Para suster mengadakan Gospel Sharing, dengan metode Lectio Devina, dalam kesempatan rekoleksi bersama pada hari Minggu, 23 September 2012.
Pada bulan Kitab Suci, para suster dikerahkan untuk semakin mencintai Sabda Tuhan, yang adalah sumber Kehidupan kita. Para suster menyadari, bahwa mujizat Tuhan selalu terjadi dalam hidup kita. ***hm
Selasa, 25 September 2012
Wajah ceria penuh sukacita dengan senyum manis di bibir menghias arakan keempat aspiran: Esti, Debrith, Petra dan Maria yang hendak menerima busana postulan. Meski baru sebagai langkah awal untuk meniti hidup membiara, toh langkah penuh keyakinan mengisyaratkan keberanian mereka untuk melangkah maju dengan satu harapan, sekali maju tidak akan mundur. Mereka telah menjalani masa aspiran selama kurang lebih setahun di komunitas St.Yosep dan komunitas St.Theresia. Pengalaman hidup bersama para suster dalam komunitas karya, menjadi masa indah yang telah mengantar mereka berani melangkah setapak lagi dalam masa pembinaan, menuju harapan dan cita-cita luhur.
RD.Pramodo yang memimpin Perayaan Ekaristi sore itu, 15 Agustus 2012 menyatakan turut gembira dan bersukacita bahwa di tengah hiruk pikuk dunia ini masih ada putri-putri yang bersedia mengikuti Kristus. “Segala yang baik dimulai dengan langkah kecil yang sederhana. Meski belum disapa suster, tapi busana putih sudah menjadi tanda yang membedakan dengan para gadis lainnya.Apa yang dicita-citakan perlahan-lahan terwujud melalui proses dan mesti diterima dengan gembira. Kalau tidak bisa merasa gembira dan bahagia, lebih baik tidak usah jadi suster. Menjawab panggilan Tuhan yang merupakan misteri, dengan tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui, semuanya merupakan proses di mana Tuhan sendiri membentuk setiap pribadi untuk semakin sesuai dengan kehendak-Nya”, demikian ungkapnya dalam homili yang sarat dengan guyon. Dalam Perayaan Ekaristi ini juga, ada upacara pembaharuan niat Sr.Marsella dan Pembaharuan kaul Sr. Mariana, KKS.
Tidak ada acara digelar, hanya makan malam bersama. Namun, sebagaimana sudah tradisi bagi anak muda masa kini. Makanan terasa hambar kalau mata tidak dimanja dengan tontonan. Secara spontan masing-masing maju membawakan lagu, tarian yang membuat suasana makan malam dipenuhi dengan gelak tawa yang menggembirakan. Proficiat.***hm
“Bagaikan Bertemu Tuhan“
Minggu, 5 Agustus 2012, berkat kasih melimpah untuk segenap umat Keuskupan Pangkalpinang khususnya di Pangkalpinang – Bangka.Pasalnya perayaan syukur akbar dwi-HUT Mgr.Hilarius Moa Nurak, SVD dirayakan secara meriah. Hadir dalam perayaan ini, 18 Uskup dari seluruh Indonesia, satu uskup dari Singapura dan tak ketinggalan yang mulia Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr. Antonio Guido Filipazzi.
Kegembiraan para suster di biara pusat, tak terkira. Tidak hanya boleh merayakan pesta akbar bersama ribuan umat di halaman SMA St.Yosep Pangkalpinang, tetapi keciprat berkat khusus dari yang mulia nuncio Mgr. Antonio Guido Filipazzi. Yang mulia berkenan merayakan Perayaan Ekaristi hari Minggu pagi di kapela biara Pusat pukul 07.00 WIB dan istirahat sejenak sebelum acara misa syukur Pesta dimulai.
Perasaan gembira saat mendengar berita dari Keuskupan bahwa Nuncio berkenan mengunjungi biara Pusat dan mau mengadakan misa bersama. Wah… luar biasa, banyak orang merindukannya, tapi para suster yang mengalaminya. Menatap wajahnya yang sangat tenang, teduh penuh pancaran kasih, membuat hati sangat nyaman. Apalagi ketika Nuncio tersenyum dan berkenan berbicara. Meskipun umumnya para suster tidak fasih berbahasa Inggris apalagi Italia, namun cukup berdiri, duduk manis, dengan senyum manis dan wajah berseri juga merupaka bahasa kasih yang tidak terkira. Ekaristi dipersembahkan pukul 07.00 WIB. Diawali dengan bahasa Inggris, yang kemudian sejak epistola Mgr. berkenan merayakan dalam bahasa Indonesia dengan artikulasi yang sangat jelas. Homili singkat yang sangat memikat dalam bahasa Inggris yang sederhana dan mudah ditangkap para suster, bagaikan siraman air surgawi yang menyejukan hati.
Usai misa, Nuncio yang ditemani oleh Sekjen Keuskupan Pangkalpinang RD.Bernardus Somi Balun, sarapan pagi bersama para suster. Menunggu waktu yang cukup lama sampai pukul 09.30 WIB baru dijemput menuju SMU St.Yosep, Nuncio berkenan istirahat di biara Pusat. Kesempatan emas ini digunakan par asuster untuk mengabadikan momen indah bersama Nuncio dengan berpose bersama. Hadir dalam Perayaan Ekaristi pagi itu, para suster dari komunitas Siti Anna, komunitas Nasaret dan komunitas St.Theresia. Semua berkesempatan berpose bersama sekomunitas dan perorangan. Persis sebagai seorang Bapa yang penuh kasih, tanpa bergerak hanya berdiri di tempat, dengan wajah terukir senyum penuh simpati, melayani para suster yang bergantian berpose.
“Rasanya benar-benar bahagia hari ini, seperti bertemu Yesus sendiri yang sungguh hidup dan mengunjung rumah kita,”ujar seorang suster. Yach… semua bahagia dan bergembira. Bertemu, bersalaman, berbicara dengan Nuncio yang dipercaya sebagai wakil SriPaus untuk Indonesia saja, begitu bahagia, apalagi benar-benar bertemu Tuhan. Tuhan selalu bisa ditemui kapan dan di mana saja, ketika cinta kasih hadir di sana. Persis seperti inti homili Nuncio pagi itu, bahwa Ekaristi adalah saat sangat istimewa untuk bertemu dengan Tuhan sendiri bukan bertemu manusia, tapi Tuhan maka harus sungguh mengimani kehadiran Kristus dalam Ekaristi.*** hm
BILA
Bila engkau berdoa, masuklah dalam keheningan dirimu
Engkau akan mengenal dirimu yang sesungguhnya
Bila engkau berdoa, hadirlah dengan sepenuh hatimu
Engkau akan tahu, betapa agungnya Tuhanmu
Bila engkau berdoa, janganlah terburu-buru
Seperti orang yang sedang memburu waktu
Sebab engkau akan insyaf bahwa Tuhanmu adalah pemilik waktu
Bila engkau berdoa, tinggalkanlah semua yang tidak perlu
Sebab engkau akan sadar bahwa di hadapan Allahmu
Tak ada yang lebih berharga selain dirimu
Bila engkau berdoa, janganlah menghitung-hitung
Sebab Tuhanmu bukanlah pedagang atau ahli ekonomi
Bila engkau berdoa, jangan terlalu banyak berbicara
Sebab Tuhanmu bukanlah sekadar pendengar setiamu
Bila engkau berdoa, jangan memaksakan kehendakmu,
Sebab Tuhanmu tidak sekadar
seperti ayah atau ibumu di dunia ini
Tetapi
Bila engkau berdoa,
Diamlah….
Tenanglah….
Dengarlah….
Dan lakukanlah….
Maka engkau akan tahu,
Bahwa doamu berbuah dalam hidupmu.***hm
Jalan Pelayanan St.Yosep
Kita sudah
merenungkan dalam edisi sebelumnya, jalan keheningan dan jalan penderitaan
St.Yosep, Bapa Pelindung Keluarga Kudus Nasaret. Baik sekali kita merenungkan
pula jalan pelayanan St.Yosep dalam
seluruh masa hidupnya terutama ketika
terpilih sebagai kepala keluarga Kudus, yang melindungi Maria dan Yesus Putera
Allah. Setiap kita dapat merenungkan dan mengkontemplasikan, apa yang bisa kita
temukan dalam diri St.Yosep yang
bekerja dengan susah payah. Apa
yang mendasari atau melandasi motivasi
dan menyemangatinya sehingga begitu setia sampai akhir hayatnya?
Sejak kecil kita
tahu, bahwa Yosep berprofesi sebagai
tukang kayu. Banyak kisah dengan berbagai versi baik melalui cerita maupun
dalam film memperlihatkan kepada kita bahwa sebagai seorang kepala keluarga,
Yosep sungguh bekerja keras, mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Suatu
kewajiban umum yang harus dipikul oleh seorang pria yang telah menjadi suami
bagi sang istri dan ayah bagi Sang Anak. Sebagaimana para bapak kepala keluarga
lainnya, Yosep bekerja keras dengan
seluruh kemampuannya. Yang hendak kita renungkan lebih dalam dalam refleksi
spiritualitas St.Yosep ini, bukan sekadar profesinya sebagai tukang kayu, namun
kita mau mendalami apa dan bagaimana
serta makna jalan pelayanan St.Yosep.
Bekerja
melayani Tuhan
Bekerja bagi St.
Yosep adalah hal wajar dan biasa.Orang yang hidup harus bekerja.Kalau tidak
bekerja janganlah ia makan, demikian St.Paulus mengingatkan kita akan
pentingnya bekerja dengan keras dalam dunia ini. Secara istimewa dari berbagai
sumber dinyatakan bahwa Yosep tidak
hanya sekedar mencari nafkah tetapi Yosep sungguh melayani Allah dalam segala hal dengan seluruh
kekuatan jiwa dan raganya. Suatu
pelayanan yang tidak mudah karena bukan hanya untuk memenuhi rasa lapar dan
haus ragawi tetapi juga melayani Allah yang hadir dan hidup di tengah
keluarganya.
Dikisahkan dalam
buku Kisah Kehidupan St.Yosep, Yosep bergumul
dengan dirinya sendiri dalam derita sekaligus sukacita besar, karena diperkenankan untuk
bekerja keras “memberi makan, minum, perlindungan, tempat tinggal yang layak” bagi Sang Putera Allah yang
menjelma menjadi manusia yang ada dalam keluarganya. Kalau bekerja seperti kebanyakan orang lainnya, tidak menjadi
persoalan. Tetapi bekerja dalam konteks
melayani Tuhan, adalah sebuah penghormatan khusus bagi Yosep yang tulus hati
dan sederhana ini.
Yosep menyadari
sejak awal, ketika dalam mimpi diteguhkan oleh malaikat untuk tidak takut
mengambil Maria sebagai istri karena anak yang dalam kandungannya berasal dari
Roh Kudus, seluruh pola hidup dan pola kerja Yosep berubah menjadi sebuah
bentuk pelayanan luar biasa kepada Allah yang hidup. Maka dengan penuh sukacita
sekaligus sering dengan penderitaan
besar karena sebagai manusia kadang kuatir,apakah yang dilakukannya sungguh
berkenan untuk Tuhannya yang hidup dan
ada di tengah keluarganya? Kekuatiran Yosep atas ketidaklayakan dirinya untuk
melayani Allah, menjadikannya semakin berelasi dekat dengan Tuhan sendiri.Yosep
dengan rendah hati selalu bertanya dalam keheningan batinnya, meminta petunjuk
untuk memastikan apakah yang dilakukan
ini layak dipersembahkan untuk Tuhan? Dan dalam banyak hal dalam setiap
pekerjaan dan pelayanannya Yosep mengalami selalu saja diteguhkan dengan rahmat
berlimpah dari Tuhan sehingga pelayanannya mendatangkan sukacita besar bagi
jiwanya. Sering kali Yosep bekerja sangat keras, bahkan kadang tidak ingin
untuk istirahat karena menyadari, betapa bahagianya boleh melayani Tuhan.
Dikisahkan pula,
betapa menderitanya Yosep ketika berada
dalam pengungsian di Mesir, pada masa
awal di tempat asing, sulit untuk
mencari pekerjaan. Bahkan oleh imanjinasi penulis cerita dalam film The Holy
Family, dilukiskan Yosep hampir tidak
memiliki pekerjaan. Untung dia memiliki ketrampilan sebagai tukang kayu, namun
di tempat asing, siapakah yang mengenalnya? Dengan susah payah Yosep berusaha
memperkenalkan ketrampilannya dengan
menawarkan jasa membuat alat sederhana atau memperbaiki sesuatu yang rusak
tanpa upah. Atas belaskasihan orang baik, Yosep diberi upah untuk dapat makan
sehari bersama Maria dan Yesus. Bahkan lebih menyedihkan hati Yosep sebagai
kepala keluarga karena pada saat itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari Bunda Maria juga bekerja rumah tangga, mengambil upah cuci sambil
mengasuh Yesus kecil. Suatu gambaran nyata
sebagaimana dialami setiap rumah tangga dan keluarga di bumi ini dalam
kesukaran sehari-hari. Namun seiring berlalunya waktu, atas kemurahan Allah,
ketekunan dan kerja kerasnya, Allah berkenan memberkati setiap tetes keringatnya. Apa yang dilakukannya selalu yang terbaik, terbagus dan terindah.
Tidak cuma itu, Yosep menggunakan setiap waktu hidupnya dalam berelasi dengan
pelanggannya sebagai kesempatan untuk melayani mereka dengan sangat baik
seperti ia melayani Yesus dan Maria.
Mewariskan
semangat pelayanan kepada Yesus
Dalam Litani
Keluarga Kudus kita temukan untaian
kalimat yang bagus sekali. Keluarga Kudus yang bapanya merupakan teladan
pelayanan, ibunya merupakan teladan kesabaran dan Putera Ilahinya merupakan
teladan ketaatan. Benar adanya, Yosep merupakan teladan pelayanan. Dengan
segala cara, segenap tenaga, dengan tangannya sendiri, dikerahkan pikiran, dan
tenaganya untuk melayani keluarganya. Dalam pelayanan ini, Yosep
yang saleh dan tulus hati, tidak pernah mengeluh karena harus bekerja
sendirian, tidak merasa terbeban karena bersusahpayah. Yang ada dalam pikiran
dan hatinya adalah asalkan Maria dan Yesus sehat, bahagia dan penuh sukacita.
Meski semakin lama kekuatan fisiknya semakin menurun, namun semangat kerjanya
tetap tinggi. Patut kita catat dalam
hati kita, bahwa apa yang dilakukan oleh Yosep dengan semangat kerja dan
pelayanan yang tidak kenal lelah, dilihat, diamati dan dialami oleh Yesus
sendiri. Tanpa banyak kata, tapi tindakan kerja kerasnya, telah tertular kepada
Yesus yang dalam masa dewasanya kita
kenal sebagai seorang manusia yang berkeliling sambil berbuat baik, yang
melayani orang banyak yang datang kepada-Nya. Bahkan Injil mencatat, karena
semangat pelayanan ini, makan dan
istirahat pun Yesus tidak sempat.
Bagi Yosep, bekerja merupakan
panggilan.Bekerja juga merupakan rahmat, karenanya dikerjakan penuh rasa syukur
dalam persatuan dengan Tuhan, Sang Pencipta yang bekerja terus sampai
sekarang.Bekerja penuh kegembiraan,sebagai ungkapan syukur, memiliki sesuatu
dalam hidup untuk menghidupi keluarganya dan mengembangkan dirinya sebagai
pribadi yang bermartabat dan suami serta ayah yang bertanggungjawab.
Menjadi suatu kebahagiaan besar bagi
Yosep ketika menyadari Yesus kecil yang telah beranjak remaja berkenan
membantunya di bengkel kayu. Tanpa
diminta dan disuruh.Mengikuti teladan ayahNya Yesus sama trampilnya dengan Yosep. Bahkan dalam
hal semangat Yesus muda, jauh lebih bersemangat dari Yusuf yang kekuatannya
berangsur surut. Seperti kebanyakan ayah
di bumi ini, mereka akan sangat bahagia menyaksikan anaknya sudah bisa bekerja
sendiri bahkan melanjutkan usaha ayahnya. Namun, lebih dari sekadar bekerja,
Yusuf jauh lebih berbahagia ketika menyadari bahwa tidak hanya dia yang
melayani Tuhan, Tuhan juga berkenan melayani dan membantunya.
Berbahagialah
kita yang menyadari dengan sungguh bahwa Allah sungguh turut bekerja, membantu
kita dalam setiap usaha kita. Ketika kita bekerja dengan sungguh-sungguh,
melayani dengan sepenuh hati dan cinta, apa yang kurang, disempurnakan oleh
Tuhan sendiri. Demikian, sudah dialami oleh Yusuf dalam masa hidupnya bersama Yesus dan Maria
di Nasaret. Bahkan Yusuf secara diam-diam belajar dari cara Yesus melakukan
sesuatu yang baru dari kreativitasnya. Pelayanan Yusuf menjadi sempurna ketika
Tuhan sendiri yang turut campur tangan di dalamnya.
Menyusuri
jalan pelayanan St.Yosep
Yesus belajar bekerja dan melayani dari ayah-Nya
St.Yosep sang pekerja keras. Yesus
meniru dan terlibat membantu St.Yosep.
Yesus bertanya kepada Yosep, apakah yang dilakukan dan dikerjakan-Nya sudah
cukup bagus? Yosep mengajarkan segala
yang baik dan perlu Yesus pelajari sebagai tukang kayu dengan lemah lembut dan
penuh kasih. Manakah anak yang tidak akan rajin mengikuti ayahnya bekerja kalau
ayahnya dapat mengajarkan kepadanya segala hal bahkan mempercayakan beberapa
hal untuk coba dilakukan? Demikian juga
Yesus. Yesus belajar bekerja dengan
tangan-Nya dengan keringat bercucuran dan
memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan ayahnya.
Terkandung
berbagai keutamaan dalam bekerja yang diteladankan St.Yosep antara lain, sabar,
teliti, tekun, rajin, tabah. Kalau gagal, berani diulangi dan dicoba lagi.
Dalam bekerja juga termuat proses belajar, dari yang sederhana menjadi semakin mahir. Dari bekerja lamban menjadi lebih cepat dan trampil. Bahkan belajar untuk berkomunikasi yang
baik dengan sesama khususnya pengguna
jasa pertukangan.
Yesus
belajar bekerja dari ayah-Nya segalanya. Dalam proses itulah Yesus bertumbuh dan berkembang sangat pesat
sebagai manusia yang disukai Allah dan manusia. Belajar dari St.Yosep, Yesus
memahami dengan baik bahwa orang hidup harus bekerja yang secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja
secara sosial, ikut serta membangun kehidupan sesama dan peradaban manusia. Secara
rohani, dengan bekerja berarti memuliakan Tuhan. Secara nyata, Yesus belajar hidup sebagai seorang manusia yang
bertanggung jawab, yang suka melayani, yang memiliki hati berbelas kasih dari
ayah-Nya. Sebab, selama bekerja sebagai tukang kayu, Yosep tidak pernah
menetapkan harga untuk setiap barang yang dilakukan. Yosep tidak menargetkan
berapa upah yang harus dibayar dan memperhitungkan secara ekonomis, untung
rugi. Cukup bagi Yosep untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berbahagialah
kita, yang menyadari bahwa bekerja dan melayani adalah bagian dari hidup dan
karenanya dengan penuh semangat bergiat melakukan apapun yang layak untuk hidup
sendiri dan sesama. Berbahagialah kita yang mau meniru semangat kerja dari
St.Yosep, pelindung para pekerja, yang tidak terlalu memfokuskan diri pada upah
dan menuntut berlebihan dari yang layak kita terima bahkan dengan sedikit
mengerahkan tenaga.Berbahagialah kita, yang tidak bermalas-malasan dan
menunda-nunda waktu untuk bekerja dan
melayani. Yesus telah belajar yang baik dari ayah-Nya yang berbudi luhur.Yesus
bertumbuh menjadi pribadi yang melayani Allah dalam ketaatan yang sempurna
sampai wafat di kayu Salib. Secara manusiawi, kita boleh merenungkan bahwa
semuanya terbentuk dari pola hidup dalam
keluarga Kudus sejak masa kecil-Nya yang melakukan segalanya dengan semangat
kasih yang besar kepada Allah dan kepada keluarga mereka.
Jalan pelayanan
St.Yosep ini, sangat indah untuk direnungkan, minimal menginspirasi kita untuk
tetap bersemangat ketika mengalami kelelahan,
kegagalan dan ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu. Kita bisa belajar banyak
dari St.Yosep dalam banyak hal untuk menjadi pekerja dan pelayan Allah yang
baik. Ketulusan, kejujuran, semangat, bergiat, ketekunan, kesabaran, kemurahan
hati, kebaikan dan segalanya. Buah-buah Roh, tak mustahil dapat kita miliki
dari sebuah proses kerja dan melayani
hari demi hari, dengan satu semangat dasar, ketergantungan yang penuh pada
Allah dan keterarahan hati untuk belajar dari Allah yang selalu melayani dan memenuhi
kebutuhan hidup kita, sampai selama-lamanya.***hm
MELAYANI TUHAN DENGAN BERDOA
Hanya manusia sebagai makluk yang paling mulia di dunia ini yang selain memiliki akal budi,
kehendak bebas juga hati nurani yang di dalamnya tertanam hasrat untuk mampu berelasi dengan penciptanya. Binatang
dan tumbuh-tumbuhan sebagai makluk hidup mungkin dengan caranya sendiri memuliakan Tuhan. Meskipun masih juga terdapat penghuni bumi ini yang
tidak mengakui adanya Tuhan, entah karena
terlalu terfokus pada yang ilmiah dan logika alam, atau karena sengaja
tidak mau mengakuinya, atau mungkin saja karena belum mengenal Tuhan dan siapa
itu Tuhan, tapi semua manusia pasti
dalam hatinya dapat merasakan bahwa ada suatu ‘kuasa” lain yang lebih
besar dari dirinya.
Bagi kita orang
beriman yang sejak awal mengenal Tuhan, tidak begitu sulit untuk menerima bahwa
memang Tuhan sungguh ada, berperan penuh
dalam kehidupan kita. Banyak cara dan jalan untuk menghormati, melayani dan
memuliakan Tuhan sebagai pencipta dan pencinta kita. Dengan cara hidup dan tata
acara peribadatan bersama, sesuai tradisi budaya dan warisan iman tertentu.
Berdoa atau sembahyang atau apapun namanya adalah salah satu bentuk
berkomunikasi , berelasi dengan Sang Yang maha tinggi.
Tidak sekadar memohon
Berdoa tidak sekadar untuk memohon, meminta dan
memaksa Tuhan untuk memberikan apa yang
dibutuhkan dengan sesegera mungkin. Banyak dari antara kita memahami doa
seperti itu.Maka dalam proses doa semua isi doa adalah permohonan. Memang tidak
salah jika dalam berdoa kita memohon
sesuatu. Karena memang kita yakin,
permohonan kita akan dikabulkan oleh Tuhan. Hanya amat disayangkan kalau
pemahaman kita tentang berdoa hanya sampai di situ. Padahal doa seperti
yang kita tahu memiliki arti yang sangat luas dan mendalam.Karena dalam doa
kita berelasi dengan Sang sumber hidup, asal sekaligus tujuan hidup kita. Bukankah
ini sangat istimewa? Bagaimana mungkin kalau hanya sekadar memohon? Apa
yang sebenarnya dapat kita berikan
kepada Sang sumber hidup? Meski kita sadar, kita tak mampu beri apapun karena
Tuhan kita adalah Allah yang kaya raya dalam segala rahmat dan berkat, yang
bahkan tanpa kita memohon akan dianugerahkan secara cuma-cuma? Apa yang
dapat kita lakukan di hadapan Allah kita
yang maha murah, maha pengasih dan penyayang? Kita hampir tidak punya apapun
untuk dilakukan karena ternyata Allah
sendiri telah melakukan, mengerjakan segalanya
dengan amat rapi, indah dan teratur? Tapi apakah dengan kesadaran itu
kita tidak perlu berbuat sesuatu dan menunggu saja Tuhan mengerjakannya untuk
kita?
Kita semua
insyaf sejak awal dan dapat menjawab dengan mudah semua pertanyaan itu. Tidak.
Kita dapat melakukan apapun untuk Tuhan, kalau kita mau.Kita dapat melayani
Tuhan dengan berbagai cara dengan memperkembangkan seluruh daya yang telah
dianugerahkan Tuhan kepada kita: akal budi, kehendak bebas, hati nurani, kesadaran
diri, daya imajinasi. Yang paling terkenal kita tahu : ora et labora atau
berdoa dan bekerja. Keduanya tidak bisa
mewakili salah satunya sebagai bentuk pelayanan cinta kepada Tuhan dan
memuliakan keagungan karya kasih-Nya. Tidak cukup hanya berdoa, tidak cukup
hanya bekerja. Harus berdoa dan bekerja. Kali ini kita menfokuskan permenungan
pada bagaimana melayani Tuhan dengan berdoa.
Berdoa dengan Segenap,…
Berdoa selalu
mudah dilakukan, kapan saja dan di mana saja. Meskipun secara liturgis ada
waktu, aturan dan tata cara tertentu. Apapun itu, maksudnya hanya satu, kita
memuliakan Tuhan dengan segenap akal budi, kehendak hati, kebebasan
berekspresi, segenap tenaga, segenap kekuatan dan segenap jiwa. Yang menjadi
persoalan adalah benarkah atau mampukah kita memuliakan Tuhan kita dengan
segenap…segenap…dan segenap…itu? Karena
Tuhan memang menghendaki demikian seperti yang dinyatakan Yesus sendiri
dalam hukum cinta kasih. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dengan
segenap jiwamu dengan segenap tenagamu, dengan segenap kekuatanmu. ( Mrk 12 :
29)” Kita melayani Tuhan dengan segenap hati baik dalam doa maupun dalam karya.
Kelihatannya
lebih mungkin bagi kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh karena kita dapat
menikmati hasil kerja; mendapat upah, pujian, penghargaan, pangkat, nama baik,
status hidup social kita.Apa yang dilakukan kita dapat menikmati hasilnya bahkan
bisa dinikmati orang lain dan keluarga yang dicintai. Bagaimana dengan doa?
Apakah kita bersungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan? Maksudnya hati sungguh
terarah pada Tuhan, dengan rasa syukur yang besar, berani berlama-lama dengan
kasih yang besar? Bukankah dalam realita terlalu sering agak tergesa-gesa, tidak tenang, pikiran penuh
dengan rencana usaha manusiawi, hati penuh keraguan bahkan bibir tidak berhenti
berbicara? Kalau memang benar demikian, mungkin baik kita merefleksi lebih
dalam, apakah sungguh sudah melayani Tuhan dalam doa dengan usaha yang sudah
sedemikian besar, seperti yang diupayakan
dalam dunia kerja untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Untuk berhasil
dengan baik dalam dunia kerja, para orang tua
tidak tanggung-tanggung sejak dini menyekolahkan anaknya pada
sekolah favorit yang tentu mahal,
ditambah lagi dengan pelajaran les tambahan berbagai bahasa, seni, logika.
Untuk bisa diterima dalam dunia kerja yang kompetitif, tidak sedikit orang rela
menimba ilmu setinggi mungkin untuk mencapai gelar tertinggi bahkan studi
sampai di luar negeri.Semuanya baik adanya, yang menunjukkan bahwa manusia sungguh
berupaya sekuat kemampuan demi memperkembangkan diri serta kemampuan yang sudah
dianugerahkan Tuhan. Namun kalau dibandingkan dalam konteks berelasi dengan Tuhan dalam doa, apakah sudah
ada usaha yang luar biasa besar seperti dalam dunia kerja?
Beberapa orang
mungkin berusaha keras, bahkan menghabiskan banyak waktu untuk merenung sabda
Tuhan. Ada yang mengabdikan seumur hidupnya dalam keheningan di tempat
sunyi untuk berdoa dan bersemedi. Ada
berani berziarah ke luar negeri, napak tilas di tanah suci dengan tujuan
bersentuhan langsung dengan historisitas imannya, mengalami sentuhan secara
personal sehingga bisa semakin memperteguh imannya. Sekarang, hampir dalam
semua agama berlomba-lomba mengembangkan cara, model dan metode doa yang membantu
penganutnya untuk dengan segenap hati, budi, kehendak,
kekuatan mengarahkan diri pada Tuhan dengan penuh cinta. Yang kelihatannya
seperti buang waktu, tetapi diyakini sebagai suatu persembahan waktu yang
berharga untuk Tuhan yang dicintai.
Pelayanan pertama dan utama terhadap Tuhan
Apapun caranya,
diimani bahwa doa merupakan bentuk pelayanan terindah kepada Tuhan bahkan harus
yang pertama dan utama.Orang selalu bisa melayani sesamanya kapan dan di mana
saja bahkan dengan penuh cintakasih dan pengorbanan besar. Bahkan secara
kristiani pula disadari bahwa melayani sesame merupakan wujud nyata melayani
Tuhan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Yohanes rasul terkasih Tuhan : Tidak
mungkin orang mengasihi Tuhan, jika dia tidak mengasihi sesame yang dilihatnya.”
Menjadi perjadi sebuah pertanyaan pula, apakah sungguh kita sadar bahwa ketika
kita melayani sesame kita melayani Tuhan, sehingga pelayanan ini merupakan
suatu pelayanan bernilai imani, yakni karena cinta akan Tuhan maka saya
melayani sesama. Atau kalau hanya sekadar kewajiban semata, apalagi dengan
motif mengharapkan imbalan misalnya kalau saya sudah melayaninya, suatu waktu
dia juga harus melayani saya. Ini baru
sampai pada dimensi manusiawi.
Kalau kita bisa
berdoa dengan baik, sepenuh hati dan seterusnya, tidak sekadar bahwa memang sudah seharusnya sebagai makluk
ciptaan Tuhan. Alangkah indahnya kalau semua itu dilakukan atas dasar kesadaran
bahwa Tuhan sendiri menghendaki demikian dan mengundang kita untuk selalu ada
bersama-Nya, dekat pada-Nya bahkan berdiam dalam hadirat-Nya. “ Barangsiapa
tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak. Jikalau kamu tinggal
dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam
kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya.(Yoh. 15:
5,7)”. Luar biasa menjanjikan, undangan Tuhan ini. Bukan bualam tapi jaminan.
Bahkan di dalamnya memuat syarat, kalau kita sudah sungguh berada dalam hadirat
kasih-Nya, bersatu dengan-Nya, apapun yang kita butuhkan, akan diberikan pada
saatnya. Ora et labora. Tidak dibalik, labora et ora. Artinya, untuk dan
terhadap Tuhan, dinomorsatukan, baru untuk sesama. Berkat dari Tuhan akan tercurah atas seluruh usaha
manusiawi kita.
Buah melayani Tuhan
Aneh tapi nyata dalam realita sehari-hari kita
alami, bahwa pemahaman yang cukup
tentang doa, belum tentu menjamin kita bisa berelasi secara baik dan segenap dengan Tuhan. Bahkan
lebih celaka, tidak sedikit para pengajar, pewarta, pemimpin agama atau apapun
namanya yang seharusnya menjadi barisan terdepan dalam kedekatan dengan Tuhan,
ternyata tidak jauh beda dengan orang
biasa yang tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya berelasi dengan Tuhan.
Tidak dipungkiri juga orang sederhana bahkan buta huruf yang tidak mengerti
Kitab Suci, namun mengandalkan pendengarannya melalui pewartaaan Sabda, menjadi
orang yang sungguh dekat berelasi dengan Tuhan. Tidak ada jaminan bahwa status
hidup, tingginya pendidikan, pilihan hidup, menjadi tanda kedekatan orang dengan Tuhan. Yang
menjadi jaminan sekaligus signalnya
adalah apakah relasi dengan Tuhan itu menghasilkan buah. Buah doa adalah
ketekunan. Bertekun dalam cinta kasih yang besar kepada Tuhan dan sesama.
Buahnya adalah orang semakin rendah hati,sederhana, siap sedia melayani, tidak
banyak komplein, menggerutu atau mengeluh baik saat suka, gembira maupun kala
derita dan kekecewaan dialami.
Buah melayani
Allah melalui doa, permenungan Sabda-Nya, menghasilkan sukacita terdalam yang
terpancar dari raut wajah polos,
sederhana, nyaman dan menarik orang pada Tuhan untuk ikut bersyukur dan
memuliakan Tuhan. Buah doa akan nampak dalam sikap penyerahan diri yang total
pada rencana dan kehendak Allah, senang untuk bertobat, beramal dan berbuat
baik tanpa mengharapkan apapun dan tanpa syarat. Buah doa sebagai pelayanan
pertama dan utama kepada Allah, dapat
dinikmati dalam kedamaian hati yang menginspirasi hidup orang lain.
Tidak menghendaki yang tidak berkenan di mata Tuhan.
Nyatalah
kebenaran firman Tuhan ini, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya
maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu. ( Luk. 12 : 31)”. Banyak
kesaksian iman kita alami sepanjang usia kita, bahwa tanpa doa, tanpa kedekatan
dengan Tuhan, nampak apapun sia-sia. Meski hidup bergelimang harta dan nama
semakin panjang dengan deretan gelar, selalu ada yang merasa kurang dalam hidup
ini. Suatu dahaga jiwa yang tak terpuaskan, karena kita belum sampai menyelam
pada sumbernya yakni Tuhan sendiri yang telah melimpahkan segala anugerah.
Terlalu banyak
kesempatan dan kemungkin yang sama bagi
setiap kita untuk melayani Allah dengan
cara hidup kita masing-masing. Melakukan sesuatu untuk Tuhan beda dengan
melakukan sesuatu dalam dan bersama
Tuhan. Yang diharapkan dari kita sebagai insan beriman adalah melakukan segala
sesuatu dalam dan bersama Tuhan. Dari situ mengalir suatu yang indah yang
bisa dibagikan untuk sesama. Kalau Tuhan
sudah nomor satu, yang lainnya pasti beres. Kalau Tuhan sudah ditempatkan di
atas segalanya dalam hidup kita, segalanya
akan baik-baik saja. Kalau kita berani melayani Tuhan sebagai yang
pertama dan utama dalam hidup, segala kebutuhan kita akan terpenuhi tanpa kita
memintanya.
Tuhan sungguh
baik, bahkan terlalu baik.Kebaikannya tak terbatas. Tuhan juga tidak minta
banyak, pun tidak menuntut.Tuhan hanya
berharap dengan pengharapan Ilahi bahwa anak-anak yang dicintai-Nya ini selalu
dalam rangkulan kasih-Nya, tidak akan jauh-jauh dari-Nya dan tidak akan binasa.
Kalau selama ini, prioritas hidup kita untuk melayani Tuhan dengan doa dan Sabda-Nya
masih menempati porsi yang sedikit atau tidak sampai 5 atau 10 persen, kita
dapat mengubahnya. Dunia ini selalu bisa berubah, dan kitalah insani pengubah
hidup kita. Dalam dunia bisnis, ekonomi kita berani mengubah haluan, demi
keuntungan yang lebih besar dan memenangkan persaingan. Kiranya sama dalam
dunia imani, kita dapat mengubah prosentase hidup kita, untuk Tuhan mungkin tidak sebesar seperti mereka yang memang khusus terpanggil untuk melayani Tuhan dengan doa
yang tiada putus. Sedikitnya menambah beberapa porsen secara
perlahan-lahan.Tuhan tahu dan pasti akan memperhitungkan semuanya. Ini tentu,
demi kebahagiaan hidup kita nanti kelak
di surga. Tuhan secara ajaib bahkan bisa mengubah hidup kita secara sangat spektakuler dengan mujizat-Nya,
tetapi untuk apa jika tidak menambah iman kita kepada-Nya. Tuhan lebih ingin
bahkan senang kalau semua itu tumbuh dari hati kita untuk selalu kembali
kepada-Nya. Berniat saja, sudah
menyenangkan hati-Nya, apalagi sungguh dikonkretkan dan kita sudah berada dalam
hadirat-Nya. Segalanya tentu lebih indah dari yang kita bayangkan selama ini.
Siapa berani mencoba?***hm
Antara Berjuang dan Berserah
Saya teringat
pertanyaan seorang bapak dalam pertemuan beberapa waktu lalu. Meskipun baru dua
kali bertemu, pertanyaannya bagiku amat menyentuh. “Suster, apa sich rahasia hidup suster dalam biara. Suster bekerja
tidak punya gaji, atau katakanlah gajinya kecil, hanya cukup untuk
kebutuhan sehari-hari. Suster punya karya yang juga kecil, dengan fasilitas
sarana seadanya. Apakah Suster tidak
cemas? Dalam pelayanan apakah Suster ingin maju dan berkembang? Kalau misalnya
Suster hendak menggolkan sebuah proyek,
apa yang paling pertama Suster lakukan?” Wah… wach..pertanyaan bertubi-tubi
padahal maksudnya hanya satu, rahasia
hidup Suster. Belum sempat saya
menjawabnya, bapak tersebut menambahkan begini. “ Suster, saya rasa hidup
suster , pastor atau biarawan, rohaniwan dan kami kaum awam ini banyak beda.”
“Menurut Bapak, apa yang berbeda?” tanyaku padanya. “Bedanya adalah hidup
suster penuh penyerahan, sedangkan hidup kami awam penuh perjuangan.” Jawab
bapak itu. Bapak ini kemudian bercerita panjang lebar tentang perjuangannya.
“Kalau untuk membuka usaha baru atau membuka
cabang di tempat tertentu untuk memperluas usaha, kami harus
hitung dengan cermat, berapa banyak dana yang disiapkan, berapa keuntungan
nantinya, bagaimana kelangsungannya. Kalau Suster, saya amat-amati, kalau tidak
salah, tidak begitu berjuang, tapi hanya menyerah, berserah. Eh… tahu-tahu, ada
yang membantu. Entah membantu berpikir, membantu mengerjakan, membantu
macam-macam. Menarik sekali hidup seperti ini, kok bisa yach…saya tak habis
pikir” cerita bapak itu.
Tiba giliran
saya mulai menceritakan dari pengalaman selama ini dan isi otak saya. “ Kami
juga berjuang,Pak dengan sekuat tenaga. Juga berpikir, berencana apa yang bisa
dilakukan dalam pelayanan untuk semakin menjangkau banyak orang. Tetapi kami
juga realistis, berpikir dan berencana banyak pun, kalau tidak ada modal dana,
juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kami juga sadar, apa yang kami lakukan bukan
karya kami, tetapi karya Tuhan. Karena itu kami selalu berdoa, menyerahkan
kepada Tuhan.Kalau terinspirasi rencana demikian, dibawakan dalam doa, baik doa
pribadi maupun bersama. Memohon petunjuk Tuhan, apakah sesuai kehendak Tuhan?
Jangan-jangan kehendak diri sendiri. Dari pengalaman, kalau memang kehendak
Tuhan, pasti ada jalan. Akan selalu bertemu dengan orang yang bersedia membantu
dalam banyak hal. Nach… kami yakin bahwa Tuhan memang menghendakinya sehingga
Tuhan sendiri bertindak mengutus orang-orang-Nya untuk melakukan karya-Nya.”
Bapak ini
bergumam: “ Wach… luar biasa. Tidak usah
berjuang banyak yach., cukup menyerahkan semuanya.” Kataku : “Sebenarnya tidak
hanya menyerah, tapi berjuang penuh
penyerahan diri dan percaya kepada Tuhan penuh pengharapan”. Tentang dana atau
uang, bapak ini menimpali : “ Memang di dunia ini uang bukan segala-segalanya
tetapi segalanya perlu uang”. Sedikit bergurau, dengan mengingat SMS yang
pernah masuk ponselku aku berseloroh : “ Kami punya banyak uang, cuma masih ada
di saku baju orang”. “Nach,,, yang diperjuangkan adalah bagaimana supaya uang
itu, pindah dari kantong orang ke kantong kami. Karena tidak mungkin kami
mencuri, juga meminta yang amat butuh perjuangan, yach..yang paling mudah kami
minta adalah pada Tuhan, dalam doa-doa. Meski tidak sebanyak yang diingini,
tetapi kami alami, Tuhan selalu memberi menurut kebutuhan kami, tepat bahkan
kadang sedikit lebih.”.
Berawal dari
kekaguman sederhana, cerita kami jadi panjang lebar dan bermuara pada sharing
iman tentang kebaikan Tuhan. Yach… ujung-ujungnya kami mengakui, bahwa Tuhan
memang memberikan kepada setiap orang sesuai kemampuannya. Tuhan menolong orang
tepat sesuai waktu Tuhan. Tuhan
memberikan dengan kebebasan penuh. Tuhan dapat menggugah hati orang yang
empunya untuk berbagi dengan yang membutuhkan. Kalau Tuhan, yang menggerakkan
hati seseorang, hampir tak mungkin orang itu berdiam diri dan tidak siap
berbagi dengan sesamanya. “Makanya dalam hidup ini harus pandai-pandai dan
dekat dengan Tuhan, yach Suster. Aku
juga mau dekat dengan Tuhan,…demikian Bapak itu menyimpulkan sambil bergurau.
Kisahku ini cuma
mau menegaskan bahwa dalam segalanya kalau berharap pada Tuhan, semuanya akan
indah pada waktunya. Berdoa banyak, melayani banyak dengan penuh cinta kasih.
Membantu banyak tanpa pamrih, akan peroleh berkat berlimpah dari Tuhan. Kalau
Bapak itu saja, akhirnya menemukan sendiri rahasia hidup para suster yakni doa yang
terus-menerus dan teratur yang membuat
para suster tergantung penuh pada Tuhan, berbahagialah kita yang memang melayani Tuhan dengan puji-pujian, doa dan
amal kasih kita. Kalau berdoa sekali dua kali saja, uang di saku baju orang bisa pindah ke tangan
kita, yakinlah bahwa berdoa dengan penuh iman, tidak jemu-jemu, tidak saja
bermaksud memindah uang orang, tetapi terutama untuk memuliakan Tuhan. Kalau
Tuhan dimuliakan, tidak mustahil akan berpindah juga perbendaharaan rahmat-Nya yang melimpah dari surga ke rumah
kita, komunitas kita dan hati kita. “ Jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada
anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus, kepada
mereka yang meminta kepada-Nya ( Luk.11 :13 ). ***hm
Berdoa Tanpa Kenal Musim
Dalam suatu misa
malam Minggu, saya sangat terdorong untuk mengunjungi seorang bapak yang sedang
terbaring lemah di rumah sakit.Tanpa
menunda sepulang gereja saya mampir di rumah sakit. Ada banyak yang membezuk
bapak itu, istri anak dan keluarga besarnya ada di sekitar ruangan luar, bapak
itu sendirian di tempat tidur, sedang tidur. Lama saya menunggu sambil
berdoa.Mungkin karena merasa ada orang, bapak itu membuka mata dan menatap saya
sambil bergumam lirih. “ Terima kasih, Suster. “ Selanjutnya bapak ini
bersharing dengan suara sangat pelan tentang pengalaman imannya menghadapi
sakit.
“Suster, tolong
doakan saya, tanpa henti. Proses pengobatan saya masih lama. Saya percaya Tuhan
akan menyembuhkan saya seperti yang selalu saya alami. Saya harus jalani semua
bagian dari hidup saya dengan penuh ketenangan dan syukur.Pengalaman sakit
membawa saya lebih menaruh harapan pada Tuhan.Sekarang sepertinya saya melayani
Tuhan melalui pengalaman sakit ini dan doa-doa saya selain memohon kesembuhan juga
supaya iman saya semakin teguh, anak-anak saya semakin diberkati Tuhan. Saya
yakin, Tuhan punya rencana indah untuk saya dan keluarga dibalik pengalaman
sakit ini. Paling sedikit mendekatkan keluarga saya pada Tuhan. Suster,
benarkan kita tidak hanya melayani Tuhan dalam situasi yang sehat segar bugar,
tetapi situasi sakit juga bisa melayani Tuhan?” Saya hanya mengangguk dan
berkata lirih ‘ Iya, benar.Kita melayani Tuhan dalam segala situasi tanpa kenal
musim”.
“Suster,
pengalaman sakitku membuktikan, Tuhan sangat dekat dengan manusia ketika kita
menderita. Saya merasakan sungguh. Sepertinya dalam situasi ini, yang paling
Tuhan inginkan dari saya adalah selalu berada bersama Tuhan sendiri. Meski
situasi sakit tidak begitu enak dan nyaman tapi saya bersyukur, mengalami Tuhan
secara nyata. Saya berharap semua ini membawa kesembuhan dan pemulihan yang
utuh.” Saya sangat tersentuh dengan
kalimat ini, sebuah ungkapan hati penuh iman. Tak terasa air mata saya meleleh,
seperti air mata bapak itu yang tak tertampungkan. “ Suster, ingat saya dalam
doa-doa suster yang sering itu, tanpa henti suster. Berbahagialah Suster yang
selalu bisa dekat dengan Tuhan dalam doa-doa yang tiada henti. Suster melayani
Tuhan dengan doa-doa pujian dan pengorbanan yang besar dalam pelayanan. Saya
rasa Tuhan akan mendengarkan doa-doa suster untuk saya dan untuk banyak orang.”
Selama kunjungan itu, aku lebih banyak mendengar
sharing bapak ini, yang sangat menggugah hatiku. Dalam kelemahan dan deritanya,
bapak ini seolah mengingatkan akan tugas utama
dalam pelayananku yakni kesatuan dengan Tuhan dalam doa. Bapak ini
merasa saya sebagai orang beruntung yang bisa selalu melayani Tuhan dalam doa
pujian dan pengorbanan hidup melalui pelayanan. Sementara di sisi lain hatiku,
muncul sedikit rasa malu. Aku merasa Tuhan sudah berbicara dan mengingatkan aku
melalui ungkapan hati bapak yang sakit ini. Bahwa hakekat hidupku sebagai orang
terpanggil, yang pertama dan utama, aku dipanggil untuk hidup bersama Tuhan,
tinggal dalam hadirat Kasih-Nya. Bukan dipanggil untuk bekerja, bekerja sampai kehabisan energi dan kelelahan.
Aku sadar,
kadang lebih tertarik untuk sibuk
bekerja sampai tidak menyisihkan waktu
untuk Tuhan dalam doa, permenungan Sabda Tuhan, keheningan dan puji-pujian. Aku
sadar, kadang Tuhanku mendapat hanya sisa-sisa waktu setelah aku kelelahan.
Bapak itu memandang hidupku secara lain, bahwa aku yang sebagai suster melayani Tuhan dengan doa pujian dan
pengorbanan dalam pelayanan. Seharusnya aku sendiri harus menyadari hal ini,
bahwa hidup yang kupilih dengan bebas
ini adalah persembahan utuh untuk Tuhan, jiwa dan raga, waktu dan setiap kesempatan
untuk melayani Tuhan, tanpa kenal musim, entah musim baik dalam keadaan gembira
dan sukacita atau musim kurang baik dalam menanggung sakit, kelemahan,
kegagalam atau derita. Pertama dalam relasi kasih yang intim dengan Tuhan dalam
doa, keheningan dengan cinta yang besar, yang
dari itu baru yang nomor dua yakni melayani sesama atas dasar kasih kepada Tuhan dan dalam kesatuan dengan
Tuhan. Terima kasih, Tuhan. Sekarang aku tahu, bahwa Tuhan telah berbicara dan mengingatkan aku lewat sharing pengalaman
bapak yang sakit ini. Semoga Bapak yang sakit ini terpulihkan dan aku boleh
melayani Tuhan dalam doa-doa dan persembahan hidupku.***hm
Kamis, 20 September 2012
Lebih dari Sekadar Ibu
Seorang sahabatku berkisah
tentang pengalaman imannya bersama Ibunda Maria dari Nasaret. “ Bagiku, Maria
lebih dari seorang ibu. Bersamanya aku mengalami segalanya. Hanya dengan berdoa
Salam Maria saja, aku merasa Bunda sangat dekat denganku.Memandang gambar Bunda saja, rasa hatiku seperti begitu
memilikinya. Apalagi jika aku serius berdoa dan memohon segala yang kuperlu
dalam hidupku. Tidak pernah terlambat
Bunda mengabulkan permohonanku. Aku sungguh merasa aman, nyaman
sekaligus bahagia bersama Bunda.”
Begitulah pengakuan sahabatku
seorang pria bujang berusia 41 tahun yang sudah tidak punya ayah dan ibu karena sudah kembalai ke surge. Tidak punya
saudara dan saudari karena semua telah pergi dengan pilihan hidupnya
sendiri.Menunggu rumah dan hidup bebas bersama teman-teman.Tidak punya
pekerjaan tetap tetapi selalu hadir dan siap sedia menolong siapa saja, tanpa
menghitung waktu dan memperhitungkan kesehatan dirinya.
Hidup sendirian di usia hampir
setengah baya, tidak begitu gampang katanya. Tetapi heran, aku tidak
pernah melarat dan selalu memiliki
banyak teman dan sahabat. Hal yang paling dikuatirkan dalam hidupnya adalah
kalau sakit, siapakah yang sudi merawat? Ternyata kekuatiran itu tidak
beralasan, setelah dialaminya dengan sungguh, bahwa ketika sakit teman dan sahabat merawat dan
memperlakukannya seperti seorang saudara. Menurutnya, semua itu bukan karena
kebaikannya tetapi karena pertolongan Bunda.
Dia tidak seperti pemuda lainya
yang mungkin jarang berdoa Rosario.Atau jangankan Rosario mengucapkan doa Salam
Maria satu kali saja dalam sehari mungkin lupa.Yang mengalungkan Rosario di
leher sebagai pertunjuk kekatolikannya atau sebagai “jimat”. Sahabatku ini, tekun
berdoa, bahkan merasa ada sesuatu yang kurang dalam diriku kalau sampai
terlambat berdoa pada waktu yang sudah
menjadi komitmennya bersama Bunda. Warisan iman dari orangtuanya sejak masa
kecil, yang berdoa sesudah bangun tidur, sebelum melakukan pekerjaan, sebelum
dan sesudah makan, sebelum bepergian dan selama dalam perjalanan bahkan sedang
mengendarai kendaraan, sebelum istirahat malam, ketika melewati bangunan
Gereja, atau melintasi daerah rumah sakit, dia selalu berdoa Salam Maria. Sebab
kata mamanya sewaktu kecil, kapan dan di mana pun kamu bisa berdoa.Bila tidak
bisa berdoa spontan berdoa Salam Maria saja.Warisan iman itu, tetap dihidupinya
sampai kini dan selama itu pula ia selalu mendapatkan pertolongan dari Bunda
Maria.
“Sebenarnya, aku tidak terlalu
pandai berdoa sambil merenung misteri suci seperti para rohaniwan dan
biarawan-biarawati atau para legioner dan pencinta Maria lainnya. Aku hanya
percaya, bahwa Bunda sangat mencintaiku, membimbingku, memenuhi kebutuhan
hidupku, menyelamatkanku dan melakukan segalanya untukku. “Bahkan hanya karena
mempertahankan kedekatan dan imannya kepada
Bunda Maria dan Yesus Puteranya, ia berani memutuskan relasi kasih
dengan seorang wanita yang pernah
dicintainya pada masa mudanya, karena dianggapnya wanita itu kurang beriman,
terlalu manusiawi. “ Wach,,, akan sangat repot kalau berani memperistri
perempuan yang tidak dekat dengan Bunda Maria. Kalau Bunda yang luar biasa
lembut dan penuh kasih tidak bisa memikat hatinya bagaimana bisa dia bisa hidup sebagai orang
beriman dan mencintai aku yang rapuh ini”.
Bagiku, pengalaman iman sahabatku
ini dalam kedekatan dengan Bunda, sangat
luar biasa. Aku mengagumi iman dan komitmennya serta turut berbahagia
dan bersyukur atas kasih Tuhan baginya. Aku bersyukur, di tengah dunia
sekuler yang diwarnai konsumerisme dan hedonisme yang tinggi masih ada pemuda
alim nan beriman penuh akan pertolongan
Bunda Surgawi. Kalau dia seorang imam, seorang frater, atau seorang seminaris
yang memang sudah terdidik, tersedia
banyak waktu untuk berdoa dan belajar banyak tentang teori dan berbagai dogma
tentang Bunda Maria, mungkin aku tidak terlalu kagum.Atau kalau dia seperti
ayahku yang sudah uzur usia, yang tidak ada pekerjaan lain selain berdoa ,
makan dan tidur aku rasa biasa saja.Tapi, dia seorang pemuda biasa, yang masih
mempunyai hati untuk Tuhan dan menempatkan Bunda pada tempat yang sentral di hatinya.
Sungguh, kuasa Allah bekerja
penuh dalam diri setiap orang yang percaya. An tangan BUnda selalu terulur
untuk semua orang yang berkenan mencintainya dan Puteranya. Kisahnya membuat
aku agak malu hati karena aku punya banyak waktu untuk berdoa dan seharusnya
mencintai penuh, tetapi masih sering ditangguhkan, ditunda bahkan tanpa dosa
menelantarkan pertolongan Bunda. Per Mariam Ad
Jesum. ***hm
SABDA BAHAGIA
Berbahagialah
orang yang memiliki rasa humor,
sebab
mereka akan memiliki kegembiraan.
Berbahagialah
orang yang dapat tutup mulut dan tahu mendengarkan,
mereka
akan belajar banyak perkara baru .
Berbahagialah
orang yang dapat bersungguh-sungguh,
mereka
akan dihargai oleh teman-temannya.
Berbahagialah
orang yang tahu memenuhi kebutuhan orang lain tanpa merasa diri sendiri juga
butuh,
sebab
mereka akan menjadi penabur kebahagiaan.
Berbahagialah
orang yang dapat menafsirkan tingkah laku orang lain dengan keramahan,
sebab
sesungguhnya itu adalah buah cinta kasih dan kebahagiaan.
Berbahagialah
orang yang berpikir sebelum berbuat dan
berdoa sebelum berpikir,
sebab
mereka akan menghindari banyak kekeliruan.
Berbahagialah
orang yang dapat berdiam diri dan tersenyum, bahkan bila orang mengacuhkan,
memusuhi dan menginjak-injak,
Sebab
itu tanda bahwa kabar bahagia berdiam di hati Anda. *** Marselina
BILA RESAH HATIMU
Bila resah
hatimu membekas
Melewati
batas cakrawala di akhir senja
Jangan
kaubiarkan sampai matahari terbenam
Kecemasanmu
berubah jadi kekecewaan
Bila rasa
kecewa menguasaimu
Jangan pernah
kauukur dengan patokanmu
Jangan pula
kau hitung dengan jarimu
Sabarlah,
waktu akan mencairkan kecewamu
Bila kau tak
mampu untuk mengurung rasa sedihmu
Kekecewaan
dan kesedihan berubah jadi kemarahan
Ketika
kemarahan menjadi matang dalam benakmu
Akan
melahirkan kekerasan
Bila kau
bersikeras dalam maumu
Engkau akan
kehilangan segalanya yang baik
Karena
kurungan rasa kecewa,kemarahan
Tidak akan
membebaskanmu
Sampai
engkau membuka diri,
Mengelus
dada, menunduk dan merunduk
Mengakui semua keteledoranmu
Bila semua
telah terangkat dengan bebas
Oleh
pengakuan dan pengampunan
Kau akan
merasa seperti berjalan di atas udara
Atau berpijak
di air, bebas dan membahagiakan
Bila kau
sudah tahu membedakan
Mana yang
perlu kau bawa dan kautinggalkan
Dalam
meniti hari-harimu
Kau akan
insaf ,Tu hanmu berpihak pada yang murah hati
Yang tidak
menghitung hari dengan kesalahan dan dosa
Yang tidak
melintasi waktu dengan dendam dan ragu
Tapi berkenan
pada ketulusan dan kejujuran hatimu.***HM
Jalan Keheningan St. Yosep
“
Ketika Yusuf mengetahui bahwa maria sedang mengandung ia ingin menceraikannya
dengan diam-diam.Ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak
kepadanya dalam mimpi dan berkata : “Yusuf anak Daud, janganlah engkau takut
mengambil Maria sebagai isitrimu, sebab
anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.Ia akan melahirkan anak
laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Bdk Matius 1 : 20-21,24
( Konstitusi KKS no. 14).
St.Yosep sungguh seorang tokoh
dalam Perjanjian baru, yang
melayani Allah tanpa suara. Injil tidak mencacat sepatah kata
pun yang diucapkan oleh St.Yosep.
Kita boleh mengontemplasikan reaksi
jawaban verbal St.Yosep kepada malaikat yang
menampakkan diri kepadanya untuk
“membujuknya dan meneguhkan keputusannya” untuk tidak takut mengambil
Maria sebagai istri dan harus memberi nama kepada
bayi yang ada dalam kandungan
Maria setelah lahir nanti. Kita boleh
saja membayangkankan secara manusiawi
kemungkinan dialog Yosep dengan
malaikat.
Kita tentu pernah menonton film Joseph of Nazareth.
Salah satu contoh imajinasi manusia masa
kini untuk mencoba menterjemahkan, menghidupkan
peran St.Yosep, yang tidak banyak
dikisahkan dalam Injil. Sebagai lelaki biasa, digambarkan dalam film
tersebut, bahwa pada awal mulanya, sulit
bagi Yosep untuk mempercayai apa yang dikisahkan Maria kepadanya, bahwa semuanya
telah terjadi dengan campur tangan Tuhan. Yosep menamakan dirinya bukan sebagai lelaki dewasa yang bodoh, yang begitu saja mempercayai apa yang dikisahkan. Sama seperti
semua pria lainnya atau semua
manusia, tidaklah semudah itu untuk
mempercayai suatu kejadian atau
peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan
kehidupan normal manusia dari abad ke
abad. Tidak begitu mudah bagi Yosep
untuk menerima tanpa tahu
penyebab. Pergumulan batin yang hebat, antara menerima dan menolak, karena
bagaimana pun Yosep sangat mencintai
Maria.
Allah mempunyai
cara sendiri untuk meyakinkan
St.Yosep akan intervensi-Nya terhadap
kehadiran Sang Janin dalam rahim
Maria dan seluruh rencana-Nya. Hanya
melalui mimpi. Melalui mimpi yang
dipercayai Yosep sebagai pewahyuan Allah sendiri, tanpa bersuara, tanpa banyak kata, bahkan
tanpa berpikir lebih, Yosep memutuskan untuk mengambil
Maria sebagai istri. Penggambaran dalam film itu,
selanjutnya tidak pernah ada lagi
reaksi Yosep yang emosional
sebagaimana awalnya. Yosep tampil sebagai figur pria yang tulus hati ( Matius 1 : 19.
Ketulusan hati Yosep nampak dalam seluruh kisah hidup Yosep sampai akhir hidupnya, meninggal dunia dalam kedamaian di tangan Maria dan Yesus Puteranya. Ini salah satu contoh
visualisasi figure Yosep dari
Nasaret.Namun bagaimanapun apa yang dilakukan St.Yosep sepanjang hidupnya
adalah menyuarakan semuanya.
Menyuarakan
Kehendak Tuhan
Sering dalam
realita hidup, kita kurang begitu
mempercayai orang yang nampak tenang, diam, tidak banyak bicara bisa menyuarakan sesuatu dengan baik. Bahkan dalam berbagai disiplin
ilmu kita tahu, bahwa
berbicara adalah sebuah ketrampilan
komunikasi manusia yang sangat penting, yang perlu selalu dilatih untuk mahir. Tidaklah demikian dengan Yosep
dari Nasaret ini. Injil saja tidak
mencatat satu katapun yang diucapkan
Yosep. Tetapi kita percaya, Yosep telah
banyak sekali berbicara kepada Tuhan,
Yahwe yang menyelamatkan. Kita percaya, bahwa
Yosep selalu bersuara, berdialog dengan Allah dalam
segala hal, segera setelah dia
memutuskan mengambil Maria sebagai
isteri. Yosep telah selalu bercakap-cakap dengan Allah,
dengan malaikat pelindungnya
secara intensif dalam seluruh masa hidupnya. Setidaknya inilah yang
dikisahkan dalam buku “Kisah Kehidupan Santo Yosep” Seperti yang
dinyatakan Tuhan Yesus Kristus kepada maria Cecilia Bay,OSB.Kepala Biara Benediktin dari St. Petrus di Montefiascone,
Italia Tahun 1743 -1766, yang diterbitkan
oleh Marian Centre Indonesia.2008.
Membaca dan
merenungkan kisah Santo Yosep
tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa
Yosep dalam segala hal, menyuarakan
kehendak Allah. Dalam keheningan, suara
Yosep bergema dengan sangat
kuat kepada Allah. Hampir setiap
saat, Yosep berseru kepada Allah.
Tanpa itu, Yosep tidak tahu apa
yang mesti dilakukan.Tanpa itu,
Yosep tidak tahu bagaimana bersikap terhadap Maria
dan Yesus, selama tahun-tahun
hidup mereka yang penuh kesulitan dalam pengungsian di Mesir dan beberapa
waktu di Nasaret. Yosep telah selalu berdialog dengan malaikat
pelindungnya.bahkan dikisahkan pula, Yosep
selalu diliputi oleh
sukacita dan kebahagiaan yang luar
biasa besar dalam segala hal.
Bahwa Yosep perlahan-lahan menyadari
dengan amat baik, peran agung tangan
Tuhan yang kuasa dalam hidup keluarganya
bersama Maria dan Yosep. Bahkan sukacita
Yosep yang luar biasa, ketika
sesekali menyadari bahwa dia
selalu berkomunikasi, berdialog dengan
‘Yang Mahatinggi” yakni Yesus Puteranya.
Meskipun itu
juga kisah yang dituliskan manusia,
namun kita boleh percaya bahwa sungguh
jalan keheningan Yosep yang
tanpa suara itu, adalah jalan untuk menyuarakan kehendak
Allah dengan sempurna.Kita jug a boleh
berkontemplasi dengan cara kita sendiri
untuk berjumpa dengan Santo Yosep secara
pribadi. Menonton filmnya, membaca buku yang menuliskan kisah hidup St.Yosep,
membaca dari Kitab suci dan berbagai
literature yang lainnya, bagi saya selalu saja
muncul inspirasi baru tentang
pribadi St.Yosep, yang membuat
saya sangat terpesona. Selama
ini, saya terlalu mengabaikan peran St.Yosep, hanya karena tidak begitu
tahu, tidak juga berkeinginan
mencari tahu.Tetapi setelah mengenalnya sedikit
lebih dalam, keterpesonaanku memuncak pada jalan keheningannya yang menyuarakan kehendak Allah.
Menyusuri
jalan keheningan St.Yosep
Kita hidup di
jaman yang penuh kebisingan dan hiruk pikuk kehidupan. Rasanya waktu berputar sangat
cepat. Semua orang nampak sangat
sibuk. Kehidupan rohani kita
semakin bergeser, digerus
habis oleh perkembangan jaman
dengan mobilitas globalisasi yang sangat kuat. Kita harus akui bahwa semua kita manusia, takut merasa
sendirian, takut kesepian, takut
akan keheningan. Lihat saja, di
mana-mana orang selalu
berkomunikasi dengan cara apa saja.
Bahkan dalam doa-doa kita juga,
kita lebih banyak berbicara
daripada diam atau hening. Hanyan
sedikit orang yang berani bertahan dengan keadaan yang sunyi, sepi
dan hening.
Barangkali awal mula, Yosep juga demikian, sebelum
dengan intens bersahabat dengan Allah
dalam relasi yang luar biasa karib. Yosep
diiubah oleh Allah
menjadi pribadi yang hening dan menjalankan kehendak Allah,
tanpa suara. Suara Yosep
terdengar dalam gema bunyi-bunyi
alat dan perkakas pertukangan di rumahnya di Nasaret. Suara
Yosep terdengar dalam bunyi langkah derap kakinya
yang kokoh dalam perjalanan
menuju Betlehem waktu hendak sensus penduduk, dalam derap langkah kakinya menuju
Mesir dalam pengungsian, dalam
perjalanan kembali ke Nasaret, dalam perjalanan ke Yerusalem mencari anak Yesus yang hilang. Suara Yosep terdengar dan terbaca dengan jelas dalam pandangan kebapaannya yang penuh pengertian kepada
Yesus Puteranya.
Dalam buku
Kisah Kehidupan Santo Yosep, dikisahkan
pula, bagaimana Yosep dengan sangat
hati-hati, penuh penghormatan yang tinggi kepada Yesus
Puteranya, ketika sedang mengajar Yesus bekerja
di bengkelnya sebagai tukang kayu. Hanya
sesekali terdengar suaranya untuk mengajarkan beberapa hal yang penting
kepada Yesus. Tetapi dalam hati, Yosep selalu berbicara dengan Tuhannya. Yosep
bahkan lebih banyak mencermati, memandang
Yesus sepanjang hari, sepanjang waktu dengan penuh rasa ketertarikan
yang amat besar, keterpesonaan.
Yesus kecil yang kadang tidak begitu menyadari perhatian, pandangan ayah-Nya, sangat mengagumi ayah-Nya yang penuh perhatian dan
memiliki sifat kebapaan yang luar biasa besar. Yesus sangat
nyaman dan bahagia bersama ayah-Nya meski sepanjang hari
bekerja di bengkel kayu
dalam keheningan. Tetapi hati mereka
selalu berbicara dalam keheningan
di antara alunan bunyi perkakas yang bertalu-talu.
Keheningan
Yosep telah bergema dengan sangat
kuat, menembus relung hati
terdalam kanak-kanak Yesus.Keheningan Yosep, menyokong keheningan Bunda Maria yang bersatu penuh dengan Allah dan kehendak-Nya. Keheningan Yosep bergemuruh
hebat menyatakan bahwa di bumi ini
masih ditemukan sosok pria tulus hati yang melakukan kehendak Allah dengan sempurna tanpa banyak
kata,banyak bicara, banyak pertimbangan.Tidak ada lobi, atau negosiasi, tidak
ada demo, tidak ada sms atau teleponan,
tidak ada apa-apa selain keheningan. Keheningan yang membawa Yosep
mengenal kehendak Allah, melaksanakannya.Keheningannya membuatnya bersyukur dengan kegembiraan besar, bahwa Allah memang
berkenan kepada hamba-Nya yang
rendah.
Sederetan gelar
diberikan kepada St.Yosep meskipun sampai
hari ini Yosep tetap tidak bersuara. St.Theresia dari Avila menulis :”
Aku menjadikan St.Yosep pembela dan
pelindungku, aku mempercayakan diriku
sepenuh hati kepadanya.Ia datang menolongku dengan cara paling nyata. Untuk
menyempurnakan sukacitaku, ia senantiasa menjawab doa-doaku lebih dari yang aku
mohon dan harapkan.Aku tidak ingat, bahkan sekarang, bahwa aku pernah memohon
sesuatu kepadanya yang tidak ia perolehkan bagiku.Aku terpesona luar biasa yang
Tuhan anugerahkan kepadaku melalui St.Yosep dan atas segala mara bahaya di mana ia telah
membebaskan aku baik tubuh maupun jiwaku.”
Banyak orang
kudus telah mengalami secara
langsung bagaimana dalam keheningannya, Yosep telah menyuarakan
mereka di depan Allah. Banyak orang yang
telah berlindung padanya, tidak
sekadar memakai namanya dan menyebut namanya
tetapi mereka meniru jalan
keheningannya dan berani menyuarakan
kehendak Allah dalam keheningan mendalam. ***hm
Mengubah Hidup Menjadi Sebuah Doa
Tuhan bersabda : “ Percayalah teguh
bahwa hanya jalan kasih dengan roh kerendahan hatilah satu-satunya jalan yang
seharusnya kaulakukan!” Bunda Maria juga mengatakan: “ Tidakkah kita seharusnya
rendah hati seperti Yesus telah merendahkan diri-Nya sendiri? Marilah bersikap
rendah hati sambil merenungkan
Yesus di gunung
Golgota dan berjalan dengan sepenuh hati di belakang-Nya? Aku ingin agar
kalian semua menjalani jalan kesempurnaan bersamaku, melalui
kemiskinan,kerendahan hati, kesetiaan,
dan kemurnian.”
Kita seharusnya menjadi jiwa kecil
yang melayani sesama dan melakukan permintaan Tuhan dan Bunda Maria dalam hidup kita. Tuhan Yesus datang ke dunia untuk melayani bukan untuk
dilayani. “ Tuhan, tolonglah kami agar dapat meniru Engkau dan merendahkan diri
sampai akhir.”Ketika Yesus berdoa
di taman Getsemani menjelang sengsara dan wafat-Nya, Yesus sangat takut
sampai berkeringat darah. Meski demikian
Yesus tidak berdoa dan mengingat kepentingan diri-Nya sendiri, tetapi diri-Nya
dipertaruhkan untuk semua umat manusia,
demi keselamatan dan kebahagiaan manusia.
Meski sering kita menyadari
pengorbanan Yesus, yang luar biasa besar ini, tetap saja manusia hidup dalam keterpecahan, keegoisan, dalam
kecemburuan dan iri hati, mengeritik dan menjelekkan sesama yang membuat Yesus semakin bertambah menderita dan menjerat
manusia sendiri dalam suatu
disposisi batin yang semakin jauh dari Tuhan dan sesama.
Bunda Maria, melalui pesan-pesannya,
senantiasa mengingatkan kita akan kasih
dan pengorbanan putera-Nya. Bunda Maria mengajak kita untuk menjahit hati Tuhan kita Yesus Kristus yang terkoyak dan tercabik-cabik dengan
pengertian yang mendalam akan kasih Tuhan melalui pelayanan kasih kepada sesama.Kita selalu mempunyai banyak
kesempatan untuk mengubah irama hidup harian kita menjadi sebuah doa, dengan
menyatukan dan mempersembahkan semuanya pada Tuhan melalui ungkapan-ungkapan
doa sederhana.
“Tuhan, seperti kami memasak sayur
dengan memberi bumbu sehingga
menjadi satu, tolonglah kami
menjadi satu dengan yang lain dalam
keluarga dan komunitas kami.Buatlah agar kami menikmati hidup dalam persatuan
dan persaudaraan, menjadi manusia baru dalam cinta yang dipersatukan oleh Tuhan
Yesus Kristus sendiri.” Dalam segalanya
kita perlu memeriksa batin kita, apakah kita gagal membina persatuan dalam komunitas kita?
Apakah kita seperti minyak dan air yang
tidak bisa bercampur? Iblis akan senang melihat perpecahan di antara
kita yang dikarenakan adanya konflik kecil dan ketidakmampuan kita untuk saling
mengampuni, memaafkan dan melupakan, dalam kehidupan sehari-hari.
Kita
cenderung lebih mudah mengingat kelemahan dan kesalahan sesama,
daripada kelebihan dan keisitimewaannya.
Kita kadang kurang rela untuk mengakui dengan jujur apa yang mengganjal dalam
diri kita. Kita bahkan mudah untuk membalas
dendam. Kita lupa, kalau bila kita difitnah, dikritik atau dipermalukan,
sesungguhnya semuanya sudah dibayar lunas
oleh Yesus Kristus dengan
darah-Nya yang tercurah di kayu Salib sebagai wujud cinta-Nya yang abadi. Kita
lupa kalau kita punya kesempatan untuk mengubah pengalaman pahit dengan sebuah
ungkapan sederhana kepada Tuhan. “Tuhan,
ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Kasihanilah
dan berilah mereka rahmat pertobatan.” Ketika
kita salah berbicara, meluncurkan
kata-kata keras dan kasar terhadap
sesama tanpa perasaan, gossip,ngrasani, menghakimi atau bahkan mengkritik. Kita
dapat pula berdoa. “ Tuhan, aku telah salah berbicara yang sangat melukai
hati-Mu dan sesama. Ampunilah aku, berkatilah aku yang lemah ini.”
Kita banyak menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dengan sesama, via SMS,
telepon, ngobrol, tetapi jarang menyadari bahwa
kita juga memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Kita
bekerja keras sepanjang hari dengan susah payah, namun lupa mempersembahkan
kepada Tuhan. Ketika kita menikmati makanan yang enak bahkan sisa dan terbuang.
Kita dapat berdoa. “Tuhan, pandanglah
dan terimalah pengorbananku ini untuk keselamatan jiwa malang yang terlupakan. Anugerahilah rejeki
pada mereka yang kelaparan dan kehausan.
Kesadaran bahwa dengan cara sederhana
kita dapat berkomunikasi dengan Tuhan, membantu kita untuk mengembangkan relasi
yang lebih sering dengan Tuhan, tidak menunggu saat sangat membutuhkan bantuan
baru memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa-doa kita. “Tuhan, Engkau selalu hadir
setiap saat menyertai kami, kasihanilah kami.” Rekonsiliasi dengan Tuhan
dimulai dengan niat tulus untuk berelasi dengan Tuhan sesering mungkin. ***
Maria Dolorosa
Langganan:
Postingan (Atom)