Kamis, 14 Juli 2011

JERITAN LAZARUS

Dear Bapak Abraham

Aku mau curhat saja. Ada yang tidak nyaman kurasakan dalam hatiku mengalami hidup di dunia sebelum aku ke sini. Aku sempat bersekolah sampai kelas II SD dan mendengar pengajaran yang indah dari guru. “ Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Tetapi aku tidak mengerti apa-apa kebenaran kata-kata itu sampai aku tiba di sini. Seperti apakah kasih itu? Bagaimana bisa mengasihi, apa buktinya? Seumur hidupku sepertinya aku tidak mengalami kasih. Aku juga belum sempat merasa sudah mengasihi Tuhan dan orang lain dengan sungguh-sungguh.

Aku sudah berjalan dari rumah ke rumah. Berkunjung di biara, kantor, perusahan-perusahan, perumahan warga dan tempat lain. Rumah orang kaya sering menjadi tempat istirahatku meski hanya dapat berbaring di lantai di luar pagar yang kokoh. Aku punya kesan istimewa dari yang kualami. Mungkin bisa keliru. Maafkan aku, ya Bapak Abraham.

Tidak banyak orang peduli padaku, karena penampilanku yang jelek, kesakitan, tua, tidak berguna, kotor, tidak menarik dan memang aku bukan bagian dari keluarga dan orang-orang mereka. Meski berhari-hari aku duduk di depan pintu pagar dan menadahkan tangan, tiada yang mau melihatnya.Kalaupun sempat terlihat, mereka segera mengalihkan pandangan.

Tetapi kulihat dari jauh, mereka memberi makanan yang sangat enak untuk anjing-anjing yang dipeluk dan digendong dengan penuh kasih, diberi tempat nyaman dan indah dalam kandang. Mereka menyimpan makanan sampai basi dan barang lain sampai karatan. Kudengar mereka sibuk membicarakan hal yang hebat-hebat dan sangat bahagia. Kulihat orang-orang sangat sibuk sampai lupa makan, pulang rumah larut malam. Mengenakan pakaian mewah dan menikmati makanan enak. Sedangkan aku sering merasa sangat lapar, haus, sendirian, kesepian, kepanasan dan sepertinya setiap hari adalah hari terakhir hidupku. Memang mungkin salahku juga tidak sanggup bekerja karena fisikku tidak kuat, tidak punya kesempatan, tuntutan kerja sangat tinggi. Siapa yang mau peduli dan menghargai aku yang tidak berguna bagi siapapun. Bahkan dianggap sampah masyarakat, pengotor kota yang pantas disingkirkan.Sebenarnya bagiku hidup ini indah tapi terlanjur terlalu keras,kejam, penuh persaingan, penuh ketidakpedulian orang-orang di sekitarku.

Kucermati, mereka beriktiar meraup keuntungan besar dengan memeras keringat orang kecil. Mereka berlomba-lomba menjadi pemenang dalam pertaruhan hidup untuk sukses, pangkat semakin besar, posisi semakin tinggi, makin hebat dan dihormati. Mereka hanya menjalin relasi dengan orang yang dapat memberikan kemudahan untuk mereka. Aku sudah lama ada di sini tetapi tak sejenak pun ada yang menyapaku. Aku tidak kecewa. Mungkin aku tidak layak untuk jadi bagian dari hidup mereka. Mereka selalu lupam ada aku di sini menunggu ada tangan yang rela terulur dan hati yang mau tergerak sedikit saja untuk membantuku tetapi tak kunjung tiba.

Mereka sangat baik dan ramah terhadap orang di luar sana, sangat peduli sehingga banyak orang mengenal mereka sebagai orang baik, dermawan dan sangat peduli. Tetapi di rumah mereka seperti orang asing di rumah sendiri. Yang tua, tak disapa padahal omanya sendiri. Yang sakit mendekam di kamar tak dipedulikan. Mereka punya sejuta alasan untuk menghindar dari sekadar senyum, sapa dan salam pada sesama serumah. Sudah lama aku saksikan itu semua.Tapi ada dayaku, aku cuma pengemis asing yang numpang baring di depan pagar kokoh ini. Sesekali aku berdoa untuk mereka. Aku pikir mereka menghapal dengan baik seperti aku, tetapi mengapa mereka tidak melakukan itu. Seandainya mereka tahu kebenaran firman ini, sungguh berbahagialah mereka. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk aku.” ( Mat.25 : 40).

Bapak Abraham,… adakah yang lebih baik, lebih indah, lebih mulia dari menghapal pengajaran tentang kasih itu? Bagaimana aku bisa tahu bahwa aku bisa melakukannya seandainya aku boleh kembali ke dunia sana? “ Begini, anakku Lasarus. Kasih itu sangat sederhana, sesederhana kau menceritakan jeritan hatimu padaku. Kalau mau berbahagia, lakukan apa yang dikatakan padamu.

“Kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Hendaklah kasihmu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan sesamamu dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan! Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan. Jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!***HM

TAAT KARENA CINTA


Bukan perkara mudah bagi pria ini untuk menerima kenyataan bahwa gadis yang dikasihinya kedapatan ‘berubah’ tidak seperti yang diharapkannya. Gadis yang dicintainya mengandung sebelum dia menyentuhnya. Pergumulan batin yang hebat mencekam nuraninya. Si jahat bergantian berupaya menawarkan berbagai alternative untuk meninggalkan gadis yang dicintainya. Gadis macam apa yang tega “ berselingkuh” sementara pria ini menanti waktu yang baik untuk mempersuntingnya? Ada apa di antara mereka? Siapakah orang ketiga yang sudah hadir antara pria dan gadis itu? Mengapa gadis itu tidak berbuat sesuatu untuk mempertahankan cintanya pada pria pilihan hatinya dan tidak berani mempertaruhkan dirinya dan kemurnian hatinya? Apakah gadis itu sudah terhipnotis atau memang selama ini tidak ada cinta dalam hatinya untuk pria ini? Mengapa semua ini justru terjadi, ketika si pria ini tidak punya pilihan lain selain gadis ini dan tidak pernah memiliki wanita lain sebagai cadangan? Mengapa semua ini mesti dialami oleh pria ini yang sudah cukup dewasa dan matang, yang siap menikah dan membahagiakan keluarga. Mengapa pria ini harus menelan pil pahit yang sungguh memahitkan rasa dan harga dirinya sebagai pria sejati?

Kesimpulan sederhana muncul dalam pikirannya, setelah semua tidak bisa menjelaskan secara tuntas apa yang terjadi pada wanita pilihannya. Meski mungkin dirasa kesimpulan ini sungguh konyol, karena sebenarnya dalam relung hatinya yang terdalam, tak sekejap pun dia sanggup hidup tanpa wanita ini. Tetapi pria ini harus tetap mengambil keputusan. Keputusan yang akan mengubah seluruh hidupnya dan masa depannya, meski dia tahu ada resiko yakni menjalani hidup dengan pahit tanpa kemanisan cinta gadis pujaannya. Mungkin ini keputusan terakhir sebelum dia sempat berpikir untuk mencari pengganti atau melarikan diri untuk menyembuhkan luka hati. Tekatnya bulat. Keputusannya matang, meninggalkan gadis itu secara diam-diam supaya si gadis yang tengah mengandung entah dari benih lelaki mana, tidak kena hukuman dari massa yang memegang teguh adat istiadat.

Malam-malam dilalui, dipenuhi dengan aneka pertanyaan tak terjawab. Dada terasa sesak, badan penat, lemah, bukan karena kelelahan bekerja keras, tetapi menanggung duka mendalam atas peristiwa yang tiba-tiba hadir dalam diri gadis yang dicintai. Mata sulit terpejam, meski badan berbaring di atas papan. Angan mengembara entah ke mana, meski sedang tidak berbuat apa-apa. Siapa sudi menolongnya dalam saat seperti ini? Hati pria ini terluka.Memikirkan luka hatinya, membuatnya tertidur lelap dan bermimpi.

Dalam mimpi orang ketiga itu hadir, dalam rupa tidak seperti anak manusia tetapi lebih tepat dikatakan sebagai utusan surgawi, malaikat. Ia menyampaikan wahyu Ilahi dengan suara tegas dan jelas penuh keyakinan dan keberanian: “ Jangan engkau takut mengambil dia sebagai isterimu. Sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.” Pria ini terjaga dan merenung, orang ketiga yang hadir di antara relasi mereka, ternyata bukan orang biasa, tapi DIA pemilik segala. Tetapi apakah pernyataan utusan surgawi ini, benar? Bagaimana pria ini tahu kebenarannya? Memang, penjelasan utusan itu sangat jelas. “Ia akan melahirkan seorang anak laki-laki.” Tidak cuma itu, utusan surgawi ini malah menegaskan :” dan haruslah engkau menamai Dia, Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Jaminan sudah ada, tidak perlu takut. Gambaran singkat untuk menenangkan rasa manusiawinya sudah sedikit tersingkap. Janin dalam rahim gadis yang dicintai hadir karena peran Ilahi. “Tetapi siapakah diriku, sehingga harus menamai anak dalam kandungan gadis yang dicintainya itu dengan nama yang sudah disebut?” gumam pria ini dalam batinnya. Mengapa mesti pria ini, bukan pria lain?

Meski bergumul hebat dalam mimpinya, tetapi jawabannya semakin lengkap.Setidaknya pria ini sudah tahu mengapa semua itu terjadi. Persoalan lain muncul lagi, bukan manusia yang memberitahu padanya tetapi utusan surgawi. Dan tidak sekadar memberi tahu tetapi ada tugas khusus untuknya. Maka, bila semua sudah jelas, apa lagi yang mesti diragukan?

Ketika terjaga dari tidurnya, terasa semua beban lenyap. Hatinya dipenuhi dengan sukacita dan kegembiraan sebab berjumpa dengan utusan Tuhan meski cuma lewat mimpi. Dalam mimpi saja sudah luar biasa gembira, bagaimana jika seandainya semua yang dikatakan utusan surgawi itu benar. Bukankah akan terjadi kegembiraan dan sukacita yang tak terkatakan?? Tidak hanya baginya tapi bagi seisi dunia? Tanpa banyak pertimbangan lagi, pria ini memilih turut, patuh pada pernyataan utusan surgawi itu. Ia mengambil gadis itu sebagai isterinya.

Berhadapan dengan misteri Ilahi, pria ini memilih tunduk, patuh dan menyerah. Sebab pria ini tidak menemukan alasan apapun untuk melawan atau memberontak, bahkan di hadapan utusan surgawi dalam mimpi, tak sanggup dia melawan. Dia yang punya kuasa atas hidup dan mati, bertanggungjawab atas semua itu. Pria ini cuma diminta untuk taat sebab itulah satu-satunya jalan yang membuatnya tenang dan bahagia. Ketaatan pada rencana Allah adalah pilihan pria itu. Pria ini sungguh berhati mulia, meski bergumul hebat dengan derita hati akan kenyataan tetapi tetap memilih untuk taat. Dialah Yosep, suami Maria yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Oleh ketaatannya, dunia menikmati keselamatan. Oleh ketaannya, dunia boleh mengenal dan mengimani Yesus Putera Allah yang lahir dan dibesarkan dalam Keluarga Yosep dan Maria di Nasaret.

Oleh ketaatan Yosep, Yesus mengalami kasih kebapaan manusiawi dari Yosep secara penuh dan utuh. Oleh ketaatannya, Yesus aman, terlindungi dan selamat dalam perlindungan ayahnya. Oleh ketaataannya, Yosep beroleh sebutan manis ‘ ayah-Ku” dari Yesus Putera Allah. Oleh ketaatannya, Yosep beroleh kesempatan emas mengikuti seluruh perkembangan hidup Yesus sebagai manusia dalam rumah tangganya di Nasaret. Oleh ketaatannya, Yosep bahagia sebab dengan matanya sendiri, ia melihat keselamatan yang datang dari Allah. Oleh ketaatannya, Yosep disebut yang berbahagia, sebab tangannya sebagai pekerja keras dan tukang kayu boleh menatang dan mengendong Yesus Putra Allah. Oleh ketaatannya, Yosep berkesempatan menjadi ‘guru kerja” bagi Yesus, mengajarNya untuk tahu bekerja tangan dan patuh pada orang tua. Oleh ketaatannya, Yosep mengalami semua yang dirindukan oleh para nabi dan Bapa bangsa yakni melihat Mesias. Tidak hanya melihat, Yosep hidup bersamaNya dalam seluruhnya dan hati kebapaannya berbahagia karena dalam hanya dialah, satu-satunya yang disapa Yesus, ayahku.

Berbahagialah kita, pria dan wanita jaman kini yang mau belajar tunduk dan patuh pada rencana Allah, sebab di balik semua itu Allah hendak selalu menyatakan rencana keselamatan-Nya. Hanya mereka yang taat sampai kesudahan hidupnya dan sungguh hidup dalam rancangan Allah, menikmati buah ketaatan yakni kebahagiaan dan suakcita. Semoga masih pria dan wanita yang bersedia taat total seperti Yosep, suami Maria? Taat bukan sekadar mau mendapat ganjaran tetapi karena cinta. Sungguh karena pilihan cinta akan Allah di atas segalanya. ***

MENCINTAI ITU SANGAT SEDERHANA

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

“ Cinta itu sebenarnya sangat sederhana. Ingat dan catat yang baik dari sesama dan hapus serta lupakan yang kurang baik dari sesama”. Demikian penggalan SMS dari seorang sahabatku. “ Apa yang hidup dalam hati manusia? Dijawab, gpl” kubalas SMS untuk menantangnya. Tak seberapa menit, dering SMS masuk. “ Mungkin kita akan menangis, ketika kita sering merasa tidak dicintai. Tetapi apakah kita pun akan menangis ketika kita tidak bisa mencintai orang lain? Kadang kita merasa tidak nyata dalam kehidupan sendiri namun tanpa disadari kita sendiri yang telah lari dari kenyataan itu. Memilih cinta, jangan berpikir kenapa kita mencintainya? Karena kita di dunia ini bukan mencari orang yang sempurna untuk dicintai tetapi mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.” Wah.. . bagus sekali SMS ini, tetapi bukan itu jawaban yang kuharapkan dari temanku. Aku berharap dia menjawab teka-teki SMS sebelumnya. Kukirim lagi SMS yang sama kepadanya dengan memberi penekanan pada gpl “ ga pake lama”. Benar, satu menit kemudian dia menjawab, sangat singkat “ CINTA”. Sebenarnya bukan CINTA, jawaban yang ada di otakku. Jawaban yang kusediakan untuk mengecohnya adalah BELASKASIH. Tetapi dia menjawab CINTA. Ah…. Sudahlah daripada perang SMS-an, lebih baik kusudahi, lagipula lumayan, aku mendapatkan hal bagus sebagai inspirasi.

Ada banyak defenisi tentang cinta di dunia ini, tergantung dari perspektif, pengalaman, segi mana yang disoroti dan berbagai hal lainnya. Apapun defenisi dan pemahamannya, yang jelas setiap orang membutuhkan cinta, memiliki hasrat bawaan untuk mencintai orang lain. Kalau seseorang sampai tidak mampu mencintai sebenarnya menipu diri sendiri dan merendahkan martabatnya sebagai makluk pencinta.

Semua butuh sedikit cinta dan perhatian

Beberapa penggalan SMS dari temanku di atas, merupakan salah satu contoh bagaimana seseorang mengerti tentang cinta dari sudut pandang dan pengalaman pribadi. Tidak banyak orang menganggap mencintai begitu sederhana. Orang yang mengalami pengalaman pahit tentang cinta tidak dapat mengerti bahwa mencintai itu mudah. Mungkin baginya, lebih mudah membenci daripada mencintai. Cinta itu sederhana, tapi juga ruwet dan rumit, serumit bagaimana kita mencoba mengaplikasikan hasrat cinta dalam diri kita kepada orang lain dan sesama makluk.

Ada pandangan bahwa orang akan mampu mencintai bila dirinya sendiri memiliki pengalaman dicintai. Kalau diri sendiri mengalami deficit cinta, agak sulit bagi orang tersebut untuk mencintai orang lain secara sungguh-sungguh. Ada pula yang mudah merasakan bahwa apapun yang dilakukan pada orang lain sudah merupakan wujud cintanya. Apapun hasilnya , tidak penting. Yang lain memandang secara lebih dalam bahwa mencintai itu sangat sulit dan tidak mudah karena banyak tuntutan yang mesti dipenuhi. Salah satu syarat mencintai adalah menerima apa adanya. Sering kali kalimat ini menjadi alasan utama seseorang, tetapi kenyataannya tidak berjalan sesuai yang diucapkan. Mengucapkan kata, menerima sesama apa adanya, tetapi di belakangnya, yang tanpa kata dan kasat mata memiliki harapan tersendiri pada orang lain, mengatur, menyetir hidup dan kemauan orang lain, tidak mempercayai dan menuntut. Kalau seperti ini, mencintai tidak sesederhana yang dibayangkan, diimpikan dan tidak mudah diwujudkan.

Mungkin benar, yang ada dalam diri manusia adalah cinta. Cinta sebagai salah satu energy terbesar dalam diri manusia, yang membuat manusia bisa hidup dan bertahan dalam aneka kesulitan. Setiap kita membutuhkan sedikit cinta dan perhatian dari orang lain, sehebat apapun diri kita, setinggi apapun title kita, sekeras atau sekejam dan sejahat apapun, semua kita tetap butuh cinta dan perhatian dari sesama meski cuma secuil.

Bukan cinta sesaat

Cinta bukan sesuatu yang sementara atau sesaat saja. Segala sesuatu yang sesaat bukan cinta, cinta itu memuat sesuatu yang langgeng , yang tetap, yang bertahan lama, yang tak lekang dimakan waktu, yang tak pudar karena situasi baru atau cuaca buruk. Cinta itu bertahan lama, sangat lama sebagaimana Pencipta menaruhnya dalam seluruh diri manusia dan segala makluknya sejak semula.

Cinta itu ibarat matahari, terbit dan tenggelam secara tetap dan teratur, tidak memilih bersinar untuk orang baik saja dan menutup sinarnya bagi orang jahat. Selalu memberi energy panas dan terang tanpa memilih. Cinta itu ibarat bunga yang mekar, yang harumnya semerbak ke seluruh lingkungan di sekitarnya, tampil menawan, tidak memilih hanya menyebarkan keharuman untuk tuannya saja. Selalu memberi keindahan dan menebar keharuman tanpa memilih. Cinta itu mungkin ibarat pepohonan yang rindang, yang dengan keberadaannya, memberi keteduhan kepada semua yang hendak bernaung di bawah rindang daunnya. Tidak memilih bertumbuh di mana, tidak mengelak bila hendak dipotong tuannya, tidak mengusir anak-anak yang usil yang mencuri buahnya atau mematahkan rantingnya. Dari keberadaannya, pohon itu tetap berada dan memberi, bahkan tidak menolak bila ditebang dan dibakar hilang dan lenyap dari muka bumi. Selalu memberi keteduhan, kerindangan, kenyamanan tanpa memilih.

Cinta itu mungkin ibarat air, yang mengalir selalu dari tempat tinggi menuju tempat yang rendah. Dari hakekatnya, tidak pernah melawan keberadaannya, yang memberi kesejukan, kelegaan bagi yang kehausan, entah manusia maupun hewan. Yang membersihkan kotoran dan segera meresap dalam tanah, tidak menolak diserap oleh makluk hidup bahkan tidak memberontak ketika manusia mengekploitasikannya, merusak alur mengalirnya. Cinta itu mungkin seperti segala yang ada, yang dapat kita pandang dan kita lihat dengan bebas dan mendapatkan kepuasan dan ketenangan batin. Selalu memberi kehidupan kepada semua makluk tanpa memilih.

Cinta bukan sekadar memilih

Ada banyak kemungkinan yang bisa membantu kita memandang dan memahami cinta. Bukan sekadar yang romantis dan melankolis yang cepat berlalu dan usai. Bukan pula yang serba baik, enak, indah, mulia, menawan,bagus, karena yang serba- serba seperti itu tidak bertahan lama, hanya sesaat. Hidup yang kita hidupi selalu memiliki dua sisi; baik dan buruk, bagus dan jelek, gampang dan sulit, mudah dan sukar, cepat dan lambat, terang dan gelap, kosmos dan kaos. Memilih yang baik,menghindari yang kurang baik adalah kerinduan kita semua, namun bukanlah hakekat hidup kita. Memperoleh yang jelek bukanlah harapan kita, tetapi selalu dialami dalam hidup tanpa kita minta atau kehendaki. Cinta tidak pernah salah berada pada tempatnya yang tepat. Cinta itu ada, selalu ada dari keberadaannya dalam relung hati terdalam dan mengalir keluar dari diri kita dengan bebas untuk siapa saja dan situasi apa saja dengan memberi yang dipunyainya, apa adanya, kepada siapa saja, di mana saja dalam situasi apa saja.

Cinta dapat kita pandang sebagai problem, ketika kita tidak mampu menempatkan hasrat untuk mencinta pada tempatnya. Ketika kita memaksakan diri untuk menahan, mengalihkan, memendam, mencurahkan pada yang bukan dorongan dan hakekatnya, terjadi pergumulan dan problem.

Cinta dapat membuat kita bermasalah dengan hidup ini, ketika kita tidak dapat menerima kebebasan hakekat dan keberadaannya. Ketika kita memilih menahan diri untuk membantu sesama, karena teringat pengalaman buruk dari sesama, padahal ada dorongan hati untuk membantu. Ketika kita memutuskan untuk terus berjalan dan tidak peduli pada seseorang yang sedang terkapar dan tak berdaya, hanya karena muncul rasa takut menanggung resiko. Ketika kita memilih tidak taat dan patuh pada peraturan karena merasa yang membuat peraturan adalah pimpinan yang tidak kita sukai padahal ada dorongan dari hati untuk mematuhi. Ketika kita memilih untuk menunda berdoa dan bersyukur hanya karena merasa bosan padahal ada dorongan untuk melakukannya. Ketika kita memilih mengurungkan niat menyumbangkan sedikit harta yang kita miliki hanya karena terjerat dengan pikiran jangan-jangan yang menerima tidak dapat mempertanggungjawabkan, padahal ada dorongan untuk memberi. Ketika kita memilih untuk melarang anak-anak kita mengungkapkan kebebasannya sebagai anak, hanya karena kita pikir nanti mempermalukan orang tua, padahal ada dorongan untuk itu. Ketika kita memilih untuk membiarkan orang tua kita diurus oleh orang lain atau dititip di Panti, hanya karena alasan sibuk dan tidak punya waktu meski ada dorongan untuk mengasuh mereka. Ketika kita memilih menghindari diri dari tugas perutusan tertentu hanya karena merasa tugas tersebut kurang bergengsi padahal ada dorongan untuk menerima tugas tersebut.

Banyak pilihan hidup ini yang hampir setiap saat kita putuskan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan yang kelihatan sangat logis, dapat dipertanggungjawabkan sesuai keyakinan yang sudah lama kita anut dan pandangan umum, dari pada memilih untuk mengikuti dorongan hati nurani yang baik. Akhirnya kita terjerat dalam perasaan yang kurang enak dan nyaman, ada yang merasa bersalah, merasa tidak pantas berlaku demikian bahkan ada yang merasa berdosa. Keadaan yang berlama-lama dibiarkan demikian, akhirnya membuat kita tidak peka dengan dorongan hasrat hati untuk mencintai apa adanya bukan sebagaimana seharusnya.

Memberi dan berbagi

Hakekat cinta adalah memberi, selalu memberi, terus – menerus memberi tanpa batas waktu, tanpa merasa bosan dan lelah. Yach… mungkin seperti matahari , bunga yang mekar, pepohonan, atau air yang mengalir. Selalu memberi . Cinta yang memberi dari hakekatnya adalah cinta Ilahi dan cinta inilah milik Sang Pencipta, Allah sendiri, yang mencipta karena mencintai dan yang selalu mencintai karena sudah menciptakan.

Setiap kita senang menerima pemberian dari orang lain, seberapapun besarnya, sekecil dan sesederhana apapun wujudnya. Orang terkaya, terhormat dan terhebat sekalipun, juga senang bila menerima pemberian dari orang lain. Dengan menerima pemberian, keberadaan kita diakui, diterima dan bernilai bagi orang lain sehingga kita merasa bahagia. Kita semua membutuhkan sedikit cinta dan perhatian dari sesama. Mungkin pemberian sangat sederhana, hanya seulas senyuman, atau sekedar kerlipan mata namun bersahabat, mungkin cuma sebutir telur, sebungkus permen, sepotong roti yang dibagi bersama, segelas air, setangkai bunga, secangkir kopi, sepenggal SMS yang menarik. Atau bila tidak memiliki semua itu, tapi memiliki semenit waktu yang disediakan untuk mendengarkan keluh kesah seseorang, kehadiran tanpa kata menemani teman yang sedang sakit dan berduka, sepotong kata bijak atau nasihat yang bisa mememotivasi atau bahkan teguran yang bisa menyadarkan seseorang dari jalannya yang salah dan doa singkat dan tulus untuk seseorang yang sangat membutuhkan. Ada banyak bentuk pemberian baik materi maupun spirit, semuanya bermakna dan lahir dari hati yang memiliki hasrat untuk mencintai.

Butuh kesadaran

Ada yang mempunyai pandangan, bagaimana bisa memberi bila tidak memiliki sesuatu yang baik yang pantas diberikan? Memberi membutuhkan modal. Bila menunggu memiliki sesuatu yang dipunyai baru diberikan, mungkin kita tidak akan pernah bisa memberi. Dari keberadaan diri kita yang manusiawi ini, ada banyak signal dan chanel untuk diberikan. Meski tidak punya banyak dan memberi tidak perlu banyak karena yang mengalir dari hakekat keberadaannya adalah berbagi dari yang ada pada diri kita. Bukankah untuk tersenyum tidak perlu banyak waktu dan modal? Untuk berdoa tidak perlu modal besar? Kita hanya perlu sebuah kesadaran dari dalam diri bahwa saya memiliki apapun dan bisa diberikan kepada orang lain dengan cara berbagi. Memberi dengan berbagi. Berbagi adalah bagian dari memberi dan bukti dari mencintai.

St.Paulus menggambarkan dengan sangat indah madah kasih dalam 1 kor 13 : 1 - 13, yang adalah sebuah pemberian dari keberadaan diri kita dan kerelaan berbagi diri. Kasih itu sabar, murah hati, tidak marah, tidak sombong, tidak berlaku tidak adil, sopan, ramah, tidak memegahkan diri, tidak cemburu. Kesediaan berbagi kesabaran, kesediaan menahan diri dari emosi negative merupakan tindakan berbagi kasih. Kesadaran untuk selalu berbagi dengan tulus adalah bukti cinta.Mari kita berbagi dan memberi terus-menerus agar dunia kita semakin semarak oleh bunga-bunga kasih dan percikan energy cinta yang mengubah dunia. ***