“ Cinta itu sebenarnya sangat sederhana. Ingat dan catat yang baik dari sesama dan hapus serta lupakan yang kurang baik dari sesama”. Demikian penggalan SMS dari seorang sahabatku. “ Apa yang hidup dalam hati manusia? Dijawab, gpl” kubalas SMS untuk menantangnya. Tak seberapa menit, dering SMS masuk. “ Mungkin kita akan menangis, ketika kita sering merasa tidak dicintai. Tetapi apakah kita pun akan menangis ketika kita tidak bisa mencintai orang lain? Kadang kita merasa tidak nyata dalam kehidupan sendiri namun tanpa disadari kita sendiri yang telah lari dari kenyataan itu. Memilih cinta, jangan berpikir kenapa kita mencintainya? Karena kita di dunia ini bukan mencari orang yang sempurna untuk dicintai tetapi mencintai orang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna.” Wah.. . bagus sekali SMS ini, tetapi bukan itu jawaban yang kuharapkan dari temanku. Aku berharap dia menjawab teka-teki SMS sebelumnya. Kukirim lagi SMS yang sama kepadanya dengan memberi penekanan pada gpl “ ga pake lama”. Benar, satu menit kemudian dia menjawab, sangat singkat “ CINTA”. Sebenarnya bukan CINTA, jawaban yang ada di otakku. Jawaban yang kusediakan untuk mengecohnya adalah BELASKASIH. Tetapi dia menjawab CINTA. Ah…. Sudahlah daripada perang SMS-an, lebih baik kusudahi, lagipula lumayan, aku mendapatkan hal bagus sebagai inspirasi.
Ada banyak defenisi tentang cinta di dunia ini, tergantung dari perspektif, pengalaman, segi mana yang disoroti dan berbagai hal lainnya. Apapun defenisi dan pemahamannya, yang jelas setiap orang membutuhkan cinta, memiliki hasrat bawaan untuk mencintai orang lain. Kalau seseorang sampai tidak mampu mencintai sebenarnya menipu diri sendiri dan merendahkan martabatnya sebagai makluk pencinta.
Semua butuh sedikit cinta dan perhatian
Beberapa penggalan SMS dari temanku di atas, merupakan salah satu contoh bagaimana seseorang mengerti tentang cinta dari sudut pandang dan pengalaman pribadi. Tidak banyak orang menganggap mencintai begitu sederhana. Orang yang mengalami pengalaman pahit tentang cinta tidak dapat mengerti bahwa mencintai itu mudah. Mungkin baginya, lebih mudah membenci daripada mencintai. Cinta itu sederhana, tapi juga ruwet dan rumit, serumit bagaimana kita mencoba mengaplikasikan hasrat cinta dalam diri kita kepada orang lain dan sesama makluk.
Ada pandangan bahwa orang akan mampu mencintai bila dirinya sendiri memiliki pengalaman dicintai. Kalau diri sendiri mengalami deficit cinta, agak sulit bagi orang tersebut untuk mencintai orang lain secara sungguh-sungguh. Ada pula yang mudah merasakan bahwa apapun yang dilakukan pada orang lain sudah merupakan wujud cintanya. Apapun hasilnya , tidak penting. Yang lain memandang secara lebih dalam bahwa mencintai itu sangat sulit dan tidak mudah karena banyak tuntutan yang mesti dipenuhi. Salah satu syarat mencintai adalah menerima apa adanya. Sering kali kalimat ini menjadi alasan utama seseorang, tetapi kenyataannya tidak berjalan sesuai yang diucapkan. Mengucapkan kata, menerima sesama apa adanya, tetapi di belakangnya, yang tanpa kata dan kasat mata memiliki harapan tersendiri pada orang lain, mengatur, menyetir hidup dan kemauan orang lain, tidak mempercayai dan menuntut. Kalau seperti ini, mencintai tidak sesederhana yang dibayangkan, diimpikan dan tidak mudah diwujudkan.
Mungkin benar, yang ada dalam diri manusia adalah cinta. Cinta sebagai salah satu energy terbesar dalam diri manusia, yang membuat manusia bisa hidup dan bertahan dalam aneka kesulitan. Setiap kita membutuhkan sedikit cinta dan perhatian dari orang lain, sehebat apapun diri kita, setinggi apapun title kita, sekeras atau sekejam dan sejahat apapun, semua kita tetap butuh cinta dan perhatian dari sesama meski cuma secuil.
Bukan cinta sesaat
Cinta bukan sesuatu yang sementara atau sesaat saja. Segala sesuatu yang sesaat bukan cinta, cinta itu memuat sesuatu yang langgeng , yang tetap, yang bertahan lama, yang tak lekang dimakan waktu, yang tak pudar karena situasi baru atau cuaca buruk. Cinta itu bertahan lama, sangat lama sebagaimana Pencipta menaruhnya dalam seluruh diri manusia dan segala makluknya sejak semula.
Cinta itu ibarat matahari, terbit dan tenggelam secara tetap dan teratur, tidak memilih bersinar untuk orang baik saja dan menutup sinarnya bagi orang jahat. Selalu memberi energy panas dan terang tanpa memilih. Cinta itu ibarat bunga yang mekar, yang harumnya semerbak ke seluruh lingkungan di sekitarnya, tampil menawan, tidak memilih hanya menyebarkan keharuman untuk tuannya saja. Selalu memberi keindahan dan menebar keharuman tanpa memilih. Cinta itu mungkin ibarat pepohonan yang rindang, yang dengan keberadaannya, memberi keteduhan kepada semua yang hendak bernaung di bawah rindang daunnya. Tidak memilih bertumbuh di mana, tidak mengelak bila hendak dipotong tuannya, tidak mengusir anak-anak yang usil yang mencuri buahnya atau mematahkan rantingnya. Dari keberadaannya, pohon itu tetap berada dan memberi, bahkan tidak menolak bila ditebang dan dibakar hilang dan lenyap dari muka bumi. Selalu memberi keteduhan, kerindangan, kenyamanan tanpa memilih.
Cinta itu mungkin ibarat air, yang mengalir selalu dari tempat tinggi menuju tempat yang rendah. Dari hakekatnya, tidak pernah melawan keberadaannya, yang memberi kesejukan, kelegaan bagi yang kehausan, entah manusia maupun hewan. Yang membersihkan kotoran dan segera meresap dalam tanah, tidak menolak diserap oleh makluk hidup bahkan tidak memberontak ketika manusia mengekploitasikannya, merusak alur mengalirnya. Cinta itu mungkin seperti segala yang ada, yang dapat kita pandang dan kita lihat dengan bebas dan mendapatkan kepuasan dan ketenangan batin. Selalu memberi kehidupan kepada semua makluk tanpa memilih.
Cinta bukan sekadar memilih
Ada banyak kemungkinan yang bisa membantu kita memandang dan memahami cinta. Bukan sekadar yang romantis dan melankolis yang cepat berlalu dan usai. Bukan pula yang serba baik, enak, indah, mulia, menawan,bagus, karena yang serba- serba seperti itu tidak bertahan lama, hanya sesaat. Hidup yang kita hidupi selalu memiliki dua sisi; baik dan buruk, bagus dan jelek, gampang dan sulit, mudah dan sukar, cepat dan lambat, terang dan gelap, kosmos dan kaos. Memilih yang baik,menghindari yang kurang baik adalah kerinduan kita semua, namun bukanlah hakekat hidup kita. Memperoleh yang jelek bukanlah harapan kita, tetapi selalu dialami dalam hidup tanpa kita minta atau kehendaki. Cinta tidak pernah salah berada pada tempatnya yang tepat. Cinta itu ada, selalu ada dari keberadaannya dalam relung hati terdalam dan mengalir keluar dari diri kita dengan bebas untuk siapa saja dan situasi apa saja dengan memberi yang dipunyainya, apa adanya, kepada siapa saja, di mana saja dalam situasi apa saja.
Cinta dapat kita pandang sebagai problem, ketika kita tidak mampu menempatkan hasrat untuk mencinta pada tempatnya. Ketika kita memaksakan diri untuk menahan, mengalihkan, memendam, mencurahkan pada yang bukan dorongan dan hakekatnya, terjadi pergumulan dan problem.
Cinta dapat membuat kita bermasalah dengan hidup ini, ketika kita tidak dapat menerima kebebasan hakekat dan keberadaannya. Ketika kita memilih menahan diri untuk membantu sesama, karena teringat pengalaman buruk dari sesama, padahal ada dorongan hati untuk membantu. Ketika kita memutuskan untuk terus berjalan dan tidak peduli pada seseorang yang sedang terkapar dan tak berdaya, hanya karena muncul rasa takut menanggung resiko. Ketika kita memilih tidak taat dan patuh pada peraturan karena merasa yang membuat peraturan adalah pimpinan yang tidak kita sukai padahal ada dorongan dari hati untuk mematuhi. Ketika kita memilih untuk menunda berdoa dan bersyukur hanya karena merasa bosan padahal ada dorongan untuk melakukannya. Ketika kita memilih mengurungkan niat menyumbangkan sedikit harta yang kita miliki hanya karena terjerat dengan pikiran jangan-jangan yang menerima tidak dapat mempertanggungjawabkan, padahal ada dorongan untuk memberi. Ketika kita memilih untuk melarang anak-anak kita mengungkapkan kebebasannya sebagai anak, hanya karena kita pikir nanti mempermalukan orang tua, padahal ada dorongan untuk itu. Ketika kita memilih untuk membiarkan orang tua kita diurus oleh orang lain atau dititip di Panti, hanya karena alasan sibuk dan tidak punya waktu meski ada dorongan untuk mengasuh mereka. Ketika kita memilih menghindari diri dari tugas perutusan tertentu hanya karena merasa tugas tersebut kurang bergengsi padahal ada dorongan untuk menerima tugas tersebut.
Banyak pilihan hidup ini yang hampir setiap saat kita putuskan berdasarkan pertimbangan - pertimbangan yang kelihatan sangat logis, dapat dipertanggungjawabkan sesuai keyakinan yang sudah lama kita anut dan pandangan umum, dari pada memilih untuk mengikuti dorongan hati nurani yang baik. Akhirnya kita terjerat dalam perasaan yang kurang enak dan nyaman, ada yang merasa bersalah, merasa tidak pantas berlaku demikian bahkan ada yang merasa berdosa. Keadaan yang berlama-lama dibiarkan demikian, akhirnya membuat kita tidak peka dengan dorongan hasrat hati untuk mencintai apa adanya bukan sebagaimana seharusnya.
Memberi dan berbagi
Hakekat cinta adalah memberi, selalu memberi, terus – menerus memberi tanpa batas waktu, tanpa merasa bosan dan lelah. Yach… mungkin seperti matahari , bunga yang mekar, pepohonan, atau air yang mengalir. Selalu memberi . Cinta yang memberi dari hakekatnya adalah cinta Ilahi dan cinta inilah milik Sang Pencipta, Allah sendiri, yang mencipta karena mencintai dan yang selalu mencintai karena sudah menciptakan.
Setiap kita senang menerima pemberian dari orang lain, seberapapun besarnya, sekecil dan sesederhana apapun wujudnya. Orang terkaya, terhormat dan terhebat sekalipun, juga senang bila menerima pemberian dari orang lain. Dengan menerima pemberian, keberadaan kita diakui, diterima dan bernilai bagi orang lain sehingga kita merasa bahagia. Kita semua membutuhkan sedikit cinta dan perhatian dari sesama. Mungkin pemberian sangat sederhana, hanya seulas senyuman, atau sekedar kerlipan mata namun bersahabat, mungkin cuma sebutir telur, sebungkus permen, sepotong roti yang dibagi bersama, segelas air, setangkai bunga, secangkir kopi, sepenggal SMS yang menarik. Atau bila tidak memiliki semua itu, tapi memiliki semenit waktu yang disediakan untuk mendengarkan keluh kesah seseorang, kehadiran tanpa kata menemani teman yang sedang sakit dan berduka, sepotong kata bijak atau nasihat yang bisa mememotivasi atau bahkan teguran yang bisa menyadarkan seseorang dari jalannya yang salah dan doa singkat dan tulus untuk seseorang yang sangat membutuhkan. Ada banyak bentuk pemberian baik materi maupun spirit, semuanya bermakna dan lahir dari hati yang memiliki hasrat untuk mencintai.
Butuh kesadaran
Ada yang mempunyai pandangan, bagaimana bisa memberi bila tidak memiliki sesuatu yang baik yang pantas diberikan? Memberi membutuhkan modal. Bila menunggu memiliki sesuatu yang dipunyai baru diberikan, mungkin kita tidak akan pernah bisa memberi. Dari keberadaan diri kita yang manusiawi ini, ada banyak signal dan chanel untuk diberikan. Meski tidak punya banyak dan memberi tidak perlu banyak karena yang mengalir dari hakekat keberadaannya adalah berbagi dari yang ada pada diri kita. Bukankah untuk tersenyum tidak perlu banyak waktu dan modal? Untuk berdoa tidak perlu modal besar? Kita hanya perlu sebuah kesadaran dari dalam diri bahwa saya memiliki apapun dan bisa diberikan kepada orang lain dengan cara berbagi. Memberi dengan berbagi. Berbagi adalah bagian dari memberi dan bukti dari mencintai.
St.Paulus menggambarkan dengan sangat indah madah kasih dalam 1 kor 13 : 1 - 13, yang adalah sebuah pemberian dari keberadaan diri kita dan kerelaan berbagi diri. Kasih itu sabar, murah hati, tidak marah, tidak sombong, tidak berlaku tidak adil, sopan, ramah, tidak memegahkan diri, tidak cemburu. Kesediaan berbagi kesabaran, kesediaan menahan diri dari emosi negative merupakan tindakan berbagi kasih. Kesadaran untuk selalu berbagi dengan tulus adalah bukti cinta.Mari kita berbagi dan memberi terus-menerus agar dunia kita semakin semarak oleh bunga-bunga kasih dan percikan energy cinta yang mengubah dunia. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar