bagian  dalam misteri ini  menjadi pribadi ekaristis, yang  mampu memberikan, membagikan hidupnya bagi orang lain, bagi dunia.

Bagi Sr.Ella, demikian bisa  dia disapa, memberikan diri  yang  terindah dan istimewa  adalah kepada  Tuhan sendiri, dalam seluruh penyerahan hidupnya. Ella  sudah mempersembahkan diri kepada  Tuhan lebih dari 25 tahun, dalam suka duka hidup  di biara. Pemberian diri yang telah diwujudkan melalui pelayanan kepada sesama dalam aneka  bentuk. Ella telah berkelana dari komunitas satu ke komunitas  lain, dengan variasi tugas  dan pelayanan. Semua itu telah diterima  dengan sepenuh hati dan dijalani dengan sukacita.

Pelayanannya  yang  berada  dalam biara  sebagai sekretaris  Kongregasi membuatnya  tidak banyak keluar  dan bergaul  dengan banyak orang. Apapun pelayanan tidak jadi masalah, di dalam atau di luar, bahkan di mana saja  tidak pernah boleh menjadi  halangan untuk  memuliakan Allah.

Suster  yang  sejak awal profesi  perdana 25 tahun lalu memilih moto “Tuhanlah perisai  dan kekuatanku ( Mazmur    ), mencoba  untuk sungguh-sungguh  menghidupkan moto  biblis ini  dalam seluruh pelayanannya. Sejak awal, banyak  berniat  masuk  biara banyak tantangan yang  dialami, terutama dari luiar  dirinya berupa   ajakan dan bujukan untuk  tinggalkan hidup membiara. Namun, Ella tetap bersikeras bertahan dengan satu  kekuatan yang diperolehnya dari Tuhan sendiri. Tuhanlah yang  melindungi, menudungi dan mengerjakan semuanya   baginya  dan dalam dirinya.

Kekuatan Tuhan sebagai perisai hidup inilah yang tetap menginspirasinya sampai hari ini  untuk memberikan diri  dalam pelayanan  sesuai  yang  dipercayakan Tuhan kepadanya melalui Kongregasi. Proficiat.***

 

 

KAYA DI HADAPAN ALLAH


 

Seorang  ibu sederhana  yang  sedang menggeluti  Sabda  Tuhan sebagai  santapan hariannya  pernah bertanya padaku :”Suster, Yesus  berpihak pada orang miskin, lemah dan tersingkir. Yesus  mengatakan bahwa berbahagialah orang yang miskin  di hadapan Allah. Dalam  magnificat Maria   dikatakan bahwa Ia  melimpahkan  segala yang baik kepada orang yang lapar dan menyuruh orang kaya  pergi dengan tangan hampa. Yesus kan datang untuk semua orang, baik kaya maupun miskin, tetapi sepertinya  Yesus lebih berpihak pada orang miskin.Bukankah Yesus  tidak membenci orang  kaya?  Bukankah orang menjadi kaya  karena berkat Tuhan. Bagaimana ya, bingung  juga.”

Dengan sedikit  pemahaman kucoba menjelaskan pada ibu  yang  berniat baik ini bahwa  persis  seperti pemahamannya, Tuhan  berpihak kepada semua orang baik kaya maupun miskin. Yesus mencintai orang kaya  juga orang miskin. Yesus  tidak membenci pribadi seseorang karena  sedikit atau banyaknya harta  yang dimiliki. Tetapi yang dikecam Yesus  adalah  sikap hati seseorang entah dia miskin atau kaya, tetapi  hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli dengan orang lain. Ada banyak orang kaya  yang rela berbagi, juga  orang miskin  yang meski berkekurangan  bisa  berbagi dengan sesama. Tentu kita  tidak menutup kenyataan ada orang yang  begitu kaya raya  tetapi  tidak peduli  dengan  orang lain bahkan saudara-saudaranya sendiri.  Sikap orang  yang seperti ini   yang dikecam Yesus.

Pembicaraan kami  di tengah pasar itu berakhir.Ibu itu kelihatan puas dengan jawabanku.  Pertanyaan ibu ini  tentang  paham kemiskinan dan kekayaan dalam  Injil menginspirasiku  untuk  mendalami dan  merenung  lebih dalam.

 

Allah sumber  kekayaan

 

Semua  manusia  tanpa kecuali  membutuhkan  harta  benda  untuk kelangsungan hidup. Kebutuhan pokok berupa  sandang, pangan, papan mutlak perlu. Sarana prasarana lain juga diperlukan untuk mendukung manusia  dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun  ada pemahaman bahwa dengan memiliki kekayaan, uang atau harta lain hidup manusia  akan bahagia. Memang  benar harta benda membantu manusia  bahagia  tapi bukan satu-satunya yang membahagiakan.

Keadaan miskin atau kaya  yang  berhubungan dengan kepemilikan atas  harta  benda materi  tidak  mutlak menjadi  sumber  kebahagiaan. Sedikit  atau banyaknya  harta  selain  diperoleh karena hasil usaha kerja  keras manusia, juga merupakan anugerah dari  Tuhan. Karena itu sepantasnya  sikap  yang  perlu dibangun  adalah bersyukur  kepada  Tuhan atas kemurahan kasih-Nya yang berlimpah. Yang memberikati usaha  kita  dengan kelimpahan kekayaan-Nya  yang tidak terbatas.

Ada banyak  bentuk ungkapan syukur  atas   kemurahan Tuhan. Antara lain  membangun sikap saling berbagi dengan sesama saudara  yang  kurang beruntung, yang hidup dalam kekurangan. Keadaan kurang beruntung  banyak  bentuknya antara lain, kurang  kebutuhan dasar sandang, pangan papan. Kurang  memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan karena terjepit situasi yang serba sulit. Kurang  cinta dan  kasih sayang  yang sangat  dibutuhkan untuk  membuat seseorang mengalami  kebahagiaan secara penuh di dunia ini.

Setiap bentuk berbagi  dengan yang berkukurangan hendaknya  dilandasi kasih.  Kasih merupakan  hakakat  Allah sendiri. Orang yang hidup dalam kasih, hidup  dan berada dalam kelimpahan Allah yang kaya raya. Bila kasih yang  menjadi  fundamen seluruh sikap berbagi manusia  baik materi maupun moril, maka kekayaan anugerah Allah yang tak terbatas, akan semakin berbuah dan memperkaya  hidup  rohani seseorang.Bahkan darinya  akan memancar  kemuliaan wajah Allah. Karena Allah berkenan dikenal dalam diri  orang-orang yang  ikut ambil bagian dalam  karya kasih dan keselamatan-Nya.

 

Persahabatan memperkaya  nilai – nilai kehidupan

 

Tidak semua  orang mampu mengembangkan sikap berbagi hidup  untuk memperkaya  kehidupan sesamanya. Ada  pemahaman bahwa  sesama  adalah  sesame saudara, keluarga, orang-orang dekat. Namun sebagai orang  beriman, Yesus telah mengajarkan bahwa sesama adalah  setiap  orang yang membutuhkan  pertolongan, yang sedang dalam keadaan tidak  berdaya baik materi, moril maupun rohani. ( Luk  10 : 36 – 37 ). Sebaliknya  kita pantas  disebut  sesama  oleh  orang lain, bila  kita menunjukkan kasih  kepada mereka.

Persahabatan, persaudaraan, kelompok-kelompok, oraganisasi tertentu yang   dibentuk manusia  dalam usaha mencapai  tujuan tertentu dan mengalami kebahagiaan  berkembang subur dalam masyarakat  kita. Persahabatan yang  baik  member nilai-nilai positif kehidupan. Di sana tumbuh sikap saling melayani, saling peduli dan menaruh kasih. Persahabatan yang demikian yang diimpikan setiap orang, yang  dapat  saling memperkaya hidup pribadi maupun bersama.

 

Panggilan untuk menyadari kemiskinan rohani

 

Memperkaya  hidup sesama  merupakan panggilan   hidup  beriman. Hidup  seorang beriman tidak dilandaskan atas  harta kekayaan duniawi semata, yang memang  kita perlukan, tapi  diletakan atas  dasar  rasa  syukur dan kasih yang besar  kepada  Tuhan, Sang  sumber  dan pemberi kehidupan. Hidup beriman  adalah hidup dalam  Tuhan yang  bermuara  dan bersumber  dari  Tuhan. 

              Hidup dalam Tuhan berarti hidup yang pertama-tama bukan bagi diri sendiri tetapi bagi orang lain dan kemuliaan Allah. Hidup dalam Tuhan adalah hidup yang mematikan keegoisan, hidup yang mematikan kesenangan pribadi, hidup bagi mereka yang membutuhkan uluran kasih, hidup yang tahu kemanakah kita harus melangkah dan berjalan, hidup yang tidak mengejar kekayaan duniawi semata, tetapi hidup yang mencari kekayaan rohani. Inilah hidup seorang yang kaya di hadapan Allah.  Inilah hidup yang sejati yaitu hidup dimana semua orang boleh merasakan kekayaan rahmat dan kasih karunia Allah melalui apa yang kita bagikan kepada sesama kita.

              Dengan merasakan kekayaan rahmat  Allah, kita  akan semakin dimampukan untuk selalu  sadar   akan kemiskinan diri kita  secara  rohani, yakni  kehausan  akan kasih sayang sesame dan dahaga  yang  tak terpuaskan di dunia  ini  akan kehadiran dan kasih Allah yang menetap dalam hati kita.

 

 

Panggilan untuk rendah hati

 

Orang  yang  berani  hidup dan memperkembangkan kehidupannya  dalam tuntutan tangan Allah  yang kaya  raya dengan  peduli pada  sesama, membangun dalam dirinya  suatu sikap batin yang  berkenan di hadapan Allah yakni rendah hati. Orang beriman dipanggil untuk  bersikap rendah hati satu sama lain, sebagaimana  Tuhan sendiri  sangat  rendah hati dalam segala  hal.Tuhan yang  mau memperhatikan dan melimpahkan segala yang baik kepada  kita  menurut  ukuran pemberian-Nya.

Sikap  rendah hati memungkinkan   tersedianya  tempat  di hati  yang lebih luas  bagi Allah  dan tempat  yang lebar dan lapang  bagi sesama. Orang yang tinggi hati , mempersempit  ruang bagi Tuhan untuk berkarya dan karenanya  sulit baginya  untuk   membangun sikap yang sesuai kehendak Allah. Bagaimana mungkin seseorang  dapat  berlaku baik dan memperkaya hidup sesamanya, jika    untuk Tuhan saja   hampir  tidak punya tempat.

 

Hidup dalam kelimpahan kekayaan Allah

 

Dalam dunia masa  kini, banyak orang beriman   terpengaruh dan terjebak dengan konsep  hidup duniawi yang mengumpulkan harta kekayaan duniawi sebanyak mungkin  sampai lupa apa yang mesti  diupayakan sebagai investasi ke surga. Kekayaan duniawi sangat baik dan bagus. Namun  kekayaan  rohani, jauh lebih baik dan bagus, yang  tidak akan layu ditelan musim, tak akan lekang oleh waktu, tidak dicuri orang  atau dimakan ngengat  atau karat  dan using karena usia. Kekayaan yang  berupa  perbuatan kebajikan dan keutamaan  yang memperkaya  hidup sesame dan menyenangkan hati Tuhan.

Bagaimana menginvestasi  modal  diri  untuk  menjadi kaya  di hadapan Allah? Tidak ada cara lain yang lebih tepat  selain membuat diri menjadi miskin di hadapan Allah, miskin dalam roh. Artinya  membangun sikap batin yang rendah hati di dalam Allah. Selalu bersyukur  bahwa  yang  dipunyai dan diijinkan Tuhan  dimiliki secara materi di dunia  ini, semuanya  berasal dari Tuhan. Milik Tuhan  yang dipinjamkan dan dipercayakan  oleh Tuhan pada  kita untuk  dikembangkan.

Yesus mengingatkan orang beriman  untuk berjaga-jaga dan waspada  terhadap segala ketamakan. Sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung  dari  hartanya  itu.” Yesus  juga mengisahkan perumpamaan  tentang  orang kaya yang bodoh  yang menimbun harta  sedemikian banyaknya, tetapi kemudian  mati konyol  di tengah kekayaannya. Lukas 12 : 13 – 31. Yesus  juga memuji bahagia  orang  yang miskin di hadapan  Allah. Yesus  juga menghendaki agar kita  tidak kuatir  dengan banyak perkara duniawi yang kadang kurang penting yang bisa menjerat  dan membelenggu kita, sampai  tidak punya  daya  untuk  menjadi  kaya  di hadapan Tuhan.

Pilihan  hidup   yang  terbaik  sebagai  orang beriman adalah  merayakan hidup  di hadapan Allah  dengan  kepedulian pada  sesama  yang  didasarkan pada  kasih akan Allah  dan kehendak baik untuk memperkaya hidup sesame demi kebaikan bersama. Sehingga   di antara kita, tidak ada  yang  hidup  dalam kemewahan yang berlebihan sementara  saudaranya  mati kelaparan atau merana  karena kemiskinan dalam berbagai bentuk yang tiada taranya. Yesus datang  supaya  kita  hidup bahkan  hidup  dalam kelimpahan.  Yesus telah  menjadi miskin karena kita, supaya  kita menjadi  kaya dalam nama-Nya.***

 

 

Jumat, 01 Oktober 2010

MENERIMA TANPA MENGHAKIMI

 


 

Beberapa bulan lalu aku berkesempatan menemui  temanku seorang suster.Kami pernah berjumpa dan bersahabat 7 tahun yang lalu dalam Kursus Persiapan Kaul Kekal di Roncalli-Salatiga. Dia sabahat baikku, yang sangat mengerti aku. Waktu itu,  setiap hari kami selalu berdoa bersama di gua Maria. Dia sangat setia menungguku untuk berdoa. Orangnya sangat sederhana. aku  merasa tenang dekat dengannya.Umurnya tidak terlalu jauh dariku, meski lebih tua sedikit. Pembawaannya yang sederhana dan tenang menginspirasiku waktu itu.

Nampaknya aku merindukan pribadi dan kepribadian yang seperti itu. Mungkin karena aku tidak memilikinya. Bawaanku yang suka berbicara dan ribut, tertawa keras-keras  tanpa santun, merindukan sesuatu yang tenang, bersahaja. Kekagumanku pada kepribadiannya, berhenti sampai  di situ. Setelah Kursus selesai, semuanya juga berakhir. Tidak ada kontak sama sekali, tidak ada kabar berita.  Sampai aku bertemu dengannya, suatu pertemuan yang sengaja diatur, karena aku ingin berjumpa dengan teman-teman yang pernah kukenal. Benar saja, dugaku. Dia masih seperti yang dulu. Penuh senyum hangat merangkul dan memelukku sambil berkomentar, “ wah.. kamu agak gemuk” Pertemuan kami layaknya pertemuan Maria dan Elisabeth… ada sukacita  yang mengalir di dalamnya. Sejenak bernostalgia lalu kucoba menanyakan tugas  dan pelayanannya.

Dari dulu sama, dia melayani di dapur  rumah sakit dengan lebih dari 50 karyawan dapur, menangani makanan pasien 400 orang setiap hari. Kuamati dapur  rumah sakit yang luas dan penuh barang dengan orang-orang yang sedang bekerja. Aku terkagum-kagum, semuanya rapi, teratur, tersusun, terjadwal. Dia menunjukkan jalan  dan tangga yang dilewatinya setiap hari dari rumah ke dapur rumah sakit sambil berseloroh “ Nich  … lihat, lantai ubin yang timbul-timbul jadi licin seperti ini karena selalu dipijak kakiku.”Kucoba bertanya : “ Apakah tidak bosan? Selama bertahun-tahun di ruangan yang sama, dengan jalan yang sama, menghadapi orang-orang yang sama?” Dengan tersenyum ia menatapku dan menjawab : “ Nda lah, nda bosan. Wong ini sudah jadi pelayananku dan bagian dari hidupku. Diterima dan dijalani saja, tiap-tiap hari…Tahu-tahu sudah lewat sehari… seminggu, sebulan… setahun.. terus menerus begitu. Kalau tidak diterima dan dihitung-hitung wach.. susah. “

Kataku  membatin. Wach  … hebat orang ini. Benar dugaku, kesederhanaannya tidak berubah. Malah makin mendalam. Ketika orang-orang masa kini mulai memilih pelayanan yang bisa dilihat, dikagumi orang lain, kerja kantoran, dengan seabrek alat-alat canggih yang memenuhi menja kerja,  temanku ini  tidak berpikir untuk menonjolkan diri. Diterima dan dijalani saja apa yang sudah ditentukan baginya sebagai sebuah panggilan jiwa. Kalau  aku, aduh.. benar  ngga sanggup, sehari ngga  melihat matahari rasanya  kacau hati. Sehari tidak berjalan-jalan  rasanya kaki pegal. Orang ini, begitu setia dan tekun dalam pekerjaannya yang tidak nampak dan tidak ringan itu.

Memasak makanan di dapur bagi pasien bukan perkara gampang, seringkali banyak yang komplein, itu kisahnya. Tetapi dia cuma senyum-senyum saja ketika kutanya, kalau  dikomplein bagaimana? “Yach… diterima… dievaluasi lalu dibuat sesuai selera mereka, dilayani lebih baik lagi », jawabnya dengan tenang.  Kali  ini batinku teriris-iris,bukan karena panasnya dapur dengan aroma masakan  dan kue yang  membuat perutku berontak, tetapi aku teringat kalimat indah yang selalu disebut pastor pendamping saat yang baru selesai kuikuti. Kalimat yang sama yang selalu diungkapkan “accepting without judging” menerima tanpa komplein, tanpa memberontak, tanpa menghakimi.Dalam suasana retret kulumat-lumatkan kalimat indah itu seperti baru pernah mendengarnya dan kucatat dalam memori otakku, tetapi di sini, di dapur rumah sakit itu, aku menemukan SAKSI  HIDUP yang telah menghidupi kalimat indah itu. Aku merasa sangat kecil dan kalah … sebab ketika aku baru berniat menghidupi saja,  ada orang yang sudah lama sekali memilikinya.

Permenunganku semakin panjang  dan  dalam. Kulihat  dalam benakku kenyataan hidupku yang begitu penuh pemberontakan dan penolakan,   yang telah membuat hatiku sendiri tidak tenang dan  menjadikanku memikul cap pemarah atau pemberontak.Betapa  telah banyak waktu hidupku terbuang lebih dari 36 tahun hanya untuk hal-hal sepele karena ketidakmampuan dan ketidakmauan untuk MENERIMA. Menerima apa saja tanpa menghakimi. Padahal hatiku tahu dan budiku sadar, menerima  adalah kunci ketentraman hidup.

Tuhanku yang hebat dan pemurah telah mempertemukanku dengan temanku itu, untuk menunjukkan padaku borok-borok bernanah dalam diriku.Sekaligus menunjukkan bahwa kerinduanku untuk tenang , diam, sederhana, sebenarnya memiliki satu kunci utama “ hening dan menerima tanpa menghakimi.”Bahwa  kerinduanku itu  juga kerinduan Tuhanku,  bahwa sebenarnya tidak sulit untuk  diupayakan asal aku mau. Terima kasih, Tuhan, terima kasih Teman buat hidupmu yang menginspirasi diriku. ***hm

SOMBONG


 

“Prak gedebraaak”   salah satu bunyi yang menyadarkan aku bahwa  si sombong  terlalu  percaya diri”

Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 17.15 WIB. Si  sombong  bersama rombongan  pergi menuju  rumah Tuhan untuk  menunaikan ibadat mingguan. Si sombong bersama rombongan menempuh perjalanan ke   gereja dengan sepeda mini. Ketika mulaui memegang sepeda untanya, si sombong mulai berpikir, inilah saatnya aku mau  menunjukkan sikapku bahwa aku juga tidak gengsi naik sepeda.Jarum jam terus berputar menunjukkan waktu semakin dekat  misa  dimulai.Si sombong  mengayuh sepeda dengan riang gembira.

Dalam perjalanan hampir  si sombong  selalu menunjukkan kebolehannya dengan melepaskan tangan sebelas seraya menggoyangkan badan tanda bahwa  ia tetap energik meski sudah lama tidak mengendarai sepeda. Misa  dimulai.Dengan napas  tak  beraturan serta keringat bercucuran si sombong mengikuti  misa  dengan baik. Si sombong  mengikuti misa dengan hati yang sombong. Misa selesai, si sombong  dan rombongan pulang ke rumah.

Di tengah jalan si sombong kembali  beraksi menunjukkan kebolehannya, melepaskan sebelah tangan seraya mengayun-ayunkan buku doa yang dibawanya. Untuk ketiga kalinya si sombong menunjukkan kebolehannya dengan menyebrang  jalan yang bukan jalurnya.Si sombong yakin bahwa dirinya  mampu untuk mengatasi  untuk mengatasi segala kemungkinan yang akan terjadi. Bertepatan ketika  si sombong menyusuri  jalur  jalan lain, ia mulai merasa adanya teguran halus dalam hati : “turun saja, jalan kaki”. Tetapi sisi lain hati si sombong menjawab : “ ah, jalanan sepi,  kok disuruh berjalan, tak mau ah”. Si sombong  tetap mengayuh sepedanya.

Tiba di persimpangan jalan  terdengar suara : “ praak, gedebrak”. Si  sombong terkejut  dan bertanya : “ada apa ,ya?”.Sejenak kemudian si sombong baru sadar bahwa dirinya  jatuh terbanting  di jalan, terluka dan sakit sekali. Dalam kesakitan si sombong sadar bahwa  dosa kesombongan membawa sengsara  belaka. Kini  si sombong dalam keadaan tak berdaya, hari-hari dilalui  dengna merenung dan berkata “ Tuhan, ampunilah aku” sembari menunggu waktu menyembuhkan luka dan sakit  karena sombong.***   vita

TAK BERDAYA


 

Wahai semua sahabatku

Burung  di udara berkicau riang

Bumi dan alam memancarkan keindahan

Semua sahabatku menari bersukaria

Duhai  sahabatku

Betapa aku rindu bersamamu

Menari, menyanyi dan bersukaria

Bagaikan burung yang  berkicau riang

Semua kerinduanku setiap saat

Menanti datangnya sang  mentari

Mengangkat aku ke gunung yang tinggi

Menyapa dan menghibur aku

Wahai sahabatku

Sampai kapan aku menunggu

Sang mentari yang datang

Memberi  saluran  kehidupan

Duhai sahabatku

Lihatlah aku

Yang tak sanggup berbuat sesuatu yang lebih

Badanku lemah, letih, lesu, nyeri

Kerinduan demi kerinduan

Membayang  di  pelupuk mataku

Sampai kapan

Hidup dalam ketakberdayaan ini. *** Vitalis

 

 

 

 

 

Tuhan,

Engkau menganugerahkan aku hidup

Kau limpahi aku dengan rahmat-Mu

Kau  hujani  dengan mukjizat-Mu

Kau sirami dengan cinta-Mu

            Kehadiran-MU senantiasa kurindukan

            Sapaan-Mu menggema dalam diriku

            Manakala aku tinggal dalam Engkau

            Tuhan, ini aku, terimalah aku

Perlahan kubuka pintu hatiku

Kubiarkan Engkau masuk

Kubiarkan apapun yang Kaulakukan

Menurut kehendak-Mu terjadilah

            Kunikmati sentuhan kasih-Mu

Kurasakan belaian cinta-Mu yang mesra

Kupandang  kelembutan-Mu

Yang menyadarkan bahwa aku milik-Mu

Terimalah persembahan diriku

Sebagai  hadiah   terindah untuk-Mu

Jadikan aku mutiara-Mu

Yang indah bagi-Mu.*** Vitalis