Selasa, 25 September 2012

GOSPEL SHARING

Para suster mengadakan Gospel Sharing, dengan metode Lectio Devina, dalam kesempatan rekoleksi bersama pada hari Minggu, 23 September 2012. 
Pada bulan Kitab Suci, para suster  dikerahkan untuk semakin mencintai Sabda Tuhan, yang  adalah  sumber Kehidupan kita.  Para suster menyadari, bahwa   mujizat Tuhan  selalu terjadi dalam hidup kita. ***hm

Wajah  ceria penuh sukacita dengan senyum  manis  di bibir menghias  arakan keempat aspiran: Esti, Debrith, Petra dan Maria yang hendak menerima busana postulan. Meski baru  sebagai langkah awal untuk meniti hidup membiara, toh langkah penuh keyakinan mengisyaratkan keberanian mereka untuk melangkah maju dengan satu harapan, sekali maju tidak akan mundur.  Mereka telah menjalani masa aspiran  selama kurang lebih setahun di komunitas  St.Yosep dan komunitas  St.Theresia.  Pengalaman  hidup bersama para suster dalam komunitas  karya, menjadi masa indah yang telah mengantar mereka berani melangkah setapak lagi dalam masa pembinaan, menuju harapan dan cita-cita luhur.
RD.Pramodo yang memimpin Perayaan Ekaristi sore itu, 15 Agustus 2012  menyatakan turut gembira dan bersukacita bahwa di tengah hiruk pikuk dunia ini masih ada putri-putri yang bersedia mengikuti Kristus. “Segala yang baik dimulai dengan langkah kecil yang sederhana. Meski belum disapa suster, tapi busana putih sudah menjadi tanda yang membedakan dengan para gadis lainnya.Apa yang dicita-citakan perlahan-lahan terwujud melalui proses dan mesti diterima dengan gembira. Kalau tidak bisa merasa gembira dan bahagia, lebih baik tidak usah jadi suster. Menjawab panggilan Tuhan yang merupakan misteri, dengan tahap-tahap pembinaan yang harus dilalui, semuanya merupakan proses di mana Tuhan sendiri membentuk setiap pribadi untuk semakin sesuai dengan kehendak-Nya”, demikian ungkapnya dalam  homili yang sarat dengan guyon. Dalam Perayaan Ekaristi ini  juga, ada  upacara pembaharuan niat Sr.Marsella dan Pembaharuan kaul  Sr. Mariana, KKS.
Tidak ada acara digelar, hanya makan malam bersama. Namun, sebagaimana sudah tradisi bagi anak muda masa kini. Makanan  terasa hambar  kalau mata tidak dimanja dengan tontonan. Secara spontan masing-masing maju membawakan lagu, tarian  yang membuat suasana makan  malam dipenuhi dengan gelak tawa yang menggembirakan. Proficiat.***hm


“Bagaikan Bertemu Tuhan“


Minggu, 5 Agustus 2012, berkat kasih melimpah untuk segenap umat Keuskupan Pangkalpinang  khususnya  di Pangkalpinang – Bangka.Pasalnya perayaan syukur akbar dwi-HUT Mgr.Hilarius Moa Nurak, SVD dirayakan secara meriah. Hadir dalam  perayaan ini, 18 Uskup dari seluruh Indonesia, satu uskup dari Singapura dan tak ketinggalan yang mulia Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Mgr. Antonio Guido Filipazzi.
Kegembiraan para  suster di biara pusat, tak terkira. Tidak hanya boleh merayakan pesta akbar bersama ribuan umat  di halaman SMA St.Yosep Pangkalpinang, tetapi keciprat berkat khusus  dari yang mulia nuncio Mgr. Antonio Guido Filipazzi. Yang mulia berkenan merayakan Perayaan Ekaristi  hari Minggu pagi di kapela biara Pusat pukul 07.00 WIB dan istirahat sejenak  sebelum acara  misa syukur Pesta dimulai.
Perasaan gembira  saat mendengar berita  dari Keuskupan bahwa Nuncio berkenan mengunjungi biara Pusat dan mau mengadakan misa bersama. Wah… luar biasa, banyak orang merindukannya, tapi para suster yang mengalaminya. Menatap wajahnya yang sangat tenang, teduh penuh pancaran kasih, membuat hati sangat nyaman. Apalagi ketika Nuncio tersenyum dan berkenan berbicara. Meskipun umumnya para suster tidak fasih berbahasa Inggris  apalagi Italia, namun cukup berdiri, duduk manis, dengan senyum manis dan wajah berseri juga merupaka bahasa kasih yang tidak terkira.  Ekaristi dipersembahkan pukul 07.00 WIB. Diawali dengan bahasa Inggris, yang kemudian sejak epistola Mgr. berkenan merayakan dalam bahasa Indonesia  dengan artikulasi yang sangat jelas. Homili singkat  yang sangat memikat dalam bahasa Inggris  yang sederhana dan mudah ditangkap para suster, bagaikan siraman air surgawi yang menyejukan hati. 
Usai misa, Nuncio yang ditemani oleh Sekjen Keuskupan Pangkalpinang RD.Bernardus Somi Balun, sarapan pagi bersama para suster. Menunggu waktu yang cukup lama sampai pukul 09.30 WIB baru dijemput menuju SMU St.Yosep, Nuncio berkenan istirahat di biara Pusat. Kesempatan emas ini digunakan  par asuster  untuk mengabadikan momen indah bersama Nuncio dengan berpose bersama.  Hadir dalam Perayaan Ekaristi pagi itu, para suster dari komunitas Siti Anna, komunitas Nasaret dan komunitas  St.Theresia. Semua berkesempatan berpose bersama sekomunitas  dan perorangan. Persis sebagai seorang Bapa yang penuh kasih, tanpa bergerak hanya berdiri di tempat, dengan wajah terukir senyum penuh simpati, melayani para suster yang bergantian berpose. 
“Rasanya benar-benar bahagia hari ini, seperti bertemu Yesus sendiri yang sungguh hidup dan mengunjung rumah kita,”ujar seorang suster. Yach… semua bahagia dan bergembira. Bertemu, bersalaman, berbicara dengan Nuncio yang dipercaya sebagai wakil SriPaus untuk Indonesia saja, begitu bahagia, apalagi benar-benar bertemu Tuhan. Tuhan selalu bisa  ditemui kapan dan di mana saja, ketika  cinta kasih hadir  di sana. Persis seperti  inti homili Nuncio  pagi itu, bahwa Ekaristi adalah saat sangat istimewa  untuk bertemu dengan Tuhan sendiri  bukan bertemu manusia, tapi Tuhan maka harus sungguh mengimani kehadiran Kristus dalam Ekaristi.*** hm

BILA


Bila engkau berdoa, masuklah dalam keheningan dirimu
Engkau akan mengenal dirimu yang sesungguhnya
Bila engkau berdoa, hadirlah dengan sepenuh hatimu
Engkau akan tahu, betapa agungnya Tuhanmu

Bila engkau berdoa, janganlah terburu-buru
Seperti orang yang sedang memburu waktu
Sebab engkau akan insyaf bahwa Tuhanmu adalah pemilik waktu

Bila engkau berdoa, tinggalkanlah semua yang tidak perlu
Sebab engkau akan sadar bahwa  di hadapan Allahmu
Tak ada yang lebih berharga selain dirimu

Bila engkau berdoa, janganlah menghitung-hitung
Sebab Tuhanmu bukanlah pedagang atau ahli ekonomi

Bila engkau berdoa, jangan terlalu banyak berbicara
Sebab  Tuhanmu bukanlah sekadar pendengar setiamu

Bila engkau berdoa, jangan memaksakan kehendakmu,
Sebab Tuhanmu tidak sekadar  
seperti ayah atau ibumu di dunia ini

Tetapi
Bila engkau berdoa, 
Diamlah….
Tenanglah….
Dengarlah….
Dan lakukanlah….
Maka engkau akan tahu, 
Bahwa doamu  berbuah dalam hidupmu.***hm

Jalan Pelayanan St.Yosep



Kita sudah merenungkan dalam edisi sebelumnya, jalan keheningan dan jalan penderitaan St.Yosep, Bapa Pelindung Keluarga Kudus Nasaret. Baik sekali kita merenungkan pula  jalan pelayanan St.Yosep dalam seluruh masa hidupnya  terutama ketika terpilih sebagai kepala keluarga Kudus, yang melindungi Maria dan Yesus Putera Allah. Setiap kita dapat merenungkan dan mengkontemplasikan, apa yang bisa kita temukan dalam diri St.Yosep yang  bekerja  dengan susah payah. Apa yang mendasari atau melandasi  motivasi dan menyemangatinya sehingga begitu setia sampai akhir  hayatnya?
Sejak kecil kita tahu, bahwa Yosep  berprofesi sebagai tukang kayu. Banyak kisah dengan berbagai versi baik melalui cerita maupun dalam film memperlihatkan kepada kita bahwa sebagai seorang kepala keluarga, Yosep sungguh bekerja keras, mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Suatu kewajiban umum yang harus dipikul oleh seorang pria yang telah menjadi suami bagi sang istri dan ayah bagi Sang Anak. Sebagaimana para bapak kepala keluarga lainnya, Yosep bekerja  keras dengan seluruh kemampuannya. Yang hendak kita renungkan lebih dalam dalam refleksi spiritualitas St.Yosep ini, bukan sekadar profesinya sebagai tukang kayu, namun kita mau mendalami  apa dan bagaimana serta makna jalan pelayanan St.Yosep.

Bekerja melayani Tuhan
Bekerja bagi St. Yosep adalah hal wajar dan biasa.Orang yang hidup harus bekerja.Kalau tidak bekerja janganlah ia makan, demikian St.Paulus mengingatkan kita akan pentingnya bekerja dengan keras dalam dunia ini. Secara istimewa dari berbagai sumber  dinyatakan bahwa Yosep tidak hanya sekedar mencari nafkah tetapi Yosep sungguh melayani  Allah dalam segala hal dengan seluruh kekuatan  jiwa dan raganya. Suatu pelayanan yang tidak mudah karena bukan hanya untuk memenuhi rasa lapar dan haus ragawi tetapi juga melayani Allah yang hadir dan hidup di tengah keluarganya.
Dikisahkan dalam buku Kisah Kehidupan St.Yosep, Yosep bergumul  dengan dirinya sendiri dalam derita sekaligus  sukacita besar, karena diperkenankan untuk bekerja keras “memberi makan, minum, perlindungan, tempat  tinggal yang layak” bagi Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia yang ada dalam keluarganya. Kalau bekerja seperti  kebanyakan orang lainnya, tidak menjadi persoalan. Tetapi bekerja  dalam konteks melayani Tuhan, adalah sebuah penghormatan khusus bagi Yosep yang tulus hati dan sederhana ini.
Yosep menyadari sejak awal, ketika dalam mimpi diteguhkan oleh malaikat untuk tidak takut mengambil Maria sebagai istri karena anak yang dalam kandungannya berasal dari Roh Kudus, seluruh pola hidup dan pola kerja Yosep berubah menjadi sebuah bentuk pelayanan luar biasa kepada Allah yang hidup. Maka dengan penuh sukacita sekaligus  sering dengan penderitaan besar karena sebagai manusia kadang kuatir,apakah yang dilakukannya sungguh berkenan untuk  Tuhannya yang hidup dan ada di tengah keluarganya? Kekuatiran Yosep atas ketidaklayakan dirinya untuk melayani Allah, menjadikannya semakin berelasi dekat dengan Tuhan sendiri.Yosep dengan rendah hati selalu bertanya dalam keheningan batinnya, meminta petunjuk untuk memastikan apakah yang dilakukan  ini layak dipersembahkan untuk Tuhan? Dan dalam banyak hal dalam setiap pekerjaan dan pelayanannya Yosep mengalami selalu saja diteguhkan dengan rahmat berlimpah dari Tuhan sehingga pelayanannya mendatangkan sukacita besar bagi jiwanya. Sering kali Yosep bekerja sangat keras, bahkan kadang tidak ingin untuk istirahat karena menyadari, betapa bahagianya boleh melayani Tuhan.
Dikisahkan pula, betapa menderitanya Yosep ketika  berada dalam pengungsian di  Mesir, pada masa awal di tempat  asing, sulit untuk mencari pekerjaan. Bahkan oleh imanjinasi penulis cerita dalam film The Holy Family, dilukiskan Yosep hampir  tidak memiliki pekerjaan. Untung dia memiliki ketrampilan sebagai tukang kayu, namun di tempat asing, siapakah yang mengenalnya? Dengan susah payah Yosep berusaha memperkenalkan  ketrampilannya dengan menawarkan jasa membuat alat sederhana atau memperbaiki sesuatu yang rusak tanpa upah. Atas belaskasihan orang baik, Yosep diberi upah untuk dapat makan sehari bersama Maria dan Yesus. Bahkan lebih menyedihkan hati Yosep sebagai kepala keluarga karena pada saat itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Bunda Maria juga bekerja rumah tangga, mengambil upah cuci sambil mengasuh Yesus kecil. Suatu gambaran  nyata sebagaimana dialami setiap rumah tangga dan keluarga di bumi ini dalam kesukaran sehari-hari. Namun seiring berlalunya waktu, atas kemurahan Allah, ketekunan dan kerja kerasnya, Allah berkenan memberkati setiap  tetes keringatnya. Apa yang dilakukannya  selalu yang terbaik, terbagus dan terindah. Tidak cuma itu, Yosep menggunakan setiap waktu hidupnya dalam berelasi dengan pelanggannya sebagai kesempatan untuk melayani mereka dengan sangat baik seperti ia melayani Yesus dan Maria.

Mewariskan semangat pelayanan kepada Yesus
Dalam Litani Keluarga Kudus kita temukan  untaian kalimat yang bagus sekali. Keluarga Kudus yang bapanya merupakan teladan pelayanan, ibunya merupakan teladan kesabaran dan Putera Ilahinya merupakan teladan ketaatan. Benar adanya, Yosep merupakan teladan pelayanan. Dengan segala cara, segenap tenaga, dengan tangannya sendiri, dikerahkan pikiran, dan tenaganya untuk melayani keluarganya. Dalam pelayanan ini,  Yosep  yang saleh dan tulus hati, tidak pernah mengeluh karena harus bekerja sendirian, tidak merasa terbeban karena bersusahpayah. Yang ada dalam pikiran dan hatinya adalah asalkan Maria dan Yesus sehat, bahagia dan penuh sukacita. Meski semakin lama kekuatan fisiknya semakin menurun, namun semangat kerjanya tetap tinggi. Patut  kita catat dalam hati kita, bahwa apa yang dilakukan oleh Yosep dengan semangat kerja dan pelayanan yang tidak kenal lelah, dilihat, diamati dan dialami oleh Yesus sendiri. Tanpa banyak kata, tapi tindakan kerja kerasnya, telah tertular kepada Yesus  yang dalam masa dewasanya kita kenal sebagai seorang manusia yang berkeliling sambil berbuat baik, yang melayani orang banyak yang datang kepada-Nya. Bahkan Injil mencatat, karena semangat pelayanan ini, makan  dan istirahat pun Yesus tidak sempat.
 Bagi Yosep, bekerja merupakan panggilan.Bekerja juga merupakan rahmat, karenanya dikerjakan penuh rasa syukur dalam persatuan dengan Tuhan, Sang Pencipta yang bekerja terus sampai sekarang.Bekerja penuh kegembiraan,sebagai ungkapan syukur, memiliki sesuatu dalam hidup untuk menghidupi keluarganya dan mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang bermartabat dan suami serta ayah yang bertanggungjawab.
Menjadi suatu kebahagiaan besar bagi Yosep ketika menyadari Yesus kecil yang telah beranjak remaja berkenan membantunya di bengkel kayu. Tanpa  diminta dan disuruh.Mengikuti teladan ayahNya Yesus  sama trampilnya dengan Yosep. Bahkan dalam hal semangat Yesus muda, jauh lebih bersemangat dari Yusuf yang kekuatannya berangsur  surut. Seperti kebanyakan ayah di bumi ini, mereka akan sangat bahagia menyaksikan anaknya sudah bisa bekerja sendiri bahkan melanjutkan usaha ayahnya. Namun, lebih dari sekadar bekerja, Yusuf jauh lebih berbahagia ketika menyadari bahwa tidak hanya dia yang melayani Tuhan, Tuhan juga berkenan melayani dan membantunya.
Berbahagialah kita yang menyadari dengan sungguh bahwa Allah sungguh turut bekerja, membantu kita dalam setiap usaha kita. Ketika kita bekerja dengan sungguh-sungguh, melayani dengan sepenuh hati dan cinta, apa yang kurang, disempurnakan oleh Tuhan sendiri. Demikian, sudah dialami oleh Yusuf  dalam masa hidupnya bersama Yesus dan Maria di Nasaret. Bahkan Yusuf secara diam-diam belajar dari cara Yesus melakukan sesuatu yang baru dari kreativitasnya. Pelayanan Yusuf menjadi sempurna ketika Tuhan sendiri yang turut campur tangan di dalamnya.

Menyusuri jalan pelayanan St.Yosep
Yesus  belajar bekerja dan melayani dari ayah-Nya St.Yosep  sang pekerja keras. Yesus meniru  dan terlibat membantu St.Yosep. Yesus bertanya kepada Yosep, apakah yang dilakukan dan dikerjakan-Nya sudah cukup bagus? Yosep   mengajarkan segala yang baik dan perlu Yesus pelajari sebagai tukang kayu dengan lemah lembut dan penuh kasih. Manakah anak yang tidak akan rajin mengikuti ayahnya bekerja kalau ayahnya dapat mengajarkan kepadanya segala hal bahkan mempercayakan beberapa hal untuk coba dilakukan? Demikian  juga Yesus. Yesus  belajar bekerja dengan tangan-Nya dengan keringat bercucuran dan  memanfaatkan setiap kesempatan yang diberikan ayahnya.
Terkandung berbagai keutamaan dalam bekerja yang diteladankan St.Yosep antara lain, sabar, teliti, tekun, rajin, tabah. Kalau gagal, berani diulangi dan dicoba lagi. Dalam bekerja juga termuat proses belajar, dari yang sederhana menjadi   semakin mahir. Dari bekerja lamban menjadi  lebih cepat dan trampil.  Bahkan belajar untuk berkomunikasi yang baik  dengan sesama khususnya pengguna jasa pertukangan.
Yesus belajar  bekerja dari ayah-Nya  segalanya. Dalam proses itulah  Yesus bertumbuh dan berkembang sangat pesat sebagai manusia yang disukai Allah dan manusia. Belajar dari St.Yosep, Yesus memahami dengan baik bahwa orang hidup harus bekerja yang secara ekonomi  untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bekerja secara sosial, ikut serta membangun kehidupan sesama dan peradaban manusia. Secara rohani, dengan bekerja berarti memuliakan Tuhan. Secara nyata, Yesus  belajar hidup sebagai seorang manusia yang bertanggung jawab, yang suka melayani, yang memiliki hati berbelas kasih dari ayah-Nya. Sebab, selama bekerja sebagai tukang kayu, Yosep tidak pernah menetapkan harga untuk setiap barang yang dilakukan. Yosep tidak menargetkan berapa upah yang harus dibayar dan memperhitungkan secara ekonomis, untung rugi. Cukup bagi Yosep untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berbahagialah kita, yang menyadari bahwa bekerja dan melayani adalah bagian dari hidup dan karenanya dengan penuh semangat bergiat melakukan apapun yang layak untuk hidup sendiri dan sesama. Berbahagialah kita yang mau meniru semangat kerja dari St.Yosep, pelindung para pekerja, yang tidak terlalu memfokuskan diri pada upah dan menuntut berlebihan dari yang layak kita terima bahkan dengan sedikit mengerahkan tenaga.Berbahagialah kita, yang tidak bermalas-malasan dan menunda-nunda waktu  untuk bekerja dan melayani. Yesus telah belajar yang baik dari ayah-Nya yang berbudi luhur.Yesus bertumbuh menjadi pribadi yang melayani Allah dalam ketaatan yang sempurna sampai wafat di kayu Salib. Secara manusiawi, kita boleh merenungkan bahwa semuanya terbentuk dari  pola hidup dalam keluarga Kudus sejak masa kecil-Nya yang melakukan segalanya dengan semangat kasih yang besar kepada Allah dan kepada keluarga mereka.
Jalan pelayanan St.Yosep ini, sangat indah untuk direnungkan, minimal menginspirasi kita untuk tetap bersemangat  ketika mengalami kelelahan, kegagalan dan ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu. Kita bisa belajar banyak dari St.Yosep dalam banyak hal untuk menjadi pekerja dan pelayan Allah yang baik. Ketulusan, kejujuran, semangat, bergiat, ketekunan, kesabaran, kemurahan hati, kebaikan dan segalanya. Buah-buah Roh, tak mustahil dapat kita miliki dari sebuah proses  kerja dan melayani hari demi hari, dengan satu semangat dasar, ketergantungan yang penuh pada Allah dan keterarahan hati untuk belajar dari Allah yang selalu melayani dan memenuhi kebutuhan hidup kita, sampai selama-lamanya.***hm

MELAYANI TUHAN DENGAN BERDOA



 Hanya  manusia sebagai makluk yang paling mulia  di dunia ini yang selain memiliki akal budi, kehendak bebas juga hati nurani yang di dalamnya tertanam hasrat untuk  mampu berelasi dengan penciptanya. Binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai makluk hidup mungkin dengan caranya sendiri  memuliakan Tuhan. Meskipun  masih juga terdapat penghuni bumi ini yang tidak mengakui adanya Tuhan, entah karena  terlalu terfokus pada yang ilmiah dan logika alam, atau karena sengaja tidak mau mengakuinya, atau mungkin saja karena belum mengenal Tuhan dan siapa itu Tuhan, tapi semua  manusia pasti dalam hatinya dapat merasakan bahwa ada suatu ‘kuasa” lain yang lebih besar  dari dirinya.
Bagi kita orang beriman yang sejak awal mengenal Tuhan, tidak begitu sulit untuk menerima bahwa memang  Tuhan sungguh ada, berperan penuh dalam kehidupan kita. Banyak cara dan jalan untuk menghormati, melayani dan memuliakan Tuhan sebagai pencipta dan pencinta kita. Dengan cara hidup dan tata acara peribadatan bersama, sesuai tradisi budaya dan warisan iman tertentu. Berdoa atau sembahyang atau apapun namanya adalah salah satu bentuk berkomunikasi , berelasi dengan Sang Yang maha tinggi.

Tidak sekadar memohon
Berdoa  tidak sekadar untuk memohon, meminta dan memaksa Tuhan untuk memberikan apa yang  dibutuhkan dengan sesegera mungkin. Banyak dari antara kita memahami doa seperti itu.Maka dalam proses doa semua isi doa adalah permohonan. Memang tidak salah jika dalam berdoa kita  memohon sesuatu. Karena memang  kita yakin, permohonan kita akan dikabulkan oleh Tuhan. Hanya amat disayangkan kalau pemahaman kita  tentang berdoa  hanya sampai di situ. Padahal doa seperti yang kita tahu memiliki arti yang sangat luas dan mendalam.Karena dalam doa kita berelasi dengan Sang sumber hidup, asal sekaligus tujuan hidup kita. Bukankah ini sangat istimewa? Bagaimana mungkin kalau hanya sekadar memohon? Apa yang  sebenarnya dapat kita berikan kepada Sang sumber hidup? Meski kita sadar, kita tak mampu beri apapun karena Tuhan kita adalah Allah yang kaya raya dalam segala rahmat dan berkat, yang bahkan tanpa kita memohon akan dianugerahkan secara cuma-cuma? Apa yang dapat  kita lakukan di hadapan Allah kita yang maha murah, maha pengasih dan penyayang? Kita hampir tidak punya apapun untuk dilakukan karena ternyata  Allah sendiri telah melakukan, mengerjakan segalanya  dengan amat rapi, indah dan teratur? Tapi apakah dengan kesadaran itu kita tidak perlu berbuat sesuatu dan menunggu saja Tuhan mengerjakannya untuk kita?
Kita semua insyaf sejak awal dan dapat menjawab dengan mudah semua pertanyaan itu. Tidak. Kita dapat melakukan apapun untuk Tuhan, kalau kita mau.Kita dapat melayani Tuhan dengan berbagai cara dengan memperkembangkan seluruh daya yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita: akal budi, kehendak bebas, hati nurani, kesadaran diri, daya imajinasi. Yang paling terkenal kita tahu : ora et labora atau berdoa dan bekerja. Keduanya  tidak bisa mewakili salah satunya sebagai bentuk pelayanan cinta kepada Tuhan dan memuliakan keagungan karya kasih-Nya. Tidak cukup hanya berdoa, tidak cukup hanya bekerja. Harus berdoa dan bekerja. Kali ini kita menfokuskan permenungan pada bagaimana melayani Tuhan dengan berdoa.

Berdoa dengan Segenap,…
Berdoa selalu mudah dilakukan, kapan saja dan di mana saja. Meskipun secara liturgis ada waktu, aturan dan tata cara tertentu. Apapun itu, maksudnya hanya satu, kita memuliakan Tuhan dengan segenap akal budi, kehendak hati, kebebasan berekspresi, segenap tenaga, segenap kekuatan dan segenap jiwa. Yang menjadi persoalan adalah benarkah atau mampukah kita memuliakan Tuhan kita dengan segenap…segenap…dan segenap…itu? Karena  Tuhan memang menghendaki demikian seperti yang dinyatakan Yesus sendiri dalam hukum cinta kasih. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dengan segenap jiwamu dengan segenap tenagamu, dengan segenap kekuatanmu. ( Mrk 12 : 29)” Kita melayani Tuhan dengan segenap hati baik dalam doa maupun dalam karya.
Kelihatannya lebih mungkin bagi kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh karena kita dapat menikmati hasil kerja; mendapat upah, pujian, penghargaan, pangkat, nama baik, status hidup social kita.Apa yang dilakukan kita dapat menikmati hasilnya bahkan bisa dinikmati orang lain dan keluarga yang dicintai. Bagaimana dengan doa? Apakah kita bersungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan? Maksudnya hati sungguh terarah pada Tuhan, dengan rasa syukur yang besar, berani berlama-lama dengan kasih yang besar? Bukankah dalam realita terlalu sering agak  tergesa-gesa, tidak tenang, pikiran penuh dengan rencana usaha manusiawi, hati penuh keraguan bahkan bibir tidak berhenti berbicara? Kalau memang benar demikian, mungkin baik kita merefleksi lebih dalam, apakah sungguh sudah melayani Tuhan dalam doa dengan usaha yang sudah sedemikian besar, seperti yang diupayakan  dalam dunia kerja untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Untuk berhasil dengan baik dalam dunia kerja, para orang tua  tidak tanggung-tanggung sejak dini menyekolahkan anaknya pada sekolah  favorit yang tentu mahal, ditambah lagi dengan pelajaran les tambahan berbagai bahasa, seni, logika. Untuk bisa diterima dalam dunia kerja yang kompetitif, tidak sedikit orang rela menimba ilmu setinggi mungkin untuk mencapai gelar tertinggi bahkan studi sampai di luar negeri.Semuanya baik adanya, yang menunjukkan bahwa manusia sungguh berupaya sekuat kemampuan demi memperkembangkan diri serta kemampuan yang sudah dianugerahkan Tuhan. Namun kalau dibandingkan dalam konteks  berelasi dengan Tuhan dalam doa, apakah sudah ada usaha yang luar biasa besar seperti dalam dunia kerja?
Beberapa orang mungkin berusaha keras, bahkan menghabiskan banyak waktu untuk merenung sabda Tuhan. Ada yang mengabdikan seumur hidupnya dalam keheningan di tempat sunyi  untuk berdoa dan bersemedi. Ada berani berziarah ke luar negeri, napak tilas di tanah suci dengan tujuan bersentuhan langsung dengan historisitas imannya, mengalami sentuhan secara personal sehingga bisa semakin memperteguh imannya. Sekarang, hampir dalam semua agama berlomba-lomba mengembangkan cara, model dan metode doa yang membantu  penganutnya  untuk dengan segenap hati, budi, kehendak, kekuatan mengarahkan diri pada Tuhan dengan penuh cinta. Yang kelihatannya seperti buang waktu, tetapi diyakini sebagai suatu persembahan waktu yang berharga untuk Tuhan yang dicintai.

Pelayanan pertama dan utama terhadap Tuhan
Apapun caranya, diimani bahwa doa merupakan bentuk pelayanan terindah kepada Tuhan bahkan harus yang pertama dan utama.Orang selalu bisa melayani sesamanya kapan dan di mana saja bahkan dengan penuh cintakasih dan pengorbanan besar. Bahkan secara kristiani pula disadari bahwa melayani sesame merupakan wujud nyata melayani Tuhan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Yohanes rasul terkasih Tuhan : Tidak mungkin orang mengasihi Tuhan, jika dia tidak mengasihi sesame yang dilihatnya.” Menjadi perjadi sebuah pertanyaan pula, apakah sungguh kita sadar bahwa ketika kita melayani sesame kita melayani Tuhan, sehingga pelayanan ini merupakan suatu pelayanan bernilai imani, yakni karena cinta akan Tuhan maka saya melayani sesama. Atau kalau hanya sekadar kewajiban semata, apalagi dengan motif mengharapkan imbalan misalnya kalau saya sudah melayaninya, suatu waktu dia juga harus melayani saya. Ini  baru sampai pada dimensi manusiawi.
Kalau kita bisa berdoa dengan baik, sepenuh hati dan seterusnya, tidak sekadar  bahwa memang sudah seharusnya sebagai makluk ciptaan Tuhan. Alangkah indahnya kalau semua itu dilakukan atas dasar kesadaran bahwa Tuhan sendiri menghendaki demikian dan mengundang kita untuk selalu ada bersama-Nya, dekat pada-Nya bahkan berdiam dalam hadirat-Nya. “ Barangsiapa tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak. Jikalau kamu tinggal dalam Aku dan  firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya.(Yoh. 15: 5,7)”. Luar biasa menjanjikan, undangan Tuhan ini. Bukan bualam tapi jaminan. Bahkan di dalamnya memuat syarat, kalau kita sudah sungguh berada dalam hadirat kasih-Nya, bersatu dengan-Nya, apapun yang kita butuhkan, akan diberikan pada saatnya. Ora et labora. Tidak dibalik, labora et ora. Artinya, untuk dan terhadap Tuhan, dinomorsatukan, baru untuk sesama. Berkat  dari Tuhan akan tercurah atas seluruh usaha manusiawi kita.

Buah melayani Tuhan
 Aneh tapi nyata dalam realita sehari-hari kita alami, bahwa  pemahaman yang cukup tentang doa, belum tentu menjamin kita bisa berelasi  secara baik dan segenap dengan Tuhan. Bahkan lebih celaka, tidak sedikit para pengajar, pewarta, pemimpin agama atau apapun namanya yang seharusnya menjadi barisan terdepan dalam kedekatan dengan Tuhan, ternyata  tidak jauh beda dengan orang biasa yang tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya berelasi dengan Tuhan. Tidak dipungkiri juga orang sederhana bahkan buta huruf yang tidak mengerti Kitab Suci, namun mengandalkan pendengarannya melalui pewartaaan Sabda, menjadi orang yang sungguh dekat berelasi dengan Tuhan. Tidak ada jaminan bahwa status hidup, tingginya pendidikan, pilihan hidup, menjadi  tanda kedekatan orang dengan Tuhan. Yang menjadi jaminan sekaligus  signalnya adalah apakah relasi dengan Tuhan itu menghasilkan buah. Buah doa adalah ketekunan. Bertekun dalam cinta kasih yang besar kepada Tuhan dan sesama. Buahnya adalah orang semakin rendah hati,sederhana, siap sedia melayani, tidak banyak komplein, menggerutu atau mengeluh baik saat suka, gembira maupun kala derita dan kekecewaan dialami.
Buah melayani Allah melalui doa, permenungan Sabda-Nya, menghasilkan sukacita terdalam yang terpancar dari raut wajah  polos, sederhana, nyaman dan menarik orang pada Tuhan untuk ikut bersyukur dan memuliakan Tuhan. Buah doa akan nampak dalam sikap penyerahan diri yang total pada rencana dan kehendak Allah, senang untuk bertobat, beramal dan berbuat baik tanpa mengharapkan apapun dan tanpa syarat. Buah doa sebagai pelayanan pertama dan utama kepada Allah, dapat  dinikmati dalam kedamaian hati yang menginspirasi hidup orang lain. Tidak menghendaki yang tidak berkenan di mata Tuhan.
Nyatalah kebenaran firman Tuhan ini, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya  itu akan ditambahkan kepadamu. ( Luk. 12 : 31)”.  Banyak kesaksian iman kita alami sepanjang usia kita, bahwa tanpa doa, tanpa kedekatan dengan Tuhan, nampak apapun sia-sia. Meski hidup bergelimang harta dan nama semakin panjang dengan deretan gelar, selalu ada yang merasa kurang dalam hidup ini. Suatu dahaga jiwa yang tak terpuaskan, karena kita belum sampai menyelam pada sumbernya yakni Tuhan sendiri yang telah melimpahkan segala anugerah.

Terlalu banyak kesempatan dan kemungkin yang sama  bagi setiap kita untuk  melayani Allah dengan cara hidup kita masing-masing. Melakukan sesuatu untuk Tuhan beda dengan melakukan sesuatu dalam  dan bersama Tuhan. Yang diharapkan dari kita sebagai insan beriman adalah melakukan segala sesuatu dalam dan bersama Tuhan. Dari situ mengalir suatu yang indah yang bisa  dibagikan untuk sesama. Kalau Tuhan sudah nomor satu, yang lainnya pasti beres. Kalau Tuhan sudah ditempatkan di atas segalanya dalam hidup kita, segalanya  akan baik-baik saja. Kalau kita berani melayani Tuhan sebagai yang pertama dan utama dalam hidup, segala kebutuhan kita akan terpenuhi tanpa kita memintanya.
Tuhan sungguh baik, bahkan terlalu baik.Kebaikannya tak terbatas. Tuhan juga tidak minta banyak, pun tidak menuntut.Tuhan  hanya berharap dengan pengharapan Ilahi bahwa anak-anak yang dicintai-Nya ini selalu dalam rangkulan kasih-Nya, tidak akan jauh-jauh dari-Nya dan tidak akan binasa. Kalau selama ini, prioritas hidup kita untuk melayani Tuhan dengan doa dan Sabda-Nya masih menempati porsi yang sedikit atau tidak sampai 5 atau 10 persen, kita dapat mengubahnya. Dunia ini selalu bisa berubah, dan kitalah insani pengubah hidup kita. Dalam dunia bisnis, ekonomi kita berani mengubah haluan, demi keuntungan yang lebih besar dan memenangkan persaingan. Kiranya sama dalam dunia imani, kita dapat mengubah prosentase hidup kita, untuk Tuhan  mungkin tidak sebesar  seperti mereka yang memang khusus  terpanggil untuk melayani Tuhan dengan doa yang tiada putus. Sedikitnya menambah beberapa porsen secara perlahan-lahan.Tuhan tahu dan pasti akan memperhitungkan semuanya. Ini tentu, demi  kebahagiaan hidup kita nanti kelak di surga. Tuhan secara ajaib bahkan bisa mengubah hidup kita  secara sangat spektakuler dengan mujizat-Nya, tetapi untuk apa jika tidak menambah iman kita kepada-Nya. Tuhan lebih ingin bahkan senang kalau semua itu tumbuh dari hati kita untuk selalu kembali kepada-Nya. Berniat  saja, sudah menyenangkan hati-Nya, apalagi sungguh dikonkretkan dan kita sudah berada dalam hadirat-Nya. Segalanya tentu lebih indah dari yang kita bayangkan selama ini. Siapa berani mencoba?***hm

Antara Berjuang dan Berserah



 Saya teringat pertanyaan seorang bapak dalam pertemuan beberapa waktu lalu. Meskipun baru dua kali bertemu, pertanyaannya bagiku amat menyentuh. “Suster, apa sich  rahasia hidup suster dalam biara. Suster  bekerja  tidak punya gaji, atau katakanlah gajinya kecil, hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Suster punya karya yang juga kecil, dengan fasilitas sarana seadanya. Apakah Suster  tidak cemas? Dalam pelayanan apakah Suster ingin maju dan berkembang? Kalau misalnya Suster  hendak menggolkan sebuah proyek, apa yang paling pertama Suster lakukan?” Wah… wach..pertanyaan bertubi-tubi padahal maksudnya hanya satu, rahasia  hidup Suster. Belum sempat  saya menjawabnya, bapak tersebut menambahkan begini. “ Suster, saya rasa hidup suster , pastor atau biarawan, rohaniwan dan kami kaum awam ini banyak beda.” “Menurut Bapak, apa yang berbeda?” tanyaku padanya. “Bedanya adalah hidup suster penuh penyerahan, sedangkan hidup kami awam penuh perjuangan.” Jawab bapak itu. Bapak ini kemudian bercerita panjang lebar tentang perjuangannya. “Kalau untuk membuka usaha baru atau membuka  cabang  di tempat  tertentu untuk memperluas usaha, kami harus hitung dengan cermat, berapa banyak dana yang disiapkan, berapa keuntungan nantinya, bagaimana kelangsungannya. Kalau Suster, saya amat-amati, kalau tidak salah, tidak begitu berjuang, tapi hanya menyerah, berserah. Eh… tahu-tahu, ada yang membantu. Entah membantu berpikir, membantu mengerjakan, membantu macam-macam. Menarik sekali hidup seperti ini, kok bisa yach…saya tak habis pikir” cerita bapak itu.
Tiba giliran saya mulai menceritakan dari pengalaman selama ini dan isi otak saya. “ Kami juga berjuang,Pak dengan sekuat tenaga. Juga berpikir, berencana apa yang bisa dilakukan dalam pelayanan untuk semakin menjangkau banyak orang. Tetapi kami juga realistis, berpikir dan berencana banyak pun, kalau tidak ada modal dana, juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kami juga sadar, apa yang kami lakukan bukan karya kami, tetapi karya Tuhan. Karena itu kami selalu berdoa, menyerahkan kepada Tuhan.Kalau terinspirasi rencana demikian, dibawakan dalam doa, baik doa pribadi maupun bersama. Memohon petunjuk Tuhan, apakah sesuai kehendak Tuhan? Jangan-jangan kehendak diri sendiri. Dari pengalaman, kalau memang kehendak Tuhan, pasti ada jalan. Akan selalu bertemu dengan orang yang bersedia membantu dalam banyak hal. Nach… kami yakin bahwa Tuhan memang menghendakinya sehingga Tuhan sendiri bertindak mengutus orang-orang-Nya untuk melakukan karya-Nya.”
Bapak ini bergumam: “ Wach… luar  biasa. Tidak usah berjuang banyak yach., cukup menyerahkan semuanya.” Kataku : “Sebenarnya tidak hanya menyerah, tapi  berjuang penuh penyerahan diri dan percaya kepada Tuhan penuh pengharapan”. Tentang dana atau uang, bapak ini menimpali : “ Memang di dunia ini uang bukan segala-segalanya tetapi segalanya perlu uang”. Sedikit bergurau, dengan mengingat SMS yang pernah masuk ponselku aku berseloroh : “ Kami punya banyak uang, cuma masih ada di saku baju orang”. “Nach,,, yang diperjuangkan adalah bagaimana supaya uang itu, pindah dari kantong orang ke kantong kami. Karena tidak mungkin kami mencuri, juga meminta yang amat butuh perjuangan, yach..yang paling mudah kami minta adalah pada Tuhan, dalam doa-doa. Meski tidak sebanyak yang diingini, tetapi kami alami, Tuhan selalu memberi menurut kebutuhan kami, tepat bahkan kadang sedikit lebih.”.
Berawal dari kekaguman sederhana, cerita kami jadi panjang lebar dan bermuara pada sharing iman tentang kebaikan Tuhan. Yach… ujung-ujungnya kami mengakui, bahwa Tuhan memang memberikan kepada setiap orang sesuai kemampuannya. Tuhan menolong orang tepat  sesuai waktu Tuhan. Tuhan memberikan dengan kebebasan penuh. Tuhan dapat menggugah hati orang yang empunya untuk berbagi dengan yang membutuhkan. Kalau Tuhan, yang menggerakkan hati seseorang, hampir tak mungkin orang itu berdiam diri dan tidak siap berbagi dengan sesamanya. “Makanya dalam hidup ini harus pandai-pandai dan dekat dengan Tuhan, yach  Suster. Aku juga mau dekat dengan Tuhan,…demikian Bapak itu menyimpulkan sambil bergurau.
Kisahku ini cuma mau menegaskan bahwa dalam segalanya kalau berharap pada Tuhan, semuanya akan indah pada waktunya. Berdoa banyak, melayani banyak dengan penuh cinta kasih. Membantu banyak tanpa pamrih, akan peroleh berkat berlimpah dari Tuhan. Kalau Bapak itu saja, akhirnya menemukan sendiri rahasia  hidup para suster yakni doa yang terus-menerus dan teratur  yang membuat para suster tergantung penuh pada Tuhan, berbahagialah kita yang memang  melayani Tuhan dengan puji-pujian, doa dan amal kasih kita. Kalau berdoa sekali dua kali saja, uang  di saku baju orang bisa pindah ke tangan kita, yakinlah bahwa berdoa dengan penuh iman, tidak jemu-jemu, tidak saja bermaksud memindah uang orang, tetapi terutama untuk memuliakan Tuhan. Kalau Tuhan dimuliakan, tidak mustahil akan berpindah juga perbendaharaan  rahmat-Nya yang melimpah dari surga ke rumah kita, komunitas kita dan hati kita. “  Jika kamu yang jahat  tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus, kepada mereka yang meminta kepada-Nya ( Luk.11 :13 ). ***hm

Berdoa Tanpa Kenal Musim




Dalam suatu misa malam Minggu, saya sangat terdorong untuk mengunjungi seorang bapak yang sedang terbaring lemah  di rumah sakit.Tanpa menunda sepulang gereja saya mampir di rumah sakit. Ada banyak yang membezuk bapak itu, istri anak dan keluarga besarnya ada di sekitar ruangan luar, bapak itu sendirian di tempat tidur, sedang tidur. Lama saya menunggu sambil berdoa.Mungkin karena merasa ada orang, bapak itu membuka mata dan menatap saya sambil bergumam lirih. “ Terima kasih, Suster. “ Selanjutnya bapak ini bersharing dengan suara sangat pelan tentang pengalaman imannya menghadapi sakit.
“Suster, tolong doakan saya, tanpa henti. Proses pengobatan saya masih lama. Saya percaya Tuhan akan menyembuhkan saya seperti yang selalu saya alami. Saya harus jalani semua bagian dari hidup saya dengan penuh ketenangan dan syukur.Pengalaman sakit membawa saya lebih menaruh harapan pada Tuhan.Sekarang sepertinya saya melayani Tuhan melalui pengalaman sakit ini dan doa-doa saya selain memohon kesembuhan juga supaya iman saya semakin teguh, anak-anak saya semakin diberkati Tuhan. Saya yakin, Tuhan punya rencana indah untuk saya dan keluarga dibalik pengalaman sakit ini. Paling sedikit mendekatkan keluarga saya pada Tuhan. Suster, benarkan kita tidak hanya melayani Tuhan dalam situasi yang sehat segar bugar, tetapi situasi sakit juga bisa melayani Tuhan?” Saya hanya mengangguk dan berkata lirih ‘ Iya, benar.Kita melayani Tuhan dalam segala situasi tanpa kenal musim”. 
“Suster, pengalaman sakitku membuktikan, Tuhan sangat dekat dengan manusia ketika kita menderita. Saya merasakan sungguh. Sepertinya dalam situasi ini, yang paling Tuhan inginkan dari saya adalah selalu berada bersama Tuhan sendiri. Meski situasi sakit tidak begitu enak dan nyaman tapi saya bersyukur, mengalami Tuhan secara nyata. Saya berharap semua ini membawa kesembuhan dan pemulihan yang utuh.” Saya sangat  tersentuh dengan kalimat ini, sebuah ungkapan hati penuh iman. Tak terasa air mata saya meleleh, seperti air mata bapak itu yang tak tertampungkan. “ Suster, ingat saya dalam doa-doa suster yang sering itu, tanpa henti suster. Berbahagialah Suster yang selalu bisa dekat dengan Tuhan dalam doa-doa yang tiada henti. Suster melayani Tuhan dengan doa-doa pujian dan pengorbanan yang besar dalam pelayanan. Saya rasa Tuhan akan mendengarkan doa-doa suster untuk saya  dan untuk banyak orang.”
Selama  kunjungan itu, aku lebih banyak mendengar sharing bapak ini, yang sangat menggugah hatiku. Dalam kelemahan dan deritanya, bapak ini seolah mengingatkan akan tugas utama  dalam pelayananku yakni kesatuan dengan Tuhan dalam doa. Bapak ini merasa saya sebagai orang beruntung yang bisa selalu melayani Tuhan dalam doa pujian dan pengorbanan hidup melalui pelayanan. Sementara di sisi lain hatiku, muncul sedikit rasa malu. Aku merasa Tuhan sudah berbicara dan mengingatkan aku melalui ungkapan hati bapak yang sakit ini. Bahwa hakekat hidupku sebagai orang terpanggil, yang pertama dan utama, aku dipanggil untuk hidup bersama Tuhan, tinggal dalam hadirat Kasih-Nya. Bukan dipanggil untuk bekerja, bekerja  sampai kehabisan energi dan kelelahan.
Aku sadar, kadang  lebih tertarik untuk sibuk bekerja sampai tidak  menyisihkan waktu untuk Tuhan dalam doa, permenungan Sabda Tuhan, keheningan dan puji-pujian. Aku sadar, kadang Tuhanku mendapat hanya sisa-sisa waktu setelah aku kelelahan. Bapak itu memandang hidupku secara lain, bahwa aku yang sebagai suster  melayani Tuhan dengan doa pujian dan pengorbanan dalam pelayanan. Seharusnya aku sendiri harus menyadari hal ini, bahwa hidup yang kupilih  dengan bebas ini adalah persembahan utuh untuk Tuhan, jiwa dan raga, waktu dan setiap kesempatan untuk melayani Tuhan, tanpa kenal musim, entah musim baik dalam keadaan gembira dan sukacita atau musim kurang baik dalam menanggung sakit, kelemahan, kegagalam atau derita. Pertama dalam relasi kasih yang intim dengan Tuhan dalam doa, keheningan dengan cinta yang besar, yang  dari itu baru yang nomor dua yakni melayani sesama atas dasar  kasih kepada Tuhan dan dalam kesatuan dengan Tuhan. Terima kasih, Tuhan. Sekarang aku tahu, bahwa Tuhan telah berbicara  dan mengingatkan aku lewat sharing pengalaman bapak yang sakit ini. Semoga Bapak yang sakit ini terpulihkan dan aku boleh melayani Tuhan dalam doa-doa dan persembahan hidupku.***hm


Kamis, 20 September 2012

Lebih dari Sekadar Ibu




Seorang sahabatku berkisah tentang pengalaman imannya bersama Ibunda Maria dari Nasaret. “ Bagiku, Maria lebih dari seorang ibu. Bersamanya aku mengalami segalanya. Hanya dengan berdoa Salam Maria saja, aku merasa Bunda sangat dekat denganku.Memandang  gambar Bunda saja, rasa hatiku seperti begitu memilikinya. Apalagi jika aku serius berdoa dan memohon segala yang kuperlu dalam hidupku. Tidak pernah terlambat  Bunda mengabulkan permohonanku. Aku sungguh merasa aman, nyaman sekaligus bahagia bersama Bunda.”
Begitulah pengakuan sahabatku seorang pria bujang berusia 41 tahun yang sudah tidak punya ayah dan ibu  karena sudah kembalai ke surge. Tidak punya saudara dan saudari karena semua telah pergi dengan pilihan hidupnya sendiri.Menunggu rumah dan hidup bebas bersama teman-teman.Tidak punya pekerjaan tetap tetapi selalu hadir dan siap sedia menolong siapa saja, tanpa menghitung waktu dan memperhitungkan kesehatan dirinya.
Hidup sendirian di usia hampir setengah baya, tidak begitu gampang katanya. Tetapi heran, aku tidak pernah  melarat dan selalu memiliki banyak teman dan sahabat. Hal yang paling dikuatirkan dalam hidupnya adalah kalau sakit, siapakah yang sudi merawat? Ternyata kekuatiran itu tidak beralasan, setelah dialaminya dengan sungguh, bahwa ketika sakit  teman dan sahabat merawat dan memperlakukannya seperti seorang saudara. Menurutnya, semua itu bukan karena kebaikannya tetapi karena pertolongan Bunda.
Dia tidak seperti pemuda lainya yang mungkin jarang berdoa Rosario.Atau jangankan Rosario mengucapkan doa Salam Maria satu kali saja dalam sehari mungkin lupa.Yang mengalungkan Rosario di leher sebagai pertunjuk kekatolikannya atau sebagai “jimat”. Sahabatku ini, tekun berdoa, bahkan merasa ada sesuatu yang kurang dalam diriku kalau sampai terlambat  berdoa pada waktu yang sudah menjadi komitmennya bersama Bunda. Warisan iman dari orangtuanya sejak masa kecil, yang berdoa sesudah bangun tidur, sebelum melakukan pekerjaan, sebelum dan sesudah makan, sebelum bepergian dan selama dalam perjalanan bahkan sedang mengendarai kendaraan, sebelum istirahat malam, ketika melewati bangunan Gereja, atau melintasi daerah rumah sakit, dia selalu berdoa Salam Maria. Sebab kata mamanya sewaktu kecil, kapan dan di mana pun kamu bisa berdoa.Bila tidak bisa berdoa spontan berdoa Salam Maria saja.Warisan iman itu, tetap dihidupinya sampai kini dan selama itu pula ia selalu mendapatkan pertolongan dari Bunda Maria.
“Sebenarnya, aku tidak terlalu pandai berdoa sambil merenung misteri suci seperti para rohaniwan dan biarawan-biarawati atau para legioner dan pencinta Maria lainnya. Aku hanya percaya, bahwa Bunda sangat mencintaiku, membimbingku, memenuhi kebutuhan hidupku, menyelamatkanku dan melakukan segalanya untukku. “Bahkan hanya karena mempertahankan kedekatan dan imannya kepada  Bunda Maria dan Yesus Puteranya, ia berani memutuskan relasi kasih dengan seorang wanita  yang pernah dicintainya pada masa mudanya, karena dianggapnya wanita itu kurang beriman, terlalu manusiawi. “ Wach,,, akan sangat repot kalau berani memperistri perempuan yang tidak dekat dengan Bunda Maria. Kalau Bunda yang luar biasa lembut dan penuh kasih tidak bisa memikat hatinya  bagaimana bisa dia bisa hidup sebagai orang beriman dan mencintai aku yang rapuh ini”.
Bagiku, pengalaman iman sahabatku ini  dalam kedekatan dengan Bunda, sangat luar biasa. Aku mengagumi iman dan komitmennya serta turut  berbahagia  dan bersyukur atas kasih Tuhan baginya. Aku bersyukur, di tengah dunia sekuler yang diwarnai konsumerisme dan hedonisme yang tinggi masih ada pemuda alim nan beriman penuh akan  pertolongan Bunda Surgawi. Kalau dia seorang imam, seorang frater, atau seorang seminaris yang memang  sudah terdidik, tersedia banyak waktu untuk berdoa dan belajar banyak tentang teori dan berbagai dogma tentang Bunda Maria, mungkin aku tidak terlalu kagum.Atau kalau dia seperti ayahku yang sudah uzur usia, yang tidak ada pekerjaan lain selain berdoa , makan dan tidur aku rasa biasa saja.Tapi, dia seorang pemuda biasa, yang masih mempunyai hati untuk Tuhan dan menempatkan Bunda pada tempat  yang sentral di hatinya.
Sungguh, kuasa Allah bekerja penuh dalam diri setiap orang yang percaya. An tangan BUnda selalu terulur untuk semua orang yang berkenan mencintainya dan Puteranya. Kisahnya membuat aku agak malu hati karena aku punya banyak waktu untuk berdoa dan seharusnya mencintai penuh, tetapi masih sering ditangguhkan, ditunda bahkan tanpa dosa menelantarkan pertolongan Bunda. Per Mariam Ad  Jesum. ***hm

SABDA BAHAGIA


Berbahagialah orang yang memiliki rasa humor,
sebab mereka akan memiliki kegembiraan.

Berbahagialah orang yang dapat tutup mulut dan tahu mendengarkan,
mereka akan belajar banyak perkara baru .

Berbahagialah orang yang dapat bersungguh-sungguh,
mereka akan dihargai oleh teman-temannya.

Berbahagialah orang yang tahu memenuhi kebutuhan orang lain tanpa merasa diri sendiri juga butuh,
sebab mereka akan menjadi penabur kebahagiaan.

Berbahagialah orang yang dapat menafsirkan tingkah laku orang lain dengan keramahan,
sebab sesungguhnya itu adalah buah cinta kasih dan kebahagiaan.

Berbahagialah orang yang  berpikir sebelum berbuat dan berdoa sebelum berpikir,
sebab mereka akan menghindari banyak kekeliruan.

Berbahagialah orang yang dapat berdiam diri dan tersenyum, bahkan bila orang mengacuhkan, memusuhi dan menginjak-injak,
Sebab itu tanda bahwa kabar bahagia berdiam di hati Anda. *** Marselina

BILA RESAH HATIMU





Bila resah hatimu membekas
Melewati batas   cakrawala di akhir senja
Jangan kaubiarkan  sampai matahari terbenam
Kecemasanmu berubah jadi kekecewaan

Bila rasa kecewa menguasaimu
Jangan pernah kauukur dengan patokanmu
Jangan pula kau hitung dengan jarimu
Sabarlah, waktu akan mencairkan kecewamu

Bila kau tak mampu untuk mengurung rasa sedihmu
Kekecewaan dan  kesedihan  berubah jadi kemarahan
Ketika kemarahan menjadi matang dalam benakmu
Akan melahirkan kekerasan

Bila kau bersikeras  dalam maumu
Engkau akan kehilangan segalanya yang baik
Karena kurungan rasa kecewa,kemarahan
Tidak akan membebaskanmu
Sampai engkau  membuka  diri,
Mengelus dada, menunduk dan merunduk
Mengakui  semua keteledoranmu

Bila semua telah terangkat dengan bebas
Oleh pengakuan dan pengampunan
Kau akan merasa seperti berjalan di atas  udara
Atau berpijak di air, bebas dan membahagiakan

Bila kau sudah tahu membedakan
Mana yang perlu kau bawa dan kautinggalkan
Dalam meniti  hari-harimu
Kau akan insaf ,Tu hanmu berpihak pada yang murah hati
Yang tidak menghitung hari dengan kesalahan dan dosa
Yang tidak melintasi waktu dengan dendam dan ragu
Tapi berkenan pada ketulusan dan kejujuran hatimu.***HM

Jalan Keheningan St. Yosep




Ketika Yusuf mengetahui bahwa maria sedang mengandung ia ingin menceraikannya dengan diam-diam.Ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata : “Yusuf anak Daud, janganlah engkau takut mengambil  Maria sebagai isitrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Bdk Matius  1 : 20-21,24  ( Konstitusi  KKS no. 14).

St.Yosep  sungguh seorang  tokoh  dalam Perjanjian baru, yang  melayani Allah  tanpa  suara. Injil tidak mencacat  sepatah kata  pun yang diucapkan  oleh St.Yosep. Kita  boleh mengontemplasikan  reaksi  jawaban  verbal St.Yosep  kepada malaikat  yang  menampakkan diri kepadanya untuk  “membujuknya dan meneguhkan keputusannya” untuk tidak takut mengambil Maria  sebagai  istri dan harus memberi nama  kepada  bayi yang  ada dalam kandungan Maria  setelah lahir nanti. Kita boleh saja  membayangkankan secara manusiawi kemungkinan  dialog Yosep dengan malaikat.
Kita tentu pernah menonton film Joseph of Nazareth. Salah satu contoh imajinasi manusia  masa kini untuk mencoba menterjemahkan, menghidupkan  peran St.Yosep, yang  tidak banyak dikisahkan dalam Injil.  Sebagai  lelaki biasa, digambarkan dalam film tersebut, bahwa pada  awal mulanya, sulit bagi Yosep  untuk mempercayai  apa yang dikisahkan Maria  kepadanya, bahwa  semuanya  telah terjadi dengan campur tangan Tuhan. Yosep menamakan dirinya  bukan sebagai lelaki dewasa  yang bodoh, yang begitu saja  mempercayai apa yang dikisahkan. Sama  seperti  semua pria lainnya  atau semua manusia, tidaklah semudah  itu untuk mempercayai  suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi di luar  kebiasaan kehidupan normal manusia  dari abad ke abad. Tidak begitu mudah bagi Yosep  untuk menerima  tanpa tahu penyebab. Pergumulan batin yang hebat, antara menerima dan menolak, karena bagaimana pun Yosep sangat mencintai  Maria.  
Allah  mempunyai cara sendiri  untuk meyakinkan St.Yosep  akan  intervensi-Nya  terhadap   kehadiran Sang  Janin dalam rahim Maria  dan seluruh rencana-Nya. Hanya melalui  mimpi. Melalui mimpi  yang  dipercayai Yosep  sebagai  pewahyuan Allah sendiri, tanpa  bersuara, tanpa banyak kata, bahkan tanpa  berpikir  lebih, Yosep memutuskan untuk mengambil Maria  sebagai  istri. Penggambaran dalam film itu, selanjutnya  tidak pernah  ada lagi  reaksi Yosep yang emosional  sebagaimana awalnya. Yosep tampil sebagai   figur  pria yang tulus hati ( Matius 1 : 19. Ketulusan hati Yosep  nampak  dalam seluruh kisah hidup  Yosep sampai akhir hidupnya, meninggal dunia  dalam kedamaian  di tangan Maria  dan Yesus Puteranya. Ini salah satu contoh visualisasi figure  Yosep dari Nasaret.Namun bagaimanapun apa yang dilakukan St.Yosep sepanjang  hidupnya  adalah menyuarakan semuanya.

Menyuarakan Kehendak Tuhan
Sering  dalam realita hidup, kita  kurang begitu mempercayai orang yang  nampak  tenang, diam, tidak banyak bicara  bisa menyuarakan sesuatu  dengan baik. Bahkan dalam berbagai disiplin ilmu  kita  tahu, bahwa  berbicara adalah sebuah ketrampilan  komunikasi manusia yang sangat penting, yang perlu selalu dilatih  untuk mahir. Tidaklah demikian dengan Yosep dari Nasaret ini. Injil saja  tidak mencatat  satu katapun yang diucapkan Yosep. Tetapi kita percaya, Yosep  telah banyak sekali berbicara kepada  Tuhan, Yahwe yang menyelamatkan. Kita percaya, bahwa  Yosep  selalu  bersuara, berdialog dengan Allah dalam segala  hal, segera setelah dia memutuskan mengambil Maria  sebagai isteri.  Yosep  telah selalu bercakap-cakap dengan Allah, dengan  malaikat  pelindungnya  secara  intensif  dalam seluruh masa  hidupnya. Setidaknya  inilah yang  dikisahkan dalam buku “Kisah Kehidupan Santo Yosep” Seperti yang dinyatakan Tuhan Yesus Kristus kepada maria Cecilia Bay,OSB.Kepala Biara  Benediktin dari St. Petrus di Montefiascone, Italia Tahun 1743 -1766, yang diterbitkan  oleh Marian Centre Indonesia.2008.
Membaca  dan merenungkan  kisah Santo  Yosep  tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa  Yosep dalam  segala  hal, menyuarakan kehendak Allah. Dalam keheningan, suara  Yosep  bergema  dengan sangat  kuat kepada  Allah. Hampir  setiap  saat, Yosep berseru kepada  Allah. Tanpa itu, Yosep  tidak tahu apa yang  mesti dilakukan.Tanpa itu, Yosep  tidak tahu bagaimana  bersikap terhadap  Maria  dan Yesus, selama  tahun-tahun hidup mereka yang penuh kesulitan dalam pengungsian di Mesir  dan beberapa  waktu  di Nasaret. Yosep  telah selalu berdialog dengan malaikat pelindungnya.bahkan dikisahkan pula, Yosep  selalu diliputi oleh  sukacita  dan kebahagiaan  yang luar  biasa besar dalam segala  hal. Bahwa  Yosep perlahan-lahan menyadari dengan amat baik, peran agung  tangan Tuhan yang kuasa  dalam hidup  keluarganya  bersama Maria dan Yosep. Bahkan sukacita  Yosep yang luar biasa, ketika  sesekali menyadari bahwa  dia selalu  berkomunikasi, berdialog dengan ‘Yang  Mahatinggi” yakni Yesus  Puteranya.
Meskipun  itu juga  kisah yang dituliskan manusia, namun kita boleh percaya  bahwa  sungguh  jalan keheningan Yosep yang  tanpa  suara  itu, adalah jalan untuk menyuarakan kehendak Allah dengan sempurna.Kita  jug a boleh berkontemplasi  dengan cara kita sendiri untuk berjumpa dengan Santo  Yosep secara pribadi. Menonton filmnya, membaca buku yang menuliskan kisah hidup St.Yosep, membaca  dari Kitab suci dan berbagai literature yang  lainnya, bagi saya  selalu saja  muncul  inspirasi  baru tentang  pribadi St.Yosep, yang membuat  saya sangat  terpesona. Selama ini, saya terlalu mengabaikan peran St.Yosep, hanya karena  tidak begitu  tahu, tidak juga  berkeinginan mencari tahu.Tetapi setelah mengenalnya sedikit  lebih dalam, keterpesonaanku memuncak pada  jalan keheningannya  yang menyuarakan kehendak  Allah.
Menyusuri jalan keheningan St.Yosep
Kita  hidup di jaman yang penuh kebisingan dan hiruk pikuk kehidupan. Rasanya  waktu berputar  sangat  cepat. Semua orang nampak sangat  sibuk. Kehidupan  rohani  kita  semakin bergeser, digerus  habis  oleh perkembangan jaman dengan  mobilitas globalisasi yang sangat  kuat. Kita harus  akui bahwa semua kita  manusia, takut  merasa  sendirian, takut  kesepian, takut akan keheningan. Lihat  saja, di mana-mana  orang selalu berkomunikasi  dengan cara apa saja. Bahkan dalam doa-doa kita  juga, kita  lebih banyak  berbicara  daripada  diam atau hening. Hanyan sedikit orang  yang  berani bertahan dengan keadaan yang sunyi, sepi dan hening.
Barangkali awal mula, Yosep juga demikian, sebelum dengan intens  bersahabat  dengan Allah  dalam relasi yang luar  biasa  karib. Yosep  diiubah  oleh  Allah  menjadi  pribadi  yang hening dan menjalankan kehendak Allah, tanpa  suara. Suara  Yosep  terdengar  dalam gema bunyi-bunyi alat  dan perkakas  pertukangan di rumahnya di Nasaret. Suara Yosep  terdengar dalam bunyi langkah  derap kakinya  yang kokoh dalam  perjalanan menuju  Betlehem waktu hendak sensus  penduduk, dalam derap langkah kakinya menuju Mesir  dalam pengungsian, dalam perjalanan kembali ke Nasaret, dalam perjalanan ke  Yerusalem mencari anak Yesus  yang hilang. Suara Yosep terdengar  dan terbaca dengan jelas  dalam pandangan  kebapaannya yang penuh pengertian kepada Yesus Puteranya.
Dalam  buku Kisah  Kehidupan Santo Yosep, dikisahkan pula, bagaimana  Yosep  dengan sangat  hati-hati, penuh penghormatan yang tinggi kepada  Yesus  Puteranya, ketika  sedang mengajar  Yesus bekerja  di bengkelnya sebagai tukang kayu. Hanya  sesekali terdengar  suaranya  untuk mengajarkan beberapa hal yang penting kepada Yesus. Tetapi dalam hati, Yosep selalu berbicara dengan Tuhannya. Yosep bahkan lebih banyak mencermati, memandang  Yesus  sepanjang  hari, sepanjang  waktu dengan penuh rasa ketertarikan yang  amat besar, keterpesonaan. Yesus  kecil yang kadang  tidak begitu menyadari  perhatian, pandangan ayah-Nya, sangat  mengagumi ayah-Nya yang penuh perhatian dan memiliki sifat kebapaan yang luar biasa besar. Yesus  sangat  nyaman dan bahagia bersama  ayah-Nya  meski sepanjang  hari  bekerja  di bengkel  kayu  dalam keheningan. Tetapi hati mereka  selalu berbicara  dalam keheningan di antara  alunan bunyi perkakas  yang bertalu-talu.
Keheningan  Yosep   telah bergema  dengan sangat  kuat, menembus  relung  hati  terdalam kanak-kanak Yesus.Keheningan Yosep, menyokong  keheningan Bunda Maria  yang bersatu penuh dengan Allah  dan kehendak-Nya. Keheningan Yosep  bergemuruh  hebat  menyatakan bahwa  di bumi ini  masih ditemukan sosok pria tulus hati yang melakukan  kehendak Allah dengan sempurna tanpa banyak kata,banyak bicara, banyak pertimbangan.Tidak ada lobi, atau negosiasi, tidak ada  demo, tidak ada sms atau teleponan, tidak ada apa-apa selain keheningan. Keheningan yang membawa  Yosep  mengenal kehendak Allah, melaksanakannya.Keheningannya membuatnya bersyukur  dengan kegembiraan besar, bahwa  Allah memang  berkenan kepada  hamba-Nya yang rendah.
Sederetan  gelar diberikan kepada St.Yosep meskipun sampai  hari ini Yosep tetap tidak bersuara. St.Theresia dari Avila menulis :” Aku menjadikan St.Yosep pembela  dan pelindungku, aku mempercayakan  diriku sepenuh hati kepadanya.Ia datang menolongku dengan cara paling nyata. Untuk menyempurnakan sukacitaku, ia senantiasa menjawab doa-doaku lebih dari yang aku mohon dan harapkan.Aku tidak ingat, bahkan sekarang, bahwa aku pernah memohon sesuatu kepadanya yang tidak ia perolehkan bagiku.Aku terpesona luar biasa yang Tuhan anugerahkan  kepadaku melalui  St.Yosep dan atas  segala mara bahaya di mana ia telah membebaskan aku baik tubuh maupun jiwaku.”
Banyak  orang kudus  telah mengalami secara langsung  bagaimana  dalam keheningannya, Yosep telah menyuarakan mereka  di depan Allah. Banyak orang yang telah berlindung  padanya, tidak sekadar  memakai  namanya dan menyebut  namanya  tetapi mereka  meniru jalan keheningannya  dan berani menyuarakan kehendak Allah  dalam keheningan  mendalam. ***hm

Mengubah Hidup Menjadi Sebuah Doa



Tuhan bersabda : “ Percayalah teguh bahwa hanya jalan kasih dengan roh kerendahan hatilah satu-satunya jalan yang seharusnya kaulakukan!” Bunda Maria juga mengatakan: “ Tidakkah kita seharusnya rendah hati seperti Yesus telah merendahkan diri-Nya sendiri? Marilah bersikap rendah hati sambil merenungkan  Yesus  di  gunung  Golgota dan berjalan dengan sepenuh hati di belakang-Nya? Aku ingin agar kalian semua menjalani jalan kesempurnaan bersamaku, melalui kemiskinan,kerendahan  hati, kesetiaan, dan kemurnian.”
Kita seharusnya menjadi jiwa kecil yang melayani sesama dan melakukan permintaan Tuhan dan Bunda Maria  dalam hidup kita. Tuhan Yesus  datang ke dunia untuk melayani bukan untuk dilayani. “ Tuhan, tolonglah kami agar dapat meniru Engkau dan merendahkan diri sampai akhir.”Ketika Yesus berdoa  di  taman Getsemani menjelang  sengsara dan wafat-Nya, Yesus sangat takut sampai  berkeringat darah. Meski demikian Yesus tidak berdoa dan mengingat kepentingan diri-Nya sendiri, tetapi diri-Nya dipertaruhkan untuk semua umat  manusia, demi keselamatan dan kebahagiaan manusia.
Meski sering kita menyadari pengorbanan Yesus, yang luar biasa besar ini, tetap saja manusia  hidup dalam keterpecahan, keegoisan, dalam kecemburuan dan iri hati, mengeritik dan menjelekkan sesama yang membuat  Yesus semakin bertambah menderita  dan menjerat  manusia  sendiri dalam suatu disposisi batin yang semakin jauh dari Tuhan dan sesama.
Bunda Maria, melalui pesan-pesannya, senantiasa mengingatkan kita  akan kasih dan pengorbanan putera-Nya. Bunda Maria mengajak kita untuk menjahit  hati Tuhan kita Yesus Kristus  yang terkoyak dan tercabik-cabik dengan pengertian yang mendalam akan kasih Tuhan melalui pelayanan kasih kepada  sesama.Kita selalu mempunyai banyak kesempatan untuk mengubah irama hidup harian kita menjadi sebuah doa, dengan menyatukan dan mempersembahkan semuanya pada Tuhan melalui ungkapan-ungkapan doa sederhana.
“Tuhan, seperti kami memasak sayur dengan memberi bumbu sehingga  menjadi  satu, tolonglah kami menjadi  satu dengan yang lain dalam keluarga dan komunitas kami.Buatlah agar kami menikmati hidup dalam persatuan dan persaudaraan, menjadi manusia baru dalam cinta yang dipersatukan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri.” Dalam segalanya  kita perlu memeriksa batin kita, apakah kita gagal  membina persatuan dalam komunitas kita? Apakah kita seperti minyak dan air yang  tidak bisa bercampur? Iblis akan senang melihat perpecahan di antara kita yang dikarenakan adanya konflik kecil dan ketidakmampuan kita untuk saling mengampuni, memaafkan dan melupakan, dalam kehidupan sehari-hari.
Kita  cenderung lebih mudah mengingat kelemahan dan kesalahan sesama, daripada  kelebihan dan keisitimewaannya. Kita kadang kurang rela untuk mengakui dengan jujur apa yang mengganjal dalam diri kita. Kita bahkan mudah untuk membalas  dendam. Kita lupa, kalau bila kita difitnah, dikritik atau dipermalukan, sesungguhnya semuanya sudah dibayar lunas  oleh Yesus Kristus  dengan darah-Nya yang tercurah di kayu Salib sebagai wujud cinta-Nya yang abadi. Kita lupa kalau kita punya kesempatan untuk mengubah pengalaman pahit dengan sebuah ungkapan sederhana kepada  Tuhan. “Tuhan, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat. Kasihanilah dan berilah mereka rahmat pertobatan.” Ketika  kita  salah berbicara, meluncurkan kata-kata keras dan kasar  terhadap sesama tanpa perasaan, gossip,ngrasani, menghakimi atau bahkan mengkritik. Kita dapat pula berdoa. “ Tuhan, aku telah salah berbicara yang sangat melukai hati-Mu dan sesama. Ampunilah aku, berkatilah aku yang lemah ini.”
Kita banyak menghabiskan waktu  untuk berkomunikasi dengan sesama, via SMS, telepon, ngobrol, tetapi jarang menyadari bahwa  kita juga memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Kita bekerja keras sepanjang hari dengan susah payah, namun lupa mempersembahkan kepada Tuhan. Ketika kita menikmati makanan yang enak bahkan sisa dan terbuang. Kita dapat berdoa. “Tuhan, pandanglah  dan terimalah pengorbananku ini untuk keselamatan jiwa  malang yang terlupakan. Anugerahilah rejeki pada mereka yang kelaparan dan kehausan.
Kesadaran bahwa dengan cara sederhana kita dapat berkomunikasi dengan Tuhan, membantu kita untuk mengembangkan relasi yang lebih sering dengan Tuhan, tidak menunggu saat sangat membutuhkan bantuan baru memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa-doa kita. “Tuhan, Engkau selalu hadir setiap saat menyertai kami, kasihanilah kami.” Rekonsiliasi dengan Tuhan dimulai dengan niat tulus untuk berelasi dengan Tuhan sesering mungkin. *** Maria Dolorosa