Senin, 30 November 2009


-->
Kasihku,
Bukannya aku sengaja menulikan telingaku ketika kudengar sabdaMu, waspadalah dan berjaga-jagalah. BUkan sengaja, tetapi aku sedang terperosok dalam perasaan ketakutan hebat akan jaminan hidup kekal. Imanku yang minim dan kerdil ini tidak bisa meyakinkan aku akan keselamatan itu. Perbuatan baikku yang dapat dihitung, yang jumlahnya tidak pernah lebih dari jumlah jari tangan dan kakiku, tidak bisa meyakinkan aku akan jaminan keselamatan itu. Apalagi dosa dan salahku yang hitam legam setebal arang kayu di dapur, yang nyaris tak dapat dibedakan dari warna atau bahannya. Bagaimana aku berharap akan keselamatan?
Memang setiap hari mataku tidak berhenti memandang. Telingaku tidak berhenti mendengar, karena semuanya terbuka lebar-lebar. Hatiku tiada berhenti bertanya dan pikiranku , anganku juga tidak berhenti berpetualang. Belum lagi tangan dan kakiku, mulut dan bibirku yang selalu taat pada perintah otakku yang kotor dan karatan itu.
Oh Tuhan , kekasihku.Bagaimana aku dapat berharap akan selamat? Bagaimana? Tepatlah sabda celakalah dariMU yang ditujukan pada orang-orang farisi dan ahli taurat yang tekun menaburkan benih kemunafikan dan menyebarkan ragi kesombongan serta keegoisan? Bukankah Engkau mengenal dengan baik siapa diriku? Yang ternyata lebih buruk dari 100 orang farisi sekaligus? Oh…bagaimana aku berharap akan memperoleh keselamatan? Bagaimana aku tahu cara berjaga-jaga dan berwaspada? Bagaimana?
Hari-hari kelam diselimuti kabut dosa. Angan beria dalam kegelapan dengan segudang harapan semu yang tiada berujung. Hati meronta penuh kemarahan dan kegeraman karena situasi hidup tidak berubah. Kebodohan dan ketololan dalam banyak hal telah meramba, menyusup sampai tulang sumsum dan berdiam dalam otak? Oh…. Bagaimana caranya berjaga-jaga? Mulut yang susah dikunci. Lidah yang susah dikekang, kaki dan tangan yang susah diikat, dengan bebas berkelana ke tempat-tempat yang sedap untuk menyantap kenikmatan dosa? Oh…. Dosa oh kenikmatan dosa yang mengharubiru hatiMU ya..kasihku, telah membuat aku terbunuh dalam ketololan dan kebodohan sebelum aku tahu, aku dapat selamat dan hidup.
Kasih, inilah kisah ketidakberdayaanku, dan rasa maluku yang amat besar, lebih besar dari kemaluanku yang buruk itu. Malu dengan diriku sendiri ketika mendengar sabda KebenaranMu.Malu dengan perkataanku sendiri yang meluncur selancar angin dan sekencang bunyi guntur. Malu dengan tulisanku sendiri yang setelah tercetak, terbaca sulit terlupakan oleh orang. Malu dengan tindakanku sendiri yang sembrono.Malu dengan pikiranku yang tidak terfokus dan berharap akan hal-hal aneh yang tidak pantas untuk termuat dalam memori pikiranku? Tetapi semua itu ada dan realita. Aku menamakannya DERITA hidupku yang tidak berujung.
Aku mengarah kepada BundaMU Maria, yang adalah “duta pengampunan” dan Duta pengharapan” untuk menjadi juru bicara bagiku, agar aku diampuni dan diberi pengharapan akan keselamatan yang memang tidak pantas aku terima karena realita dosaku. Tetapi siapakah aku yang bisa meminta seseorang untuk menjadi DUTAKU? Aku bukan siapa-siapa, cuma seorang anak pendosa, yang oleh karenanya Bunda telah rela menanti dengan sabar dalam antrean panjang untuk membantu aku naik dari sungai dosa, dan dibersihkan supaya pantas menghadap Sang Putera?
Oh…. Ketika tiada alasan untuk percaya, Abraham telah berharap dan ternyata itu diperhitungkan Tuhan sebagai kebenaran. Bukankah aku anak Abraham keturunannya yang hidup oleh karena iman Abraham? Ijinkan aku berharap akan keselamatan meski tidak ada dasar untuk percaya dan berharap. Sebab kalau Abraham bisa, aku percaya aku juga bisa,Tidak sekadar karena Abraham tetapi jauh …jauh dan lebih dari itu darah yang tertumpah di kayu salib, dari lambung yang terluka itu, telah menyirami bumi, tanah dan batu-batu yang terjal dan bertumpuk di kalvari. Di sini ada Kalvari…. Lambing derita hidup yang tiada akhir oleh kelemahan dan dosa yang banyak sekali. Batu-batu Kalvari yang tersiram darah telah terguling sampai di hadapanku, karena goncangan bumi… aku memungutnya ya kasihKu untuk menjadi alas kepalaku dan dasar bagiku untuk percaya. Karena tidak ada dasar lain, batu yang tersiram darah Putera di salib menjadi dasar dan harapan akan keselamatanKu, Terpuji Engkau yang agung dan hidup, kini dan sepanjang segala masa, AMIN.
Pangkalpinang, Thur, 22 Okt 2009 . 22.45 WIB dari resume refleksi pribadi h.martine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar