Rabu, 05 Oktober 2011

MENJADI PRIBADI YANG MERDEKA

Sebagai individu, setiap kita adalah individu yang bebas. Secara fisik dan biologis, meski pada masa tertentu hidup kita, sangat tergantung pada orang lain namun pada hakekatnya kita tetap sebagai individu yang bebas. Ketika kita masih sebagai janin dalam kandungan ibu, kehidupan kita sangat tergantung dari ibu kita. Ketika kita lahir sebagai bayi, sudah merupakan individu yang terlepas dari ibu namun kita masih bergantung sepenuhnya dari ibu, ayah juga orang – orang di sekitar kita. Sebagai kanak-kanak, anak-anak , remaja, meski masih tergantung penuh orang tua dan orang di sekitar kita, ketergantungan kita sebagai individu pada orang tua semakin longgar. Dalam banyak hal, kita bertumbuh dan berkembang semakin menuju kemandirian.

Selain sebagai makluk individu yang bebas namun sebagai makluk sosial , kita tidak bisa sendirian, tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain, situasi hidup dan lingkungan di sekitar kita. Karena itu, meski terlahir sebagai individu yang merdeka, namun secara sosial kita hidup dalam saling ketergantungan. Karena itu, kebebasan pribadi sebagai individu selalu diletakkan dalam konteks sosial bersama orang lain dan lingkungan sekitar kita bahkan seluruh alam semesta dan juga Tuhan, pencipta kita.

Ketergantungan hidup bersama orang lain, dalam seluruh masa hidup kita sebagai manusia dalam perziarahan hidup di dunia ini, telah membentuk kita menjadi seorang pribadi seperti adanya kita sekarang ini. Bentuk fisik tubuh, apa yang kita makan, minum, udara yang kita hirup, orang tua dan saudara yang kita punyai, lingkungan rumah dan sekolah, teman-teman, guru, pendamping yang pernah kita punyai, pendidikan dan ketrampilan yang pernah kita peroleh, jabatan, kedudukan yang pernah kita raih, latar belakang suku, budaya tempat kita lahir dan dibesarkan, semuanya telah turut membentuk dan “mengadakan” kita menjadi seperti sekarang ini.

Kehadiran mereka dalam hidup kita, keberadaan kita pada situasi dan tempat tertentu, selain membentuk kita menjadi yang terbaik, juga telah berpengaruh pada sisi-sisi hidup kita yang kurang baik. Bersama mereka kita telah bertumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa yang sungguh memiliki kehendak dan kemauan bebas untuk memaknai hidup kita. Bersama mereka pula kita telah menerima banyak pengalaman yang kurang menyenangkan, yang menyakitkan, entah karena situasi, karena keterbatasan manusiawi mereka untuk memberikan yang terbaik atau entah karena keterbatasan manusiawi untuk menerima dan menyikapi hidup untuk mampu bertahan dalam hal-hal yang baik.

Terjerat Belenggu Kehidupan

Sejak awal kehidupan selalu memiliki dua dimensi : baik dan buruk, benar dan salah, terang dan gelap, yang selalu menyertai perjalanan hidup manusia fana di bumi ini. Dalam hal tertentu, pada situasi tertentu, kadang lebih banyak yang gelap, yang menyakitkan, yang mengecewakan, yang kurang baik yang menguasai hidup kita. Keadaan tersebut membuat kita merasa terbelenggu, tidak bebas dan menderita. Terlalu lama terbelenggu dalam ikatan tertentu, menjadikan kita kurang bahagia dalam hidup ini.

Ada beberapa ikatan yang membelenggu kita sebagai individu yang bebas, yang disoroti dari berbagai bentuk. Belenggu manusia, belenggu perasaan, belenggu pikiran, belenggu dosa, belenggu nafsu, belenggu mammon, belenggu berhala. Tentu masih banyak bentuk ikatan belenggu lainnya, yang “menjajah “ kita sebagai pribadi sehingga menjadi kurang atau bahkan tidak bebas.

Belenggu dosa menjadi belenggu utama yang menyebabkan kita tidak berdaya untuk tidak berbuat dosa meskipun sudah berniat sangat baik sekalipun dan usaha sekeras apapun. Pada saat dan situasi tertentu kita pasti jatuh dalam dosa entah sengaja atau tidak, berat maupun ringan. Kelemahan manusiawi kita mengurung kita dalam situasi ketidakmampuan untuk bertahan dalam waktu yang lama dan setia untuk melakukan yang baik-baik saja. Dosa yang bercokol dalam berbagai bentuk baik pikiran, perkataan dan perbuatan. Belenggu dosa dalam pikiran kita hampir sulit sekali dikendalikan dan dideteksi. Meski kita berupaya sedemikian rupa untuk selalu berpikir yang positif atau tidak memikirkan hal-hal yang tidak kita inginkan, ternyata selalu saja ada cela di mana kita tak mampu membendung pikiran yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan, munculnya berbagai penyakit dan juga melahirkan belenggu baru yakni perasaan cemas dan kuatir.

Belenggu kecemasan dan kekuatiran muncul ketika kita tersekap dalam pikiran yang bukan-bukan sehingga kita tidak berani melakukan sesuatu yang baik dan benar dan mengurung niat yang baik untuk bertindak. Kekuatiran bisa membuat kita keliru menafsirkan sesuatu dan melumpuhkan kita untuk berpikir dan bertindak secara obyektif. Belenggu perasaan tidak kalah besar pengaruhnya dalam hidup kita.Bahkan sebagaian problem terjadi karena terjerat oleh belenggu perasaan iri hati, kemarahan, dendam, kecewa, penyesalan, takut.

Kadang sesama manusia bisa menjadi belenggu, mana kala keberadaan mereka mengganggu kenyamanan hidup kita. Kerap kita temukan orang yang sangat keras dan kejam, yang memanipulasi hidup orang lain, hanya mau menang sendiri, menjajah orang lain karena mengutamakan kepentingan diri dan kelompoknya dengan berani dan nekad menghancurkan dan membinasakan kehidupan sesama. Kita tidak akan merasa nyaman dan tenang, bila hidup dalam sebuah rumah atau berada dalam suatu organisasi atau di suatu tempat yang di dalamnya ada seseorang atau sekelompok yang sangat dominan dengan kuasa, jabatan atau kehadirannya menguasai orang lain.

Kita juga dapat dibelenggu oleh mamon yakni kekuasaan, harta, pangkat, jabatan, segala sesuatu yang bersifat materialistis. Penyalahgunaan kekuasaan dan harta yang sewenang-wenang terhadap orang lain, tidak hanya belenggu orang lain tapi membelenggu diri sendiri yang hanya mendasarkan hidup pada hal-hal materi dan sekular, yang sebenarnya bukan tujuan hidup kita.

Tidak kurang dari kita yang merasa sangat sulit membebaskan dari dari belenggu nafsu dan keinginan. Nafsu mendatangkan rasa nikmat yang semakin mendorong kita untuk selain bertahan dan menikmati hidup juga bila hanya sekadar mengumbar nafsu, hidup kita menjadi tidak realistis. Kebahagiaan yang kita rindukan tidak sama dengan kesenangan yang kita peroleh dari nafsu-nafsu diri yang sementara seperti makan minum yang berlebihan, obat-obatan terlarang, seks.

Kadang kita dapat terjerat dalam belenggu berhala, dengan mendewakan sesuatu, seseorang atau materi di dunia ini dan berpegang sangat kuat padanya seolah itulah yang menjadi belahan nyawa, bagian hidup dan bahkan sumber kebahagiaannya sehingga hatinya lebih terpikat padanya daripada pada Tuhannya.

Belenggu lain yang menghantui hidup beriman kita, meski kita jarang menaruh perhatian padanya adalah belenggu maut. Maut tak terelakan, yang akan menimpa semua makluk yang hidup termasuk manusia. Belenggu ini begitu kuat mengikat, sehingga orang enggan untuk mengingat, membicarakan dan berupaya melawannya. Tak seorang pun dari manusia fana ini, bebas dari belenggu maut yang pasti akan menjemput pada saatnya. Hanya keyakinan iman pada Tuhan yang telah mematahkan belenggu maut, yang menghibur kita untuk tidak takut dan melarikan dari maut yang tak terelakan itu.

Terbebas dari belenggu

Bagaimanapun hidup dalam keadaan terbelenggu, terpenjara, terikat mengurangi kebahagiaan kita dalam menikmati hidup di dunia ini. Belenggu hidup melahirkan penderitaan yang harus dihindari dan diperangi. Namun apalah daya, meski aneka anugerah telah kita terima dari Tuhan yakni kesadaran diri, akal budi, hati nurani, kemampuan berimajinasi dan kehendak bebas, kita tetap memiliki keterbatasan manusiawi. Orang yang menggunakan dengan baik dan benar anugerah Ilahi untuk memperkembangkan hidupnya dalam kesadaan diri yang baik, dengan pertimbangan akal budi yang sehat, hati nurani yang bening dan ditopang oleh kebebasan yang bertanggung jawab dapat menyikapi belenggu hidup dengan sesuatu yang positif dan bermanfaat, membuat dirinya bebas dan merdeka.

Bangkit dari Ketidakberdayaan

Kebebasan dan kemerdekaan diri ternyata dapat diraih, ketika seseorang tidak berdiam diri dan menyerah begitu saja pada belenggu kehidupan. Dengan anugerah kehendak bebas dari Tuhan, kita dapat membuat pilihan dan keputusan. Membiarkan diri dibelenggu oleh perasaan dan pikiran negativ, oleh nafsu kekayaan, kekuasaan, harta, kenikmatan, uang, seks atau harga diri yang berlebihan atau bebas darinya. Kita dapat dengan bebas memilih untuk tinggal tetap dalam belenggu dosa yang melahirkan maut, berhala atau kekuatiran yang tidak bermanfaat atau keluar dari belenggu dan berjalan sebagai orang merdeka.

Kita semua telah dimerdekakan, dibebaskan oleh sang Pencipta sendiri dengan aneka rahmat dan anugerah yang telah tersedia dengan berlimpah-limpah. Anugerah iman akan Tuhan sendiri, yang kalau dihidupi dengan setia, akan membebaskan kita dari belenggu berhala, pikiran, perasaan dan berbagai-bagai nafsu yang jahat. Anugerah rahmat yang diberdayakan dengan maksimal dalam realita hidup dapat membebaskan kita dari kesempatan dan peluang untuk berdiam diri dan tinggal tetap dalam ketidakberdayaan.

Nafsu kenikmatan, kemalasan, kecemasan, kemarahan, dendam iri hati, kejahatan, dan berbagai-bagai nafsu lainnya dapat diperangi dengan mengembangkan sikap dan mental hidup yang positif. Inti sikap dan mental hidup yang positif adalah kasih. Mengasihi sesama dengan tulus, mengasihi diri sendiri secara baik dan benar dan mengasihi Tuhan dengan sepenuh hati

Berharap pada Kasih Tuhan

Banyak orang telah berupaya membebaskan diri dari belenggu kehidupan. Setiap orang tidak terjerat dalam bentuk belenggu yang sama. Berat ringannya ketidakberdayaan yang dialami tergantung dari situasi hidup di mana kita berada dan bagaimana kita menghayati hidup dalam terang kasih Ilahi. Orang yang dengan gigih berupaya, pantang menyerah, penuh keberanian untuk mencoba, giat melatih dirinya dan yakin bahwa di atas dirinya ada yang lebih berkuasa yakni Tuhan, Sang Pencipta dan Pencipta yang memelihara hidupnya. Keyakinan yang teguh pada Tuhan penuh pengharapan dan optimisme bahwa belenggu apapun, dapat dipatahkan dan dibebaskan oleh Tuhan apabila melibatkan Tuhan untuk berperan, campur tangan dalam hidupnya. Keyakinan yang besar bahwa Tuhan yang Maha Pengasih, tidak akan pernah membiarkan kita sendirian berjuang karena Tuhan sendiri pun tidak berkenan kita hidup dalam keterikatan.

Sejarah keselamatan Allah terhadap umat-Nya bangsa Israel pilihan-Nya sejak jaman dahulu kala, membuktikan bahwa Allah membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Mesir. Bahkan bangsa Israel mengimani sungguh, di depan mata mereka, Allah sendiri yang berperang untuk mereka melawan bangsa-bangsa lain. Sejarah keselamatan kita dalam iman, membuktikan Allah juga yang sebenarnya lebih berjuang untuk membebaskan dari dari belenggu dosa dan maut. Allah tidak jemu berupaya membebaskan manusia dari penderitaan karena belenggu dosa, melalui nabi dan orang-orang utusan-Nya yang menyuarakan titah dan kehendak-Nya. Bahkan akhirnya Allah mengutus Putera-Nya sendiri Yesus Kristus, untuk membebaskan bangsa manusia dari aneka belenggu yang memenjarakan manusia dalam penderitaan karena dosa.

Yesus telah memerdekakan kita, karena itu kita telah sungguh menjadi putera-puteri Allah yang bebas. Namun sering kita menyalagunakan kebebasan kita hanya untuk memuaskan nafsu hidup yang rendah dan mempergunakan kesempatan untuk berbuat dosa. St.Paulus menyatakan : “ kamu telah dipanggil untuk merdeka. Janganlah mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa tetapi layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” ( Galatia 5 : 13).

Memberi diri dibebaskan oleh Tuhan

Untuk dapat hidup dalam kasih, kita mesti berani memberikan diri untuk didamaikan dengan Allah dalam Kristus Yesus. Sebab setiap tindakan dosa menjauhkan kita dari Allah, dan kita menjadi hamba dosa. “ Setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa” ( Yohanes 8 : 34 ). Keberanian untuk hidup dalam Kristus yang memperdamaikan kita dengan Allah, mengandaikan kita mau hidup seperti Kristus telah hidup, berani merendahkan diri seperti Kristus, hidup dalam persaudaraan dan kasih, sehati dan sepikir, tidak mencari kepentingan diri sendiri, tidak mencari pujian yang sia-sia. Kita harus berani mencukupkan diri dengan apa yang menjadi bagian yang layak kita terima dari kemurahan kasih Tuhan dan usaha kerja keras kita di dunia.

Berpikir saja untuk menghindari dosa, membebaskan diri dari belenggu kehidupan, tidak menjamin kita untuk melakukan sendiri tanpa rahmat Tuhan. Pengalaman St. Paulus yang disharekan kepada jemaat di Filipi “ aku sanggup melakukan segala sesuatu dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Perkara hidup seberat apapun, terjerat belenggu sekuat apapun, penderitaan sehebat apapun, semua dapat diatasi bersama dan dalam Tuhan. Tetapi tidaklah cukup hanya berharap saja tanpa usaha keras dari diri sendiri. Tidak cukup hanya berdoa dan bernovena saja. Tidak cukup hanya beramal sajadi. Satu hal yang barangkali pas untuk diupayakan yakni mencari perkara yang di atas, yang dikehendaki Allah, hidup dalam kehendak-Nya, maka apa saja yang kita minta, akan kita terima.

Maka yang komplet adalah sungguh percaya, berani mempercayai bahwa Tuhan bisa melakukan yang terbaik untuk kita, berani mempercayakan dan menyerahkan diri kepada Tuhan, merelakan diri dibentuk dan dipimpin Tuhan dengan Roh Kudus-Nya. Setelah percaya, mesti berani juga mengamalkan dalam hidup dengan mengupayakan hidup dalam kasih akan Allah dengan segenap hati , segenap budi, segenap jiwa segenap kekuatan dan mengasihi sesama dengan tulus hati, seperti mengasihi diri sendiri. Sudah pasti, dengan semua ini, kita dijamin, bebas dari belenggu dan hidup bebas sebagai putera-puteri Allah. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar