Rabu, 28 April 2010

DARI NASARET KE BANGKA


“Filipus bertemu dengan Natanael dan berkata kepadanya: "Kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret." Kata Natanael kepadanya: "Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?" Kata Filipus kepadanya: "Mari dan lihatlah! ( Yoh 1 : 45 – 47 )”
Kutipan Injil ini, lama menjadi permenungan saya tentang Nasaret, kota tempat Yesus dibesarkan. Natanael yang akhirnya kita kenal sebagai Bertolomeus salah seorang rasul Yesus, pada awal mula perkenalan dengan Yesus, sangsi akan keberadaan Yesus dan asal usul Yesus. Pertanyaan retoris Natanael juga memuat suatu gambaran bahwa Nasaret bukanlah apa-apa, tidak terkenal, cuma sebuah kampung kecil, mungkin juga sebagai gambaran yang ‘kurang baik, kurang menguntungkan” bagi penduduknya. Saya belum pernah belajar tentang Nasaret dan sekitarnya, saya kurang tahu pasti. Saya cuma ingin mensyeringkan permenungan saya antara Nasaret dan Bangka dalam konteks kehadiran sosok dan semangat Keluarga Kudus dalam Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang ( KKS).
Kalau para suster bepergian ke luar pulau Bangka dan bertemu orang lain baik sesama imam, biarawan,biarawati dan awam selalu akan ditanyai: “ Dari mana? Kongregasi apa? Kalau dijawab dari Pangkalpinang – Bangka. Kongregasi KKS , sudah pasti pertanyaan akan berlanjut. Banyak kali saya mempunyai pengalaman demikian dan kalau sudah bercerita panjang lebar tentang KKS dan Bangka, nampak lawan bicara kita penuh keheranan berkata. Di Pangkalpinang, di Bangka ada tarekat suster diosesan ya? Sebuah pernyataan seolah-olah kurang yakin bahwa di tanah Bangka yang kaya raya timah ini, sejak sebelum Indonesia merdeka dan sejak sebelum keuskupan Pangkalpinang berdiri ( baru sebagai Vikariat Apostolik ) KKS sudah berdiri secara konstitusional pada tanggal 19 Maret 1960. Bahkan lebih mengenaskan ada yang tidak tahu di mana letak Pulau Bangka, ada yang menduga dekat Sulawesi atau Irian Jaya.
Meski kalau mengalami situasi demikian hati saya agak miris dan menjadi sedikit minder, aduh… orang tidak tahu apa-apa tentang Bangka apalagi KKS, padahal Bangka sangat terkenal sejak jaman penjajahan Hindia Belanda dengan timahnya yang berkualitas, saya belajar menerima dengan senang hati bahwa demikian adanya. Memang KKS tidak terkenal dan tidak banyak dikenal oleh teman-teman di luar P.Bangka. Bahkan di kampung sendiri di Bangka ini pun dan di antara kita tidak banyak yang tahu KKS itu apa. Tentu “bukannya salah bunda mengandung nasibku begini mungkin suratan…. “ beginilah cuplikan syair sebuah lagu tetapi harus diterima karena KKS kecil sekali, dengan sedikit anggota dan sedikit komunitas padahal sudah cukup lama berdiri di tanah Bangka. Tentu ada banyak factor mempengaruhi keberadaan KKS yang dapat diibaratkan terlahir sebagai anak kandung tanah Bangka, bukan lahir dari tanah Eropa dan merantau di Bangka, sehingga kuat dan gagah perkasa.
Saya merenung dan membayangkan KKS sebagai anak asli Bangka yang sejak dikandung mengalami malnutrisi dan menjalani masa kanak-kanak pada masa perang, yang belum sempat lahir, “ayahnya” sudah meninggal di tawanan, yang karena belaskasih Tuhan, terlahir dan dipelihara dan dijaga oleh ibu yang baik, yang ketika belum menginjak masa remaja ‘sang ibu” sudah kembali ke Nederland. Saya membayangkan dari cerita sejarah yang direnungkan selama setahun menjelang perayaan emas ini, KKS bagaikan anak remaja yatim piatu, yang harus berjuang keras sendirian, bertahan hidup, berusaha sehat dan ceria seperti anak remaja lainnya yang beruntung memiliki ayah ibu yang lengkap, dengan segala kebutuhan yang tersedia. Bukan tanpa alasan saya merasa demikian, jelas bahwa dari seluruh proses sejarah, hampir tidak ada khasanah warisan tertulis kecuali merasa kuat dengan Dekrit Pendirian Kongregasi dan Konstitusi Pertama. Yang lainnya, mesti dicari, digali sendiri lebih mendalam oleh semua anggotanya di bawah bimbingan Roh Kudus melalui para pemimpinnya untuk mendapatkan yang dirindukan, seperti yang dipunyai oleh teman-teman lain.
Saya membayangkan, remaja yang berada dalam kondisi itu, berjuang keras mencari jati dirinya, nyaris tidak punya waktu untuk memikirkan masa depannya. Atau meski berpikir banyak dan memiliki idealisme tinggi, namun harus tahu diri dan sadar bahwa impian harus disimpan untuk sementara, kerinduan mesti dipendam, keinginan ditangguhkan dulu. Tetapi darah remaja tidak bisa mengesampingkan impian dan semua harapan akan masa depan yang cerah. Demikian KKS, sebagai lembaga hidup bakti dalam kondisi seperti itu, tentu pantas oleh orang-orang bisa dipandang sebelah mata, dan mungkin ada yang bertanya: “ adakah sesuatu yang baik dari bumi Bangka, dari KKS?
Philipus yang sudah bertemu Yesus, berusaha meyakinkan Natanael agar yakin bahwa dari Nasaret ada sesuatu yang baik. “Mari dan lihatlah “ itulah ajakan Philipus dengan lembut. Setelah bertemu sendiri dengan Yesus dan sapaan Yesus meruntuhkan keraguan Natanael akan Nasaret. Kisah ini meyakinkan saya bahwa kalau tak kenal maka tak sayang. Kalau cuma mendengar dari jauh atau membaca cerita , orang tentu masih bisa sangsi. Tetapi bila mengalami sendiri dalam perjumpaan orang baru tahu, bahwa sesuatu yang baik bisa datang dari mana saja, sebab Allah bekerja dalam diri semua orang.
Tanggal 25 April tahun ini genap 17 tahun saya hidup di bumi Bangka, di KKS. Sebuah waktu yang cukup untuk meyakinkan saya bahwa apa yang dulu saya sangsikan seperti Natanael, kini pudar. Saya akui hampir lebih dari 10 tahun, saya minder sebagai anggota KKS dan rasa malu terpelihara subur dalam diri saya, karena merasa KKS tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang lain. Semakin sibuk saya membandingkan dengan yang lain, semakin saya minder dan nyaris tidak berbuat apa-apa untuk membela, mempertahankan dan memperkembangkan KKS. Seiring perjalanan waktu seperti KKS sendiri yang pada usia emas boleh menyaksikan pertumbuhan dan perkembangannya yang semakin ‘gemuk dan sehat”, setelah luruh semua rasa minder, saya malah bersyukur bahwa saya berada di KKS.
Rasa syukur berawal dari sebuah kalimat indah yang saya dengar dari konferensi seorang imam MSF beberapa tahun lalu. “jangan berkecil hati dengan kekecilanmu, jangan menjadi minder dengan keadaanmu, jangan sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Bukankah umat pilihan Allah bertahan dengan kehadiran kaum kecil, anawim , sisa Israel? Bukankah Tuhan memperhitungkan yang kecil-kecil juga seperti juga pada yang besar? Belajarlah bersyukur bahwa kamu beruntung berada di tengah yang kecil dan sederhana, sebab kerumitan dan komplesitas masalah jauh darimu. Semakin besar, semakin banyak masalah yang semakin banyak yang harus diurus dan dikerjakan. “ Katanya lebih lanjut : “Para suster, berbahagialah kita sebab kita anggota keluarga Kudus sendiri, Kongregasimu ( KKS maksudnya ) dan Kongregasiku ( MSF maksudnya) berspiritualitaskan Keluarga Kudus , Yesus, Maria dan Yosep. Bukankah kita adalah anggota Keluarga Kudus?”
Mendengar penyataan itu, rasanya seluruh tubuhku hidup dan seluruh beban hilang setelah lebih dari 10 tahun memikul beban berat. Langkahku jadi ringan, pandangan hidupku jadi luas, dan aku sungguh merasa dibebaskan dari belenggu rasa minder hanya karena mendengar “ saya anggota Keluarga Kudus’. Rasa kecil yang membelenggu jiwa, hancur seketika, dan kini tidak ada alasan untuk ragu, malu, minder atau mandeg. Untuk apa malu bila aku adalah anggota keluarganya yang tentu diperhitungkannya? Dari sinilah bertumbuh rasa kasih yang besar terhadap KKS dan syukur yang mendalam kepada Tuhan. Yach… meski terlambat menyadari tetapi tidak apa-apa, Tuhan telah menetapkan waktu yang tepat untuk menyingkapkan rahasia cinta-Nya yang lestari untukku melalui KKS ini.Kini, kalau orang bertanya : adakah sesuatu yang baik dari Bangka, dari KKS? Saya berani untuk memegang tangannya dan berkata meski meminjam perkataan Philipus “ Mari dan lihatlah”.
Saya berbangga menjadi anggota KKS dan menerima kekecilan KKS hampir dalam segala hal. Memang dari namanya saja, KKS telah menempatkan kata ‘ dina” artinya kecil, sederhana, bersahaja, low profile, dan semacamnya. Saya butuh waktu lama untuk mengakui dengan hati dan seluruh keberadaanku bahwa Kongregasi yang kupilih ini telah menyandang nama itu, yang memuat semangat hidupnya. Saya belajar menerima keberadaan KKS yang ‘lamban dan lambat” dalam perkembangan anggotanya. Saya menerima bukan karena KKS yang mulai nampak diingat segelintir orang sederhana, tetapi saya menerima dan bangga, karena sudah lama saya diterima sebagai anggota Keluarga Kudus sendiri. Konsekuensi logis dari penerimaan ini adalah siap menjalani hidup ala Keluarga Kudus Nasaret.
Bagaimana pola hidup ala Keluarga Kudus Nasaret? Saya merenungnya demikian. Yesus, Maria, Yosep hidup sederhana dan tersembunyi di Nasaret selama puluhan tahun . Tidak menonjol, mereka menjalani irama hidup harian seperti keluarga lainnya di kampung Nasaret. Yosep si tukang kayu, bekerja keras menghidupi keluarga.Maria sang ibu rumah tangga biasa, bersahabat dan bertetangga dengan semua yang lain. Sederhana dan biasa-biasa saja. ( Konst. 23). Tidak heran dan sepantasnya sebagai anggota KKS yang bersemangatkan Keluarga Kudus, menjalani hidup sederhana, makan dari hasil kerja keras bersama, bersusah payah untuk hidup. Dengan kerja tangannya sendiri, berusaha memenuhi kebutuhan bersama.
Yesus, Maria dan Yosep adalah pribadi-pribadi yang akrab dengan penderitaan, bahkan sejak awal mula hidup-Nya sampai akhir wafat di salib Yesus sangat menderita. Spiritualitas penderitaan mesti hidup dalam diri para suster KKS. Seperti Yesus, yang tidak semua orang mengerti dan menerima pelayanan dan pewartaan-Nya, yang berusaha menjatuhkan bahkan dari kalangan imam kepala dan ahli taurat. Bunda Maria sangat menderita menyaksikan dari dekat jalan salib Yesus sampai dipaku pada kayu salib, para suster juga belajar siap menanggung derita karena perlakuan sesama dan menderita demi Kristus dalam pelayanannya( Konst. 25 , 26 ).
Yesus, Maria, Yosep adalah pribadi-pribadi yang taat dan siap sedia melayani. Maria bergegas mengunjungi Elisabet dan melayani keperluannya menjelang kelahiran Yohanes. Yesus melayani para rasulnya dan orang banyak dengan penuh kasih, sampai makan pun tidak sempat. ( Konst 21 , 22 ).Yosep melayani Maria dan Yesus, berusaha melindungi keluarga ini dari marabahaya dan memenuhi seluruh kebutuhan mereka dengan ketaatan pada kehendak Tuhan dan kerja keras. Demikian para suster harus siap sedia melayani meski mungkin awalnya tidak disiapkan atau dikader, kurang bekal pengetahuan dan skill, siap sedia mesti menjadi modal dasar utama.
Yesus, Maria dan Yosep adalah pribadi-pribadi sederhana dan pendoa, yang menyerahkan segalanya pada kuasa Ilahi dan tanpa henti berkomunikasi dengan Allah. Maria yang secara istimewa merenungkan semua peristiwa yang dialaminya d hadapan Tuhan dalam terang gelap iman. ( Konst. 16, 17 ). Dari kesederhanaan hati mereka lahirlah sikap dan pola hidup bersahaja dan disenangi oleh Allah dan manusia. Dari iman mereka yang teguh pada Tuhan dan setia berdoa, mereka tumbuh menjadi keluarga yang ‘baik dan saleh” di mata sesamanya di Nasaret. Demikian suster KKS mesti demikian berjiwa sederhana, pendoa dan penuh iman.
Keluarga Kudus yang demikian yang menjadi patron dasar para suster KKS. Sama seperti baju , bila dijahit keluar dari dari salah satu patronnya, tidak cocok dan tidak enak dipandang bila dikenakan. Patron dasar sudah ada dan tersedia sejak sedia kala, sebelum saya lahir dan mengenalnya. Menjadi enak dipandang dan kesayangan manusia dan Allah tergantung dari ‘ setiap suster untuk mencocokkan hidupnya pada pola atau patron hidup Keluarga Kudus’. Tidak ada sesuatu yang salah atau keliru dari patron dasarnya bahkan sempurna. Kalau sampai dari para suster ada yang kelihatan tidak enak dipandang dan tidak bagus ditiru, itu bukan karena patronnya tetapi orangnya yang belum pas mencocokkan diri dengan patronnya sehingga “ tampilannya tidak sesuai aslinya”
Tentu Nasaret dan Bangka berbeda. Yesus, Maria dan Yosep sang pilihan Allah, berbeda dengan pribadi-pribadi rapuh yang kini menyandang sebutan suster KKS. Tetapi ada yang sama, yakni mau mencari kehendak Allah di atas segalanya agar nama Tuhan semakin menjadi besar dan mulia.Telah terbukti Yesus, Maria dan Yosep meraihnya, mestinya tidak ada alasan yang mustahil bagi kita untuk mencapainya.
Dari Nasaret ke Bangka, ada senandung yang sama telah diperdengarkan yakni« Sabda telah menjadi Daging dan tinggal di antara kita. » Dari Nasaret ke Bangka ada jalan yang sama untuk disusuri yakni jalan salib, jalan penderitaan. Dari Nasaret ke Bangka ada garis finis yang sama, surga mulia.Namun, antara Nasaret dan Bangka secara geografis tak terjangkau mata, tetapi sarana audio visual masa kini yang sedang marak telah mendekatkannya. Yesuslah audio visual itu, sebab Dialah Sang sabda yang tinggal di antara kita, Buka mata, buka, hati, buka telinga, untuk melihat, menerima, mendengar Dia. Sebab sesuatu yang meski sangat kecil ada di tanah Bangka, ada di KKS. Selamat pesta. Proficiat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar