Rabu, 24 Februari 2010

SIAP SEDIA DAN SETIA DALAM PELAYANAN

Keberadaan kita sebagai orang beriman dan terutama sebagai religius KKS tidak diukur dari seberapa banyak kita menorehkan sejarah kesuksesan dalam tugas dan karya yang kita emban.Tidak terletak pada seberapa banyak uang yang telah kita terima sebagai upah kerja kita yang telah kita serahkan kepada Komunitas, tidak juga terletak pada berapa banyak anak yang menjadi pintar karena jerih lelah kita, seberapa banyak orang miskin yang telah kita bantu atau seberapa banyak proyek yang telah kita entaskan dari hasil buah pikiran dan kerja keras kita. Sebagai religius keberadaan kita tidak diukur dari deretan kesuksesan tetapi ditilik dari seberapa dalam kesiapsediaan dan kesetiaan kita untuk selalu berada bersama Tuhan, seberapa jauh relasiku dengan Tuhan, seberapa dalam muatan persembahan diriku pada Tuhan. Seberapa besar imanku pada Dia dalam seluruh hidupku dalam kelam kabut, suka duka sehari-hari.
Kita dipanggil pertama-tama bukan karena kita bisa, kita mampu, kita sanggup, kita bisa berbuat banyak untuk orang lain. Kita dipanggil terutama untuk setia, untuk tinggal dan berada bersama Tuhan. Realita dosa diri dan dosa dunia telah menjauhkan kita dari Tuhan, dan dalam kedukaan dan penantian yang lama, Allah merindukan kita untuk kembali kepadaNYa. Maka hidup yang kita persembahkan dalam hidup bhakti ini pertama-tama merupakan panggilah kepada pertobatan, panggilan kepada kesiapsediaan untuk kembali kepada Tuhan dan kesetiaan, panggilan kepada perutusan untuk mewartakan kasih Allah yang maha rahim yang membawa orang kepada pertobatan.
Perutusan yang kita terima sebagai konsekuensi rahmat baptisan dan rahmat panggilan khusus ini, mengharuskan kita pertama-tama untuk bertobat dulu. Dengan menyandang semangat pertobatan pribadi dan kemampuan untuk terus-menerus membaharui diri, kita baru dapat membawa orang lain dengan pewartaan dan teladan kepada pertobatan. Kemampuan untuk bertobat merupakan anugerah. Anugerah yang kita terima dengan cuma-cuma ini hendaknya disalurkan juga dengan cuma-cuma kepada semua orang yang kita temui, kita layani.
Semua yang kita miliki dalam hidup ini : keindahan, kecantikan, kesehatan tubuh, daya tangkap yang baik, akal budi yang terang, keberanian yang cukup, mental yang kuat, kepandaian, ketrampilan singkatnya apapun yang melekat erat dalam diri kita semuanya berasal dari Tuhan. Maka persembahan diri dalam kesetiaan untuk selalu bersama Tuhan, setia dalam tugas perutusan, pertama-tama mesti didasari atas kesadaran ini. Tuhan menganugerahkan kepada kita berlimpah-limpah, berharap agar menghasilkan buah lebat dan orang lain yang menikmati buah kasih kita, terdorong untuk semakin memuliakan Allah.
Kita hidup di jaman edan, penuh tipu daya duniawi yang tidak hanya menawarkan berbagai kenyamanan dan kebahagiaan semu tetapi dengan berbagai cara, dunia telah membentuk kita untuk perlahan-lahan menyangkal Tuhan dengan berpikir dan merasa bahwa yang kita punyai adalah milik dan usaha kita semata. Kita menjadi insan yang ‘kurang tahu bersyukur”, bersyukur yang tidak sekadar kata-kata syukur dalam doa tetapi dikonkretkan dalam kesetiaan pada Tuhan sendiri, setia dalam karya perutusan yang kita terima dari Tuhan melalui Kongregasi.
Tipu daya duniawi dikemas dalam bentuk yang menarik dan indah yang sering tidak diduga oleh kita sebagai sebuah tipuan mata, tipuan rasa, tipuan jiwa yang membuat kita berjuang mati-matian untuk memperoleh dan memilikinya yakni kebutuhan dan keinginan yang tidak teratur, kerinduan akan pujian dan penghargaan yang sia-sia dari sesama, sarana dan peralatan pribadi yang mewah dan sesuai mode, rasa malu yang berlebihan bila tidak memiliki sesuatu seperti yang dipunyai orang lain, kehidupan bersama yang penuh ketegangan dan enggan saling mengampuni dan ada banyak hal lain yang kita pegang erat-erat meski tidak penting bahkan sama sekali tidak dibutuhkan.
Rasa nyaman dan aman dalam perlindungan Tuhan telah mulai berpindah pada merasa nyaman dalam barang-barang fana, status sosial, jabatan atau orang-orang yang dengan sadar kita tarik masuk dalam diri kita, merebut posisi Tuhan. Dengan mudah oleh tipu daya dunia kita menukarkan Tuhan dengan sekadar rasa senang sesaat.Tantangan hidup ini mengharuskan kita untuk sadar bila tidak mau kehilangan jati diri sebagai seorang beriman, seorang religius dan kehilangan Tuhan, serta peluang untuk meraih keselamatan kekal secara penuh. Serangan musuh jiwa menuju kebinasaan tidak terjadi secara tiba-tiba. Strategi kuno dari musuh tetap actual sampai kini, yakni merayu perlahan-lahan, penuh kelembutan, membuat kita percaya pada rayuannya, mempengaruhi, mencuci otak dan hati nurani kita yang akhirnya saat kita lengah, menyerang jiwa kita. Ketidaksetiaan terjadi dan berkembang dari pikiran-pikiran sederhana, kelalaian dan kemalasan kecil yang dipelihara sehari-hari, menunda dan mengulur waktu untuk berdoa, bekerja atau berbuat baik. Ketidaksetiaan berkembang dari ketidakrelaan untuk menolong, enggan untuk bergiat, bertekun dan ketidakpedulian.
Kita tidak dijadikan ataupun dilahirkan dalam keadaan setia, tetapi dibekali dengan aneka rahmat dan anugerah berlimpah untuk setia. Kesetiaan bertumbuh dalam hal-hal kecil sehari-hari, dari kepatuhan dan ketaatan pada kesepakatan bersama dalam komunitas. Dari kesiapsediaan menerima tugas yang awalnya mungkin dirasa berat tetapi tekun menjalaninya. Dari kesediaan untuk tetap berdoa dan bergelut dengan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci dan Konstitusi meskipun kurang menarik. Kesetiaan terpupuk dari kerendahan hati untuk belajar dari segala sesuatu yang nampak dan tersembunyi, dari sesama dan setiap situasi. Kesetiaan bertumbuh dari keberanian untuk berkorban dan rela menderita, rela menerima hal-hal yang tidak sesuai kehendak sendiri yang cenderung lebih kuat.Dari pihak manusia, kesetiaan bertumbuh secara perlahan-lahan. Dari pihak Allah, kesetiaan sebenarnya sebuah anugerah. Karena itu pantas dengan tekun meminta kepada Tuhan diiringi dengan kesungguhan dalam mengupayakannya. Sabda Kristus menjadi jaminan kita bahwa yang meminta akan menerima, yang mencari akan mendapat, yang mengetok pintu akan dibukakan.Komitmen untuk selalu siap sedia dan setia dalam pelayanan membuka pintu yang lebar menuju penderitaan. Namun dalam dan bersama Tuhan Sang sumber kasih dan setia, selalu ada sukacita berlimpah.
Sebagai religius KKS yang mendasarkan hidup dan karya menurut semangat Keluarga Kudus, belajar siap sedia dan setia dalam Tuhan dan karya perutusan. Kita selalu berupaya dengan sukacita mencari jalan terbaik bagi komunitas dan sesama agar setia dalam iman akan Kristus. Keluarga Kudus telah mewariskan teladan kesiapsediaan dan kesetiaan yang sempurna. Maria taat setia pada kehendak Allah melalui pewartaan malaikat, Yusuf taat setia kepada kehendak Allah melalui mimpi, Yesus taat setia pada kehendak Bapa dalam tugas perutusan-Nya ( Konst, 7 ). Maria lebih besar dari Elisabet, Yesus lebih besar dari pada para rasul, namun rela melayni sesuai dengan patokan yang berlaku bagi Kerajaan Allah. Kesediaan melayani merupakan hal yang utama dalam mengikuti Yesus ( konst. 22).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar