Rabu, 06 April 2011

Profesional dalam Profesi Kaul



Lakukan apa yang dikatakan kepada-Mu” Yohanes 2 : 5




 

Kapitel yang merupakan puncak penghayatan hidup rohani para suster sudah berakhir. Berbagai aspek hidup religius yang dimunculkan, diendapkan, direflesikan, direnungkan secara mendalam selama masa berahmat ini, menjadi bagaikan buah bungaran yang dirangkai indah dan dipersembahkan kembali kepada Tuhan.
Meski bukan sebuah akhir dari segalanya, Kapitel telah membawa angin baru pembaharuan hidup dalam persekutuan dengan Allah dan sesama.Atas nama cinta kepada Allah, perziarahan hidup ini mesti selalu diteropong dari prespektif Allah yang telah memanggil dan memilih hamba-hamba-Nya untuk ikut serta dalam perluasan Kerajaan-Nya di bumi ini.
Semua suster sadar, bukan perkara gampang juga bukan pekerjaan yang mudah. Mempersembahkan diri pada Allah mengisyaratkan harus memiliki disposisi batin yang terbuka lebar untuk dilewati dan dicurahi rahmat oleh Tuhan. Sekaligus menempatkan Allah dan kehendak-Nya di atas segalanya, manut, nurut, patuh dan taat yang tidak sekadar mau tetapi harus berlandaskan atas kasih yang besar pada Allah.
Harapan dan impian bersama telah tertuang dalam keputusan dan rekomendasi. Semua merupakan pekerjaan rumah selama empat tahun. Lalu apa yang mesti lebih dahulu diselesaikan sebelum yang lainnya? Seperti seorang guru profesional yang memberi PR pada muridnya menurut intensitas bobot soal, demikian pula, para suster diharapkan bersikap proaktif dan selektif serta tahu memprioritaskan mana yang terpenting dan harus didahulukan dan menjadi pembuka jalan untuk mempermudah langkah selanjutnya.
Menurut Sr.Yoanna, KKS, abdi Tuhan yang terpilih sebagai Pemimpin Umum KKS periode 2011 – 2015 ini, dalam kata sambutan perdana saat Perayaan Ekaristi usai kapitel menegaskan bahwa yang terpenting adalah beriman, memiliki kasih sejati pada Tuhan dan kecintaan yang besar pada Kongregasi yang harus diwujudkan secara bersama. Maka semua suster perlu bersatu dalam kesatuan cinta dan kebenaran. Dalam jalan kebenaran, kita percaya, pasti berada bersama dalam jalan Tuhan dan kehendak-Nya. Bersama dan bersatu dalam kebenaran, kita pasti bisa.
Bapak Uskup Pangkalpinang, Mgr, Hilarius Moa Nurak, SVD dalam kotbahnya pada misa penutupan Kapitel Umum mengharapkan agar para suster sungguh mengembangkan profesionalitas dalam profesi hidupnya sebagai religius. Hidup berkaul yang sering dinamakan profesi adalah sebuah profesi yang berarti orang-orang yang mengucapkan kaul atau profesi religius mengikatkan dirinya pada suatu tugas pengabdian atau profesi yang lebih profesional dari orang lain yang tidak memilih hidup religius.
”Kalau profesi religius sungguh-sungguh dihayati dalam seluruh aspek hidup seorang religius, maka akan kelihatan hasil buah yang melimpah, sehingga bentuk hidup ini semakin menampakan kesaksian hidup yang berakar dalam Kristus sebagai sumber, asal dan tujuan dan semakin menarik banyak kaum muda untuk memilih profesi hidup religius sebagai jalan hidup untuk mengabdi Allah dan sesama, tambahnya.
Usai perayaan Ekaristi, diadakan serah terima jabatan DPU lama Sr.Yosepha Bahkeetah, KKS kepada DPU baru Sr.Yoanna, KKS secara simbolik. Serah terima jabatan secara resmi dilangsungkan di biara pusat KKS pada Selasa, 15 Pebruari 2011.Proficiat untuk Dewan Pimpinan Umum KKS periode 2011 – 2015.***

Selasa, 05 April 2011

ANTARA AKU DAN AYAH

Aku terlahir sebagai anak sulung dari ayahku seorang guru tamatan SGB dan mamaku jebolan sekolah dasar. Ketika aku lahir ayahku berusia 39 tahun dan mama 21 tahun. Kehadiranku dikehendaki, didambakan dan dinantikan oleh orang tua dan semua keluarga. Ayahku memberi nama bagus padaku, Kurnia, sebuah nama yang mengandung makna anak kurnia Tuhan. Ayah berharap dengan nama itu, aku menjadi anak yang membawa berkat , karunia bagi keluarga dan orang lain.
Aku mengalami masa kecil yang bahagia, disayang oleh semua keluarga. Kebutuhanku terpenuhi. Apa yang aku kehendaki dituruti. Sejak tahu membaca, buku-buku perpustakaan memenuhi rumah dan setiap hari aku melahap buku-buku itu. Ayahku seorang yang rajin berdoa, bersahabat dengan para misionaris, seorang legioner aktif pada masa mudanya dan menyukai hal-hal rohani. Tak kurang di rumah kami, ada majalah HIDUP, banyak buku rohani anak-anak yang tersedia dan selalu ayah tuliskan pada lembaran pertama: “Anak-anakku, bacalah buku ini.” Di bawah tulisan, ayah membubuhi parafnya dan tanggal pembelian buku.
Sejak kelas III SD, aku sudah disertakan dalam kelompok Doa Kerasulan Maria Fatima, yang harus rajin berdoa rosario,misa dan membaca Kitab Suci. Aku dididik pada sekolah yang bermutu, dengan frater sebagai kepala sekolah dan staf pengajar. Sekolah yang mempunyai kurikulum budi pekerti, yang ada ziarah dan wisata rohani, rekoleksi dan retret tahunan yang teratur, yang memanfaatkan bulan Kitab Suci Nasional dengan baik, diperkaya dengan novena dan beragam hal rohani lainnya. Meski biaya sekolah sangat mahal untuk ukuran ayahku. Demi kenyamanan dan kesuksesan belajar, sejak kelas I SMP aku sudah dititipkan di asrama agar bisa mandiri dan belajar teratur.
Aku bersyukur mendapatkan semua yang kuperlu pada masa kecilku dari kebijaksanaan seorang ayah yang bertanggung jawab. Namun satu saja yang tidak kuperoleh sejak masa kecilku dari ayah, yakni kehadiran dan sentuhan fisik ayah terhadap anak. Sejak aku lahir, ayahku mengajar di pelosok, jauh dari rumah kami di kota. Sekali atau dua kali dalam bulan, ayah baru mengunjungi kami.
Sampai aku hampir tamat SD, ayahku baru mengajar di sekolah dekat rumahku. Aku bisa mengalami hidup bersama ayah. Selama 10 tahun usiaku, ayah tidak mengikuti perkembangan emosional diriku. Yang ayah tahu, aku sudah makin besar, suka menyanyi, sering ikut perlombaan di sekolah, nilai rapor selalu bagus, rajin ke gereja,pandai memimpin doa Rosario dan anak penurut di rumah. Hanya satu tahun dalam seumur hidupku, aku hidup bersama ayah, sesudahnya aku tinggal di asrama yang waktu liburan baru pulang ke rumah.
Hidup tanpa kehadiran ayah sejak masa kecil, berpengaruh besar pada watak, perangai, tingkah laku terutama emosional afeksiku. Aku berkembang menjadi anak yang kurang menaruh respek pada ayah. Jarang sekali aku turut nasihat ayah.Aku lebih mudah meniru apa yang ditulis dari buku yang dibeli ayah daripada petuah ayah. Jarak hati antara aku dan ayah bagaikan sejauh timur dari barat. Aku sayang ayahku, benar-benar sayang. Tetapi tidak tahu bagaimana cara menyayangi ayahku dengan tindakan nyata. Kalau ayahku sakit, kekuatiranku tak sebesar seperti kalau mama sakit. Semuanya biasa-biasa saja. Bahkan dalam banyak hal saat mengalami kesulitan saat ini, aku kerap mempersalahkan ayahku dan berdalih bahwa ketidakhadiran pada masa emas diriku waktu kanak-kanak mempengaruhi emosional masa dewasaku.
Memang kutahu dari pengolahan hidup dan buku psikologi perkembangan yang kubaca. Pengaruh pendidikan masa kecil, kehadiran orang tua, suasana rumah dan keluarga, budaya dan masyarakat membentuk watak, kepribadian seseorang. Baik dan buruk,mudah sukarnya, sudah tertanam sejak masa kecil. Aku ditolong oleh pembimbing untuk menerima realita kasih ayah waktu masa kecil dan belajar memahami kesulitannya yang berhadapan dengan dilema antara pekerjaan untuk nafkah keluarga atau berada di rumah bersama anak-anak tetapi kehilangan pekerjaan. Aku diajak untuk mengampuni ketidaktahuan dan keterbatasan ayah sebagai seorang manusia lemah.Karena hanya pengampunan, penerimaan akan membebaskan aku dari perasaan terbelenggu oleh rasa defisit afeksi, merasa tidak penuh dan utuh sebagai anak dan kurang kasih sayang ayah pada masa aku sangat membutuhkannya.Pengampunan merupakan jalan pembebasan dan penyembuhan bagiku.
Meski relasi antara aku dan ayah, seperti relasiku dengan tetangga hatiku mengasihinya.Tapi, sayang sekali aku tidak tahu bagaimana mewujudkan rasa kasih itu. Cukup sulit dan terasa janggal bagiku untuk bercakap-cakap dengan ayah. Hatiku jauh dari ayah, meski siang malam aku selalu berdoa untuk kesehatan dan keselamatannya. Meski tampangku cuek bebek pada ayah, tapi ayahku benar-benar harapan dan sandaranku.

Ayah sangat mencintai aku, mempersembahkan aku pada Tuhan, memohonkan semua yang terbaik bagiku. Ketika mendengar aku sakit, ayah berani berdoa dan membuat penawaran dengan Tuhan. Kalau Tuhan mau ambil, jangan aku anaknya yang masih muda ini, tapi ayah saja.
Dua kali setahun aku baru menghubungi ayah via telepon untuk mengucapkan selamat Natal dan Paskah.Kuakui sebesar apapun usaha ayahku untuk dekat di hatiku, ternyata sudah tak teraih lagi. Satu hal yang memberiku hiburan. Secara rohani aku berusaha sedekat mungkin dengan ayah pada usia tuanya ini.Kukisahkan suka dukaku dalam pelayanan. Beberapa waktu lalu ayah menceritakan kegiatan rutinnya. Ayah selalu berdoa Rosario dua misteri, sebelum Misa pagi. Dua misterinya didoakan sore hari. Ketika kutanya, kapan berdoa untukku? Ayah menjawab:” Ayah sudah banyak berdoa untukmu, satu hari dua kali Rosario untukmu.Peristiwa gembira keempat Yesus dipersembahkan ke Bait Allah, supaya persembahan dirimu penuh.Dan peristiwa mulia ketiga Roh Kudus turun atas para rasul supaya kamu dengan bantuan Roh Kudus, selalu bijaksana dalam melayani Tuhan.Ini sudah istimewa, sebab semua anak yang lain dapat doa ayah hanya satu kali, untukmu dua kali. Ayah tahu, hidup sepertimu sangat butuh dukungan doa. Sebab kamu hidup dan berkarya bukan untuk ayah dan ibu tapi untuk Tuhan.”
Mendengar aku didoakan lebih dari anak lain, hatiku sangat terharu. Ayah mencintai aku dengan segala cara, meski hatiku jauh darinya.Ayahku tidak pernah menuntut aku harus menghormati, menghargainya sebagai ayah. Ayahku menerima resiko kenyataan anaknya tidak hanya jauh dari pandangannya tetapi jauh dari hatinya. Sejak kecil ayahku belum pernah meminta apapun dari aku dan aku belum pernah terdorong untuk memberi apapun untuk membahagiakan ayah. Ayahku menerima penyakit di masa tua sebagai salib hidupnya. Kerinduan ayah hanya satu, panjang umur supaya masih bisa bertemu aku, melihatku berpakaian suster dan sekali boleh berpose bersama ayah untuk diabadikan.
Aku tahu ayah membanggakan aku, salah satu dari anaknya dipilih Tuhan jadi abdi-Nya. Ayah tahu diam-diam aku membanggakannya sebagai ayah yang kuat dan bertanggungjawab. Meski kami tidak tahu cara untuk mengungkapkan rasa hati , hatiku dan hati ayah tahu, kami saling mencintai.Aku sadar, tak bisa membalas kasih ayah tapi aku punya hadiah terindah, doa yang tiada putus untuk ayah, hidup sebagai abdi Allah yang setia untuk membahagiakan ayah sebab itu kerinduannya.**hm

MARIA DALAM PERSTIWA DI KANA

Maria dalam Peristiwa Yerusalem

Kisah Maria dalam peristiwa di Yerusalem, dapat kita baca dari Lukas 2 : 21 – 40; Lukas 2 : 41 – 52 dan Kisah Rasul 1 : 12 – 14. Dengan membaca tiga teks ini, membantu kita masuk dalam tiga peristiwa yang mewarnai kisah iman dan panggilan Maria yang terjadi di Yerusalem. Peristiwa pertama, ketika Yesus disunat dan diserahkan kepada Tuhan. Peristiwa kedua, pada saat Maria, Yusuf dan Yesus mengikuti perayaan paskah Yahudi. Peristiwa ketiga, ketika Maria berdoa bersama dengan para rasul dan beberapa perempuan lain menantikan Roh Kudus yang akan dicurahkan kepada para rasul.
Jiwa dan sikap kontemplatif yang dihayati Maria didasarkan pada sikap dan semangat ibadah dan doa yang mendalam. Hubungan antara Maria dan Allah dalam naungan Roh Kudus dihayatinya melalui ibadah dan doa yang terus menerus dan menjadi landasan hidup dan keluarganya. Peristiwa Yerusalem memberikan inspirasi kepada kita bahwa Maria adalah orang yang tekun beribadah. Maria adalah seorang pendoa. Tidak hanya sekadar pendoa tetapi pendoa sejati, yang menghayati hidup doa dalam keseharian hidupnya dan menjiwai seluruh hidup rumah tangganya dengan semangat doa.
Ibadah dan doa dihubungkan dengan Yerusalem sebagai pusat peribadatan tradisi keagamaan Yahudi. Dalam injil terdapat dua kisah permenungan yang menghubungkan Maria dengan Yerusalem, yakni kisah tentang kanak-kanak Yesus dipersembahkan ke Bait Allah di Yerusalem dan kisah remaja Yesus yang tinggal di Bait Allah yang sama. Dalam kisah para rasul, memang disebut Yerusalem, walau tidak dihubungkan dengan bait Allah, namun isinya menunjuk dimensi doa yang dihayati Maria. Dalam pandangan teologis Lukas, Yerusalem adalah tempat terpilih pelaksanaan karya penyelamatan Allah. Di kota itu terdapat Bait Allah, pusat segala tindakan peribadatan dan doa. Yerusalem memiliki peran penting aspek ibadah dan doa seperti yang dihayati oleh Maria.
Yerusalem menjadi semacam rangkuman perjalanan Bunda Maria dalam menanggapi panggilan Allah. Dalam peristiwa Yerusalem terungkap semangat hidup dan jati diri Bunda Maria yang terpilih sebagai Hamba Allah. Di sisi lain dalam peristiwa Yerusalem terlukis jelas resiko atas panggilan Maria yang telah dijawabnya dengan seruan fiat “Terjadilah padaku menurut kehendakMu”. Dalam peristiwa Yerusalem seluruh pergumulan batin Bunda Maria mendapat jawaban sempurna. Dalam seluruh pergumulan panggilan itulah, Bunda Maria sungguh menjadi Ibu Juruselamat,Yesus Kristus. Itulah jejak Bunda Maria dalam menangggapi panggilan Allah, yang sekaligus menjadi teladan yang sepatutnya terus-menerus menginspirasi kita dalam upaya menanggapi panggilan Allah dalam kehidupan kita sehari-hari.
Sebagai orang beriman Kristiani maupun yang terpanggil sebagai biarawati KKS kita diundang untuk menggumuli panggilan kita sehari-hari dalam suasana ibadah dan doa. Orang mengenal hidup kita sebagai hidup yang penuh puji-pujian dan doa kepada Allah. Sebagai orang-orang yang dipanggil secara khusus oleh Tuhan untuk membenamkan diri dalam sabda Tuhan dan karya-Nya. Dari pengalaman Bunda Maria, kita melihat bahwa tidak ada sesuatu hal pun yang lebih bernilai daripada doa, relasi yang akrab mesra dengan Allah yang diimani. Doa tidak hanya meringankan beban berat kehidupan. Doa tidak sekadar pekikan hati yang berteriak minta tolong pada Tuhan. Doa juga tidak hanya ungkapan syukur verbal yang rutin. Doa juga akan dan harus secara nyata memampukan kita menjawab panggilan Allah dengan penuh kerendahan hati dan penuh penyerahan kepada Allah. Doa yang demikian hidup, sehingga kita pun berani berkata seperti Bunda Maria entah waktu baik, entah waktu kurang baik “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendakMu”***

Inkleding Sr. Stevani,KKS


BERSATU DALAM KEBENARAN MEMBANGUN KELUARGA ALLAH

Kita semua mempunyai sebuah keluarga, terlahir dan dibesarkan dalam keluarga. Setiap kita mempunyai ayah dan ibu, suadara dan keluarga besar yang dari mereka kita belajar banyak hal. Namun tidak semua orang merasakan bagaimana hidup dalam sebuah keluarga meskipun berasal dari keluarga.
Seorang teman pernah berkisah tentang masa kecilnya. Terlahir sebagai anak yang tidak sepenuhnya diharapkan orang tua untuk hadir di bumi, sepertinya dia ada begitu saja. Masa kanak-kanaknya dia merasa bertumbuh sendiri, karena si ibu sibuk mengurus saudaranya yang lain. Dia dirawat oleh kakaknya yang tentu beda dengan ibu. Masa kecilnya memprihatinkan, sepertinya tidak terlalu dipedulikan meski makanan dan minuman memang tersedia, tapi kehilangan kasih sayang. Tidak ada yang mencarinya ketika dia pergi bermain jauh dari rumah, tidak ada yang mengajarkan hal-hal yang baik dan tidak baik. Dia lebih banyak belajar dari teman sepermainan dan tetangga. Dia cuma tahu satu saja, kalau dia salah dihajar oleh ayahnya habis-habisan dan dihukum ibunya tidak makan. Teman ini tidak mengalami kasih yang sesungguhnya dan layak diperoleh oleh seorang anak, yang katanya sangat mempengaruhi hidupnya saat ini.Kisah di atas merupakan salah satu gambaran sebuah keluarga yang ”tidak utuh” karena banyak kekurangan. Banyak dari kita semasa kecil mengalami berbagai hal yang membawa luka mendalam dalam hati karena pengalaman ”buruk” dalam keluarga. Namun, bagaimanapun pengalaman yang telah terjadi tak dapat ditolak dan dilupakan.
Keprihatinan terhadap kehidupan keluarga masa kini, semakin marak. Kita dapat saksikan dari sinetron atau serial drama yang menayangkan sisi-sisi lemah sebuah keluarga. Kekerasan, baik fisik maupun emosional dalam rumah tangga, ketidaksetiaan satu lain semakin menghiasa rumah tangga kita.Banyak keluarga dan rumah tangga bingung tidak tahu ke mana harus mengayuh bahtera keluarganya.

Pusat hidup keluarga
Setiap keluarga memiliki warna khas tersendiri. Ada keluarga yang memusatkan hidupnya pada ekonomi. Sepanjang waktu bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan keluarga. Ada keluarga yang memusatkan hidupnya pada karier, dengan mengejar peluang apa saja untuk meningkatkan karier dan reputasi keluarga. Ada keluarga yang memusatkan hidupnya pada jabatan dan kuasa sehingga ada kehausan yang tak tertahankan untuk selalu berusaha semakin berkuasa atas orang lain. Ada juga keluarga sederhana yang tidak tahu harus bagaimana mencari makan karena tidak punya apa-apa dan mau apa. Ada keluarga yang cukup religius, yang memusatkan hidupnya pada perkara Tuhan, yang sangat aktif dalam ritual kegiatan keagamaan. Ada juga keluarga yang menghiasi hidup rumah tangganya dengan kasih, yang selalu memberi tumpangan, beramal dan mengajarkan anak-anaknya untuk menghargai orang lain. Rumah tangga di mana orang-orangnya tidak memiliki sesuatu sebagai pusat hidupnya, hampir tidak ada orientasi lebih, hidup sekadarnya, apa adanya bahkan sama sekali tidak terpikirkan mau ke mana sebenarnya membina hidup keluarga.
Tidak banyak orang sadar bahwa setiap kita diciptakan untuk mengagungkan dan memuliakan Tuhan. Banyak orang tahu bahwa hidup ini tujuannya untuk beranakcucu dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menguasainya. Orang lupa bahwa hakekat hidup manusia yang bahagia sesungguhnya adalah hidup dalam kesatuan kebenaran dengan Allah Penciptanya. Ketidaktahuan, ketidaksadaran hakekat ilahi ini membuat banyak orang, keluarga dan rumah tangga membangun hidup tanpa dasar yang kokoh dan kuat.



Kasih dasar hidup keluarga
Perkawinan yang membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga seyogyanya dibangun atas dasar kasih. Karena ketertarikan antara dua manusia yang berbeda jenis kelamin pria dan wanita ini berawal dari rasa kasih dan bermuara pada persatuan kasih. Namun dalam perjalanan tidak mudah mempertahankan kasih yang langgeng dalam bahtera rumah tangga. Bahkan ada kecenderungan masa kini, orang membangun keluarga yang penting punya teman hidup, soal cinta nanti dulu, belakangan baru belajar, waktu yang akan menumbuhkan cinta. Ada benarnya juga namun tidaklah kuat dasar yang demikian.
Banyak kaum muda tak mampu membedakan antara hidup yang dibangun di atas dasar kesamaan selera, kesamaan rasa dan dibangun atas dasar komitmen kasih sejati. Soal selera, rasa dan komitmen sewajarnya terus bertumbuh dan menghiasi hidup rumah tangga yang menuju bahagia. Rumah tangga yang menghiasi hidupnya dengan perlengkapan rohani, mengerti bahwa cinta kasih adalah satu-satunya fondasi hidup keluarga dan hidup beriman. Karena di mana ada cinta kasih, di situ Tuhan hadir. Di atas fondasi kasih, kita baru bangun yang lainnya yang diperlukan dalam hidup ini. Mengenakan perlengkapan kasih membutuhkan senjata iman agar dapat bertahan terhadap segala amukan badai dan gelombang yang menghantam bahtera hidup keluarga. Hanya cinta kasih yang dapat membuat orang bertahan dalam kesulitan, hanya cinta kasih yang mampu membuat orang kuat berjalan dalam kepekatan penderitaan hidup rumah tangga.

Kita sebagai satu keluarga
Meskipun terlahir dari orang tua dan keluarga yang berbeda-beda namun pemahaman keluarga masa kini mengalami perkembangan. Di berbagai tempat muncul persekutuan keluarga baru berdasarkan asal-usul suku, bakat, hobi, dan keyakinan. Dapat dikatakan bahwa kita semua adalah satu keluarga besar dalam Tuhan. Satu keluarga yang menghuni bumi ini. Kita sebagai satu keluarga yang bersama berjuang dan bekerja keras untuk membuat kesatuan keluarga di bumi ini berjalan sesuai maksud Allah. Sayang sekali, kuasa dosa yang bercokol dalam diri setiap manusia, kerap menghalangi kita untuk membangun hidup dalam kesatuan. Kita lebih cenderung merasa nyaman dalam kelompok-kelompok kecil yang destruktif yang bisa juga mengancam hidup orang lain yang sebenarnya adalah anggota keluarga bumi ini dan anggota keluarga Tuhan.
Kelemahan dan ketidakberdayaan manusiawi kita juga telah banyak kali membuat hidup sesama kita menderita. Alam yang ”mengandung, melahirkan dan memelihara ” kehidupan kita juga menderita karena eksploitasi liar manusia. Bumi tempat yang seharusnya layak dihuni dan nyaman bagi semua anak-anaknya, kadang menjadi tempat yang menakutkan. Banyak orang putus asa dan takut hidup bahkan tega mengakhiri hidupnya sendiri karena merasa terasing, merasa tiada seorangpun di bumi ini. Rasa memiliki sebagai sebuah keluarga sense of family sudah banyak hilang lenyap dari ingatan kita, bahkan banyak anak dari keluarga-keluarga kita lahir dalam keluarga yang tereliminasi dari lingkungannya.
Orang mengatakan bumi ini sudah tua, mungkin hampir mati.Bumi tidak lagi menumbuhkan harapan bagi penghuninya untuk hidup dalam hospitalitas alami manusia. Meski kenyataannya bukan bumi yang sudah tidak ramah, tapi nurani kita manusia yang sudah liar, jauh dari inti hidup yang sebenarnya. Rasa kasih manusiawi yang dapat merekatkan relasi antara kita sebagai satu keluarga tidak tumbuh dari nurani yang bening tetapi muncul dari otak yang penuh dengan kotoran karena terkontaminasi oleh naluri liar diri yang tak terpelihara dan tak dijinakan seumur hidup dengan anugerah hasrat kasih yang adalah anugerah Ilahi.
Kerinduan untuk mengalami hidup sebagai satu keluarga di manapun kita berada dan ke manapun kita pergi, bagaikan hanya mimpi. Setiap kaki melangkah hati dibalut kekuatiran. Setiap mata memandang, rasanya bukan saudara atau saudariku yang lewat tetapi musuh yang mengancam. Setiap pikiran yang melintas di benak bukannya bagaimana membuat hatiku dan jiwaku tentram dan bagaimana sesamaku bahagia tetapi penuh dengan rancangan dan ikhtiar buruk untuk merampas dan melenyapkan hidup sesamanya.

Teladan Keluarga Kudus Nasaret
Merenung hidup keluarga dan rumah tangga masa kini, tidak terlepas dari teladan utama hidup Keluarga Kudus Nasaret Yesus Maria dan Yosep. Dari Keluarga Kudus kita dapat menimba pola hidup dari setiap aspek yang ingin dikembangkan dalam hidup kita.
Dari aspek kesatuan sebagai satu keluarga Allah, kita pantas meniru dari pribadi Maria. Kesadaran iman yang mendalam akan Allah dan rasa kasih yang besar kepada sesama sebagai satu keluarga Allah serta kerendahan hati yang memposisikan diri sebagai hamba Tuhan memampukan Maria memilih menyerahkan diri kepada Allah untuk memakainya sebagai alat di tangan Tuhan untuk mempersatukan anak Allah di dunia yang tercerai berai karena dosa. Fiat Maria sebagai jawaban indah memuat harapan besar bagi Allah untuk menyelamatkan manusia. Sebab dengan fiatnya, Maria dengan bebas memberi kemungkinan dan tempat bagi Allah untuk bersemi dalam rahimnya, bertumbuh, lahir dan besar dalam keluarga umat manusia. Karena Fiatnya, terbukalah jalan bagi Allah untuk menyelamatkan keluarga umat manusia dalam diri Yesus Putera Juruselamat dunia.
Dari aspek kesatuan sebagai satu keluarga Allah, kita pantas meniru dari pribadi Yosep. Lama Yosep memiliki rencana dan impian sendiri sebagai pria dewasa untuk membangun rumah tangganya. Tindakan Allah yang cermat dan teliti dalam naungan Roh Kudus terhadap Maria tunangannya, membuat Yosep kalangkabut dan nyaris bertindak destruktif atas hidupnya dan terhadap rencana Allah. Kesadaran iman akan Allah yang diimani, disposisi batin yang rendah hati dan tulus hati memampukan Yosep memilih taat penuh hormat dan kasih yang besar pada Allah untuk terlibat dalam rencana Allah untuk keselamatan keluarga umat manusia. Meski cuma lewat mimpi Yosep diyakinkan, namun imannya yang mendalam menyambut pewahyuan Ilahi sebagai sebuah tugas perutusan Allah yang istimewa. Menjadi ”ayah” bagi Yesus sang Juruselamat keluarga umat manusia adalah anugerah.
Dari aspek kesatuan sebagai satu keluarga Allah, kita pantas mengikuti jejak Yesus manusia Allah yang lahir di dunia, bertumbuh dan berkembang sebagai manusia, mengalami segalanya sebagai seorang manusia kecuali dalam hal dosa. Sebagai anak, Yesus taat dan patuh dalam asuhan keluarga Yosep dan Maria. Penuh kasih, Yesus menyapa Maria sebagai ibu dan Yosep sebagai ayah, meskipun Yesus tahu Bapanya adalah yang ada di surga. Dalam ketaatan kasih yang total, Yesus mengosongkan diri-Nya serendah-rendahnya untuk mengangkat martabat manusia yang luhur namun hancur karena kuasa dosa, supaya Dia memenangkan kita untuk Bapa-Nya. Dalam ketaatan dan kesatuan dengan Bapa-Nya, Yesus ”melepaskan atribut keluarga insani” dari ayahnya Yosep dan ibunya Maria, dan menyapa semua orang yang melakukan kehendak Allah sebagai ayah, ibu, saudara dan saudari-Nya.
Keluarga yang memperkembangkan hidup dan menyelamatkan
Hanya kasih, sungguh hanya kasih yang mendalam pada Allah, dapat memampukan orang untuk memilih, bertindak sesuai rencana Allah seperti yang terdapat dalam Keluarga Kudus. Pilihan kita untuk menyatukan diri dengan Allah dalam hidup ini, mestinya membuat kita tahu, sadar dan bahagia bila terlibat ambil bagian dalam partisipasi penuh dalam kehidupan umat manusia. Pilihan kita sepantasnya membuat kita menjadikan hidup kita yang sangat singkat ini, sebagai suatu kehidupan yang menumbuhkan, memperkembangkan hidup sesama. Pilihan bebas kita entah sebagai kepala keluarga, sebagai ibu, atau sebagai seorang gembala, biarawati atau apapun bentuknya, kiranya merupakan sebuah pilihan untuk semakin bersatu dengan anggota keluarga Allah lainnya yang mendiami bumi yang sama ini.
Kesadaran mendalam sebagai makluk sosial yang tidak bisa lepas dari keterkaitan dengan hidup sesama seharusnya membuat kita tahu bagaimana mencintai, bagaimana mengampuni, bagaimana hadir sebagai pribadi yang meneguhkan, bagaimana berada bersama orang lain yang menderita dan bagaimana menyelamatkan hidup sesama dan menyelamatkan bumi ini. Kesadaran sebagai makluk spiritual yang tidak bisa lepas dari relasi dengan Sang asal, sumber dan tujuan hidup kita, seharusnya membuat kita tahu, bagaimana membangun rasa percaya dan keyakinan pada Tuhan, bagaimana mewujudkan iman dalam hidup nyata, bagaimana berdoa, bagaimana bersyukur, bagaimana berharap dan bagaimana mengakui diri sebagai orang berdosa di hadapan Tuhan.
Kesadaran mendalam bahwa saya, dia, mereka, kita adalah satu keluarga dalam Tuhan, seharusnya membuat kita tahu bagaimana menghargai orang lain sebagai saudara, bagaimana hidup bertetangga yang baik, bagaimana memelihara lingkungan di mana kita tinggal, bagaimana menjaga keamanan dan ketentraman bersama sebagai warga masyarakat. Sense of family sebagai satu keluarga seharusnya membuat kita tahu bagaimana membangun keluargaku di rumah yang memperkembangkan hidup semua anggotanya tidak hanya selamat dan sejahtera di dunia tapi juga di surga. Rasa sebagai satu keluarga seharusnya juga membuat kita tahu bagaimana membangun dan memperkembangkan hidupku dalam kesatuan komunitas dengan saudara dan saudariku sepanggilan supaya semua maju bersama, rohani dan jasmani dan bahagia bersama di dunia dan nanti di surga.
Rasa sebagai satu keluarga seharusnya juga mengajarkan kita secara naluriah tahu bagaimana menangis bersama dengan yang menangis, tertawa dan bahagia bersama dengan orang yang sedang berbahagia, bagaimana mengulurkan tangan untuk menghapus air mata dari yang berduka, bagaimana menenangkan hati dari yang sedang gelisah, bagaimana menguatkan orang yang hampir putus asa dan bagaimana meyakinkan orang untuk kembali dari jalan yang salah dan tersesat. Rasa sebagai satu keluarga seharusnya membuat kita tahu bagaimana menuntun orang ke jalan yang benar, bagaimana mendidik nurani anak-anak ke arah moral yang baik, bagaimana berjalan bersama dengan orang yang bijak dan bagaimana bertutur, berlaku yang baik, positif dan menginspirasi hidup orang lain.
Dunia ini akan selamat, kalau keluarga dan rumah tangga serta komunitas kita selamat. Rumah tangga akan selamat kalau setiap anggotanya berkehendak baik untuk selamat dan saling menyelamatkan. Setiap jiwa akan selamat kalau hasrat kasih Ilahi yang sudah ditempatkan Tuhan dalam hati, kepandaian budi untuk berpikir bijak dan kehendak bebas manusia diletakan pada porsi yang benar dan bertanggungjawab. Kita semua akan aman, selamat dan bahagia kalau sebagai satu keluarga, kita bersama membangun dan menghidupkan peradapan kasih Ilahi dalam setiap langkah hidup kita.***
BILA

Bila ketika kakimu melangkah
Tapi kau tak tahu ke mana engkau dituntun
Segera berhenti dan berbalik arah
Bila ketika tanganmu bertindak
Engkau tak tahu apa yang dilakukan
Segera tariklah tanganmu dengan keras dan katuplah

Bila ketika budimu berpikir, angan liar menyusup
Menghadirkan sesuatu yang bukan maksud hatimu
Kuatkan hatimu, kerahkan dayamu, hentikan anganmu
Bila ketika matamu memandang
Engkau tak sadar ke mana fokus penglihatanmu
Segera pejamkan matamu,
Biarkan sejenak gelap pandanganmu

Bila ketika kupingmu mendengar
Engkau tak paham apa yang pantas didengar
Segera tutup kupingmu,
Biarkan sejenak tuli dari pendengaranmu
Bila ketika indra perasamu mencecap apa yang tak pantas
Dan engkau tak sadar yang dicecap dan dipuaskan olehnya
Segera hentikan hasratmu untuk melahap semuanya

Bila pintu hatimu terbuka lebar
Dan engkau tidak tahu
siapa yang harus kauundang untuk masuk
Segeralah duduk, berdiam diri dan tenanglah
Tuhanmu akan masuk dalam hatimu
Dan segera menjamah dan memulihkan
Semua ketidaktahuan, ketidaksadaran
Kebodohan dan kesembronohan hidupmu.***

Menemukan Keluarga Baru

Aku berasal dan hidup dari keluarga sederhana, baik dari segi materi maupun rohani. Kuingat beberapa tahun yang silam bagaimana keluargaku membentuk dan mendidik aku hingga mandiri. Tidak banyak hal yang keluarga tanamkan mengenai hidup rohani. Ya, aku dasar akan segala keterbatasan pengetahuan orang tuaku. Namun aku bersyukur bahwa melalui kedua orang tuaku, aku bisa hidup seperti sekarang ini. Sekalipun aku tahu bahwa banyak hal negatif dalam diriku karena pengaruh pendidikan awal dalam keluarga. Menyadari bahwa semuanya telah terjadi bahkan telah membentuk pribadiku. Aku mencoba membuka mata hatiku, menerima keterbatasan dan menerima realita keluarga dan latar belakang aku dibentuk.
Hari demi hari aku mencoba merenungkan perkembangan hidupku sendiri . Perlahan aku menemukan jalan terang untuk berbenah diri. Satu prinsip yang kutemukan adalah aku adalah aku. Aku yang unik, beda dari saudara dan orang tuaku. Aku bukanlah orang tuaku. Meskipun mereka yang melahirkan, mendidik serta membesarkanku. Aku mempunyai pikiran, ide, harapan, impian dan cita-cita sendiri yang adalah milikku. Aku bisa berbuat lebih dan menjadi yang lebih baik dari mereka. Itulah harapan orang tua, harapan keluargaku. Kuyakin ini juga harapan Tuhan bagiku.
Prinsip itu aku nyatakan dengan tekad bulat dan penuh keberanian meninggalkan orang tua, keluarga dan kesenangan pribadi pada masa lalu. Aku memutuskan menyerahkan hidup dalam pelayanan bagi Tuhan dengan menjadi biarawati.Dengan segala perjuangan aku belajar dan terus belajar untuk setia menjadi abdi-Nya. Ada banyak hal yang harus kubenahi dalam perjalanan perjuangan ini. Aku sadar ada kebiasaan, kelekatan, dan beragam hal lainnya yang terbawa, terbentuk, terwariskan dari keluarga pelan-pelan harus kutinggalkan dan ditanggalkan.
Dalam perjuangan untuk setia sebagai abdi Tuhan, aku harus mengenakan cara hidup sebagai manusia baru. Aku juga dapatkan sebuah keluarga baru dalam Kongregasi KKS. Semangat baru menurut pola Keluarga Kudus Nasaret;Yesus, Maria dan Yosep yang mesti kukenakan. Tidak mudah, tapi aku yakin dan percaya pada kekuatan rahmat Tuhan yang telah memanggil aku dari tengah orang tua dan keluargaku lebih kuat dari kelemahanku. Kukatakan kepada Tuhan: “Tuhan, aku mengasihi orang yang sungguh mengasihi aku” dan orang yang tekun siang malam aku cari adalah ENGKAU, mutiara hatiku”.
Perjuangan yang tekun membawaku pada saat bahagia dan sukacita karena apa yang aku cari dan yang aku dambakan sudah kudapatkan. Tidak hanya Tuhan, mutiara hatiku yang kumiliki tetapi sekaligus aku secara resmi diterima, diakui menjadi bagian hidup keluarga baruku, menjadi anggota definit KKS dengan pengikraran kaul kekal. Merupakan sebuah kebahagiaan yang tak terkatakan, sebab yang hina ini menjadi pilihan Tuhan. Perjalanan hidup mencari Yesus, sahabat dan mutiara sejatiku yang sungguh berharga, hingga saat ini masih tetap kutekuni. Dia, Tuhan sandaran utama bagi hidupku. Tanpa menyertakan Tuhan, kehadiranku dalam pelayanan menjadi hampa dan tak bernilai bagi siapapun.
Dalam persekutuan dengan sesama suster KKS sebagai keluarga baru, aku tetap mengingat, berdoa, dan mengasihi orang tua dan keluargaku. Kemampuanku untuk hidup bersama, melayani Tuhan dan sesama dalam KKS, sedikit banyak telah terbekali dari rumah dan keluargaku. Aku tidak terlepas atau terpisah dari mereka, tetapi diambil dari antara mereka untuk melayani keluarga Allah. Pegangan hidupku, bukan lagi nasihat atau petuah dari orang tua, tetapi Sabda Tuhan. Kusadar Sabda Tuhan bukan sekedar pendorong ataupun penyemangat, melainkan tongkat penuntun jalan hidupku. Kusadari sebagai orang yang terpanggil, terpilih oleh Allah, diutus untuk ikut ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. “Yesus mutiara sejatiku, kuberikan diriku seutuhnya, kupersembahkan diriku menjadi milikMu, pakailah aku menurut kehendak-Mu.” Ke manapun aku diutus, apapun bentuk pelayananku, buatlah aku semakin serupa dengan Maria, Bunda Keluarga Kudus yang selalu melalukan kehendak-Mu.*** vita

Profesional dalam Profesi Kaul


Kapitel yang merupakan puncak penghayatan hidup rohani para suster sudah berakhir. Berbagai aspek hidup religius yang dimunculkan, diendapkan, direflesikan, direnungkan secara mendalam selama masa berahmat ini, menjadi bagaikan buah bungaran yang dirangkai indah dan dipersembahkan kembali kepada Tuhan.

Meski bukan sebuah akhir dari segalanya, Kapitel telah membawa angin baru pembaharuan hidup dalam persekutuan dengan Allah dan sesama.Atas nama cinta kepada Allah, perziarahan hidup ini mesti selalu diteropong dari prespektif Allah yang telah memanggil dan memilih hamba-hamba-Nya untuk ikut serta dalam perluasan Kerajaan-Nya di bumi ini.

Semua suster sadar, bukan perkara gampang juga bukan pekerjaan yang mudah. Mempersembahkan diri pada Allah mengisyaratkan harus memiliki disposisi batin yang terbuka lebar untuk dilewati dan dicurahi rahmat oleh Tuhan. Sekaligus menempatkan Allah dan kehendak-Nya di atas segalanya, manut, nurut, patuh dan taat yang tidak sekadar mau tetapi harus berlandaskan atas kasih yang besar pada Allah.

Harapan dan impian bersama telah tertuang dalam keputusan dan rekomendasi. Semua merupakan pekerjaan rumah selama empat tahun. Lalu apa yang mesti lebih dahulu diselesaikan sebelum yang lainnya? Seperti seorang guru profesional yang memberi PR pada muridnya menurut intensitas bobot soal, demikian pula, para suster diharapkan bersikap proaktif dan selektif serta tahu memprioritaskan mana yang terpenting dan harus didahulukan dan menjadi pembuka jalan untuk mempermudah langkah selanjutnya.

Menurut Sr.Yoanna, KKS, abdi Tuhan yang terpilih sebagai Pemimpin Umum KKS periode 2011 – 2015 ini, dalam kata sambutan perdana saat Perayaan Ekaristi usai kapitel menegaskan bahwa yang terpenting adalah beriman, memiliki kasih sejati pada Tuhan dan kecintaan yang besar pada Kongregasi yang harus diwujudkan secara bersama. Maka semua suster perlu bersatu dalam kesatuan cinta dan kebenaran. Dalam jalan kebenaran, kita percaya, pasti berada bersama dalam jalan Tuhan dan kehendak-Nya. Bersama dan bersatu dalam kebenaran, kita pasti bisa.

Bapak Uskup Pangkalpinang, Mgr, Hilarius Moa Nurak, SVD dalam kotbahnya pada misa penutupan Kapitel Umum mengharapkan agar para suster sungguh mengembangkan profesionalitas dalam profesi hidupnya sebagai religius. Hidup berkaul yang sering dinamakan profesi adalah sebuah profesi yang berarti orang-orang yang mengucapkan kaul atau profesi religius mengikatkan dirinya pada suatu tugas pengabdian atau profesi yang lebih profesional dari orang lain yang tidak memilih hidup religius.

”Kalau profesi religius sungguh-sungguh dihayati dalam seluruh aspek hidup seorang religius, maka akan kelihatan hasil buah yang melimpah, sehingga bentuk hidup ini semakin menampakan kesaksian hidup yang berakar dalam Kristus sebagai sumber, asal dan tujuan dan semakin menarik banyak kaum muda untuk memilih profesi hidup religius sebagai jalan hidup untuk mengabdi Allah dan sesama, tambahnya.

Usai perayaan Ekaristi, diadakan serah terima jabatan DPU lama Sr.Yosepha Bahkeetah, KKS kepada DPU baru Sr.Yoanna, KKS secara simbolik. Serah terima jabatan secara resmi dilangsungkan di biara pusat KKS pada Selasa, 15 Pebruari 2011.Proficiat untuk Dewan Pimpinan Umum KKS periode 2011 – 2015.***