Hanya manusia sebagai makluk yang paling mulia di dunia ini yang selain memiliki akal budi,
kehendak bebas juga hati nurani yang di dalamnya tertanam hasrat untuk mampu berelasi dengan penciptanya. Binatang
dan tumbuh-tumbuhan sebagai makluk hidup mungkin dengan caranya sendiri memuliakan Tuhan. Meskipun masih juga terdapat penghuni bumi ini yang
tidak mengakui adanya Tuhan, entah karena
terlalu terfokus pada yang ilmiah dan logika alam, atau karena sengaja
tidak mau mengakuinya, atau mungkin saja karena belum mengenal Tuhan dan siapa
itu Tuhan, tapi semua manusia pasti
dalam hatinya dapat merasakan bahwa ada suatu ‘kuasa” lain yang lebih
besar dari dirinya.
Bagi kita orang
beriman yang sejak awal mengenal Tuhan, tidak begitu sulit untuk menerima bahwa
memang Tuhan sungguh ada, berperan penuh
dalam kehidupan kita. Banyak cara dan jalan untuk menghormati, melayani dan
memuliakan Tuhan sebagai pencipta dan pencinta kita. Dengan cara hidup dan tata
acara peribadatan bersama, sesuai tradisi budaya dan warisan iman tertentu.
Berdoa atau sembahyang atau apapun namanya adalah salah satu bentuk
berkomunikasi , berelasi dengan Sang Yang maha tinggi.
Tidak sekadar memohon
Berdoa tidak sekadar untuk memohon, meminta dan
memaksa Tuhan untuk memberikan apa yang
dibutuhkan dengan sesegera mungkin. Banyak dari antara kita memahami doa
seperti itu.Maka dalam proses doa semua isi doa adalah permohonan. Memang tidak
salah jika dalam berdoa kita memohon
sesuatu. Karena memang kita yakin,
permohonan kita akan dikabulkan oleh Tuhan. Hanya amat disayangkan kalau
pemahaman kita tentang berdoa hanya sampai di situ. Padahal doa seperti
yang kita tahu memiliki arti yang sangat luas dan mendalam.Karena dalam doa
kita berelasi dengan Sang sumber hidup, asal sekaligus tujuan hidup kita. Bukankah
ini sangat istimewa? Bagaimana mungkin kalau hanya sekadar memohon? Apa
yang sebenarnya dapat kita berikan
kepada Sang sumber hidup? Meski kita sadar, kita tak mampu beri apapun karena
Tuhan kita adalah Allah yang kaya raya dalam segala rahmat dan berkat, yang
bahkan tanpa kita memohon akan dianugerahkan secara cuma-cuma? Apa yang
dapat kita lakukan di hadapan Allah kita
yang maha murah, maha pengasih dan penyayang? Kita hampir tidak punya apapun
untuk dilakukan karena ternyata Allah
sendiri telah melakukan, mengerjakan segalanya
dengan amat rapi, indah dan teratur? Tapi apakah dengan kesadaran itu
kita tidak perlu berbuat sesuatu dan menunggu saja Tuhan mengerjakannya untuk
kita?
Kita semua
insyaf sejak awal dan dapat menjawab dengan mudah semua pertanyaan itu. Tidak.
Kita dapat melakukan apapun untuk Tuhan, kalau kita mau.Kita dapat melayani
Tuhan dengan berbagai cara dengan memperkembangkan seluruh daya yang telah
dianugerahkan Tuhan kepada kita: akal budi, kehendak bebas, hati nurani, kesadaran
diri, daya imajinasi. Yang paling terkenal kita tahu : ora et labora atau
berdoa dan bekerja. Keduanya tidak bisa
mewakili salah satunya sebagai bentuk pelayanan cinta kepada Tuhan dan
memuliakan keagungan karya kasih-Nya. Tidak cukup hanya berdoa, tidak cukup
hanya bekerja. Harus berdoa dan bekerja. Kali ini kita menfokuskan permenungan
pada bagaimana melayani Tuhan dengan berdoa.
Berdoa dengan Segenap,…
Berdoa selalu
mudah dilakukan, kapan saja dan di mana saja. Meskipun secara liturgis ada
waktu, aturan dan tata cara tertentu. Apapun itu, maksudnya hanya satu, kita
memuliakan Tuhan dengan segenap akal budi, kehendak hati, kebebasan
berekspresi, segenap tenaga, segenap kekuatan dan segenap jiwa. Yang menjadi
persoalan adalah benarkah atau mampukah kita memuliakan Tuhan kita dengan
segenap…segenap…dan segenap…itu? Karena
Tuhan memang menghendaki demikian seperti yang dinyatakan Yesus sendiri
dalam hukum cinta kasih. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dengan
segenap jiwamu dengan segenap tenagamu, dengan segenap kekuatanmu. ( Mrk 12 :
29)” Kita melayani Tuhan dengan segenap hati baik dalam doa maupun dalam karya.
Kelihatannya
lebih mungkin bagi kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh karena kita dapat
menikmati hasil kerja; mendapat upah, pujian, penghargaan, pangkat, nama baik,
status hidup social kita.Apa yang dilakukan kita dapat menikmati hasilnya bahkan
bisa dinikmati orang lain dan keluarga yang dicintai. Bagaimana dengan doa?
Apakah kita bersungguh-sungguh berdoa kepada Tuhan? Maksudnya hati sungguh
terarah pada Tuhan, dengan rasa syukur yang besar, berani berlama-lama dengan
kasih yang besar? Bukankah dalam realita terlalu sering agak tergesa-gesa, tidak tenang, pikiran penuh
dengan rencana usaha manusiawi, hati penuh keraguan bahkan bibir tidak berhenti
berbicara? Kalau memang benar demikian, mungkin baik kita merefleksi lebih
dalam, apakah sungguh sudah melayani Tuhan dalam doa dengan usaha yang sudah
sedemikian besar, seperti yang diupayakan
dalam dunia kerja untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Untuk berhasil
dengan baik dalam dunia kerja, para orang tua
tidak tanggung-tanggung sejak dini menyekolahkan anaknya pada
sekolah favorit yang tentu mahal,
ditambah lagi dengan pelajaran les tambahan berbagai bahasa, seni, logika.
Untuk bisa diterima dalam dunia kerja yang kompetitif, tidak sedikit orang rela
menimba ilmu setinggi mungkin untuk mencapai gelar tertinggi bahkan studi
sampai di luar negeri.Semuanya baik adanya, yang menunjukkan bahwa manusia sungguh
berupaya sekuat kemampuan demi memperkembangkan diri serta kemampuan yang sudah
dianugerahkan Tuhan. Namun kalau dibandingkan dalam konteks berelasi dengan Tuhan dalam doa, apakah sudah
ada usaha yang luar biasa besar seperti dalam dunia kerja?
Beberapa orang
mungkin berusaha keras, bahkan menghabiskan banyak waktu untuk merenung sabda
Tuhan. Ada yang mengabdikan seumur hidupnya dalam keheningan di tempat
sunyi untuk berdoa dan bersemedi. Ada
berani berziarah ke luar negeri, napak tilas di tanah suci dengan tujuan
bersentuhan langsung dengan historisitas imannya, mengalami sentuhan secara
personal sehingga bisa semakin memperteguh imannya. Sekarang, hampir dalam
semua agama berlomba-lomba mengembangkan cara, model dan metode doa yang membantu
penganutnya untuk dengan segenap hati, budi, kehendak,
kekuatan mengarahkan diri pada Tuhan dengan penuh cinta. Yang kelihatannya
seperti buang waktu, tetapi diyakini sebagai suatu persembahan waktu yang
berharga untuk Tuhan yang dicintai.
Pelayanan pertama dan utama terhadap Tuhan
Apapun caranya,
diimani bahwa doa merupakan bentuk pelayanan terindah kepada Tuhan bahkan harus
yang pertama dan utama.Orang selalu bisa melayani sesamanya kapan dan di mana
saja bahkan dengan penuh cintakasih dan pengorbanan besar. Bahkan secara
kristiani pula disadari bahwa melayani sesame merupakan wujud nyata melayani
Tuhan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Yohanes rasul terkasih Tuhan : Tidak
mungkin orang mengasihi Tuhan, jika dia tidak mengasihi sesame yang dilihatnya.”
Menjadi perjadi sebuah pertanyaan pula, apakah sungguh kita sadar bahwa ketika
kita melayani sesame kita melayani Tuhan, sehingga pelayanan ini merupakan
suatu pelayanan bernilai imani, yakni karena cinta akan Tuhan maka saya
melayani sesama. Atau kalau hanya sekadar kewajiban semata, apalagi dengan
motif mengharapkan imbalan misalnya kalau saya sudah melayaninya, suatu waktu
dia juga harus melayani saya. Ini baru
sampai pada dimensi manusiawi.
Kalau kita bisa
berdoa dengan baik, sepenuh hati dan seterusnya, tidak sekadar bahwa memang sudah seharusnya sebagai makluk
ciptaan Tuhan. Alangkah indahnya kalau semua itu dilakukan atas dasar kesadaran
bahwa Tuhan sendiri menghendaki demikian dan mengundang kita untuk selalu ada
bersama-Nya, dekat pada-Nya bahkan berdiam dalam hadirat-Nya. “ Barangsiapa
tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia, ia berbuah banyak. Jikalau kamu tinggal
dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam
kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu akan menerimanya.(Yoh. 15:
5,7)”. Luar biasa menjanjikan, undangan Tuhan ini. Bukan bualam tapi jaminan.
Bahkan di dalamnya memuat syarat, kalau kita sudah sungguh berada dalam hadirat
kasih-Nya, bersatu dengan-Nya, apapun yang kita butuhkan, akan diberikan pada
saatnya. Ora et labora. Tidak dibalik, labora et ora. Artinya, untuk dan
terhadap Tuhan, dinomorsatukan, baru untuk sesama. Berkat dari Tuhan akan tercurah atas seluruh usaha
manusiawi kita.
Buah melayani Tuhan
Aneh tapi nyata dalam realita sehari-hari kita
alami, bahwa pemahaman yang cukup
tentang doa, belum tentu menjamin kita bisa berelasi secara baik dan segenap dengan Tuhan. Bahkan
lebih celaka, tidak sedikit para pengajar, pewarta, pemimpin agama atau apapun
namanya yang seharusnya menjadi barisan terdepan dalam kedekatan dengan Tuhan,
ternyata tidak jauh beda dengan orang
biasa yang tidak mengerti tentang bagaimana seharusnya berelasi dengan Tuhan.
Tidak dipungkiri juga orang sederhana bahkan buta huruf yang tidak mengerti
Kitab Suci, namun mengandalkan pendengarannya melalui pewartaaan Sabda, menjadi
orang yang sungguh dekat berelasi dengan Tuhan. Tidak ada jaminan bahwa status
hidup, tingginya pendidikan, pilihan hidup, menjadi tanda kedekatan orang dengan Tuhan. Yang
menjadi jaminan sekaligus signalnya
adalah apakah relasi dengan Tuhan itu menghasilkan buah. Buah doa adalah
ketekunan. Bertekun dalam cinta kasih yang besar kepada Tuhan dan sesama.
Buahnya adalah orang semakin rendah hati,sederhana, siap sedia melayani, tidak
banyak komplein, menggerutu atau mengeluh baik saat suka, gembira maupun kala
derita dan kekecewaan dialami.
Buah melayani
Allah melalui doa, permenungan Sabda-Nya, menghasilkan sukacita terdalam yang
terpancar dari raut wajah polos,
sederhana, nyaman dan menarik orang pada Tuhan untuk ikut bersyukur dan
memuliakan Tuhan. Buah doa akan nampak dalam sikap penyerahan diri yang total
pada rencana dan kehendak Allah, senang untuk bertobat, beramal dan berbuat
baik tanpa mengharapkan apapun dan tanpa syarat. Buah doa sebagai pelayanan
pertama dan utama kepada Allah, dapat
dinikmati dalam kedamaian hati yang menginspirasi hidup orang lain.
Tidak menghendaki yang tidak berkenan di mata Tuhan.
Nyatalah
kebenaran firman Tuhan ini, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya
maka semuanya itu akan ditambahkan
kepadamu. ( Luk. 12 : 31)”. Banyak
kesaksian iman kita alami sepanjang usia kita, bahwa tanpa doa, tanpa kedekatan
dengan Tuhan, nampak apapun sia-sia. Meski hidup bergelimang harta dan nama
semakin panjang dengan deretan gelar, selalu ada yang merasa kurang dalam hidup
ini. Suatu dahaga jiwa yang tak terpuaskan, karena kita belum sampai menyelam
pada sumbernya yakni Tuhan sendiri yang telah melimpahkan segala anugerah.
Terlalu banyak
kesempatan dan kemungkin yang sama bagi
setiap kita untuk melayani Allah dengan
cara hidup kita masing-masing. Melakukan sesuatu untuk Tuhan beda dengan
melakukan sesuatu dalam dan bersama
Tuhan. Yang diharapkan dari kita sebagai insan beriman adalah melakukan segala
sesuatu dalam dan bersama Tuhan. Dari situ mengalir suatu yang indah yang
bisa dibagikan untuk sesama. Kalau Tuhan
sudah nomor satu, yang lainnya pasti beres. Kalau Tuhan sudah ditempatkan di
atas segalanya dalam hidup kita, segalanya
akan baik-baik saja. Kalau kita berani melayani Tuhan sebagai yang
pertama dan utama dalam hidup, segala kebutuhan kita akan terpenuhi tanpa kita
memintanya.
Tuhan sungguh
baik, bahkan terlalu baik.Kebaikannya tak terbatas. Tuhan juga tidak minta
banyak, pun tidak menuntut.Tuhan hanya
berharap dengan pengharapan Ilahi bahwa anak-anak yang dicintai-Nya ini selalu
dalam rangkulan kasih-Nya, tidak akan jauh-jauh dari-Nya dan tidak akan binasa.
Kalau selama ini, prioritas hidup kita untuk melayani Tuhan dengan doa dan Sabda-Nya
masih menempati porsi yang sedikit atau tidak sampai 5 atau 10 persen, kita
dapat mengubahnya. Dunia ini selalu bisa berubah, dan kitalah insani pengubah
hidup kita. Dalam dunia bisnis, ekonomi kita berani mengubah haluan, demi
keuntungan yang lebih besar dan memenangkan persaingan. Kiranya sama dalam
dunia imani, kita dapat mengubah prosentase hidup kita, untuk Tuhan mungkin tidak sebesar seperti mereka yang memang khusus terpanggil untuk melayani Tuhan dengan doa
yang tiada putus. Sedikitnya menambah beberapa porsen secara
perlahan-lahan.Tuhan tahu dan pasti akan memperhitungkan semuanya. Ini tentu,
demi kebahagiaan hidup kita nanti kelak
di surga. Tuhan secara ajaib bahkan bisa mengubah hidup kita secara sangat spektakuler dengan mujizat-Nya,
tetapi untuk apa jika tidak menambah iman kita kepada-Nya. Tuhan lebih ingin
bahkan senang kalau semua itu tumbuh dari hati kita untuk selalu kembali
kepada-Nya. Berniat saja, sudah
menyenangkan hati-Nya, apalagi sungguh dikonkretkan dan kita sudah berada dalam
hadirat-Nya. Segalanya tentu lebih indah dari yang kita bayangkan selama ini.
Siapa berani mencoba?***hm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar