Kamis, 14 Juli 2011

JERITAN LAZARUS

Dear Bapak Abraham

Aku mau curhat saja. Ada yang tidak nyaman kurasakan dalam hatiku mengalami hidup di dunia sebelum aku ke sini. Aku sempat bersekolah sampai kelas II SD dan mendengar pengajaran yang indah dari guru. “ Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Tetapi aku tidak mengerti apa-apa kebenaran kata-kata itu sampai aku tiba di sini. Seperti apakah kasih itu? Bagaimana bisa mengasihi, apa buktinya? Seumur hidupku sepertinya aku tidak mengalami kasih. Aku juga belum sempat merasa sudah mengasihi Tuhan dan orang lain dengan sungguh-sungguh.

Aku sudah berjalan dari rumah ke rumah. Berkunjung di biara, kantor, perusahan-perusahan, perumahan warga dan tempat lain. Rumah orang kaya sering menjadi tempat istirahatku meski hanya dapat berbaring di lantai di luar pagar yang kokoh. Aku punya kesan istimewa dari yang kualami. Mungkin bisa keliru. Maafkan aku, ya Bapak Abraham.

Tidak banyak orang peduli padaku, karena penampilanku yang jelek, kesakitan, tua, tidak berguna, kotor, tidak menarik dan memang aku bukan bagian dari keluarga dan orang-orang mereka. Meski berhari-hari aku duduk di depan pintu pagar dan menadahkan tangan, tiada yang mau melihatnya.Kalaupun sempat terlihat, mereka segera mengalihkan pandangan.

Tetapi kulihat dari jauh, mereka memberi makanan yang sangat enak untuk anjing-anjing yang dipeluk dan digendong dengan penuh kasih, diberi tempat nyaman dan indah dalam kandang. Mereka menyimpan makanan sampai basi dan barang lain sampai karatan. Kudengar mereka sibuk membicarakan hal yang hebat-hebat dan sangat bahagia. Kulihat orang-orang sangat sibuk sampai lupa makan, pulang rumah larut malam. Mengenakan pakaian mewah dan menikmati makanan enak. Sedangkan aku sering merasa sangat lapar, haus, sendirian, kesepian, kepanasan dan sepertinya setiap hari adalah hari terakhir hidupku. Memang mungkin salahku juga tidak sanggup bekerja karena fisikku tidak kuat, tidak punya kesempatan, tuntutan kerja sangat tinggi. Siapa yang mau peduli dan menghargai aku yang tidak berguna bagi siapapun. Bahkan dianggap sampah masyarakat, pengotor kota yang pantas disingkirkan.Sebenarnya bagiku hidup ini indah tapi terlanjur terlalu keras,kejam, penuh persaingan, penuh ketidakpedulian orang-orang di sekitarku.

Kucermati, mereka beriktiar meraup keuntungan besar dengan memeras keringat orang kecil. Mereka berlomba-lomba menjadi pemenang dalam pertaruhan hidup untuk sukses, pangkat semakin besar, posisi semakin tinggi, makin hebat dan dihormati. Mereka hanya menjalin relasi dengan orang yang dapat memberikan kemudahan untuk mereka. Aku sudah lama ada di sini tetapi tak sejenak pun ada yang menyapaku. Aku tidak kecewa. Mungkin aku tidak layak untuk jadi bagian dari hidup mereka. Mereka selalu lupam ada aku di sini menunggu ada tangan yang rela terulur dan hati yang mau tergerak sedikit saja untuk membantuku tetapi tak kunjung tiba.

Mereka sangat baik dan ramah terhadap orang di luar sana, sangat peduli sehingga banyak orang mengenal mereka sebagai orang baik, dermawan dan sangat peduli. Tetapi di rumah mereka seperti orang asing di rumah sendiri. Yang tua, tak disapa padahal omanya sendiri. Yang sakit mendekam di kamar tak dipedulikan. Mereka punya sejuta alasan untuk menghindar dari sekadar senyum, sapa dan salam pada sesama serumah. Sudah lama aku saksikan itu semua.Tapi ada dayaku, aku cuma pengemis asing yang numpang baring di depan pagar kokoh ini. Sesekali aku berdoa untuk mereka. Aku pikir mereka menghapal dengan baik seperti aku, tetapi mengapa mereka tidak melakukan itu. Seandainya mereka tahu kebenaran firman ini, sungguh berbahagialah mereka. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk aku.” ( Mat.25 : 40).

Bapak Abraham,… adakah yang lebih baik, lebih indah, lebih mulia dari menghapal pengajaran tentang kasih itu? Bagaimana aku bisa tahu bahwa aku bisa melakukannya seandainya aku boleh kembali ke dunia sana? “ Begini, anakku Lasarus. Kasih itu sangat sederhana, sesederhana kau menceritakan jeritan hatimu padaku. Kalau mau berbahagia, lakukan apa yang dikatakan padamu.

“Kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani; jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar; jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas; siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin; siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Hendaklah kasihmu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! Bantulah dalam kekurangan sesamamu dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan! Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk! Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis! Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai! Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan. Jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!***HM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar